Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPN 12 Persen: Naik, Turun, atau Muter-Muter?

1 Januari 2025   14:10 Diperbarui: 1 Januari 2025   14:10 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskon listrik dampak PPN 12 Persen (dok. pribadi)

Saat pemerintah bicara soal pajak, rasanya seperti mendengar lagu cinta lama yang berulang-ulang: penuh janji manis, tapi kadang bikin sakit hati.

Kali ini, pemerintah kembali memukau rakyat dengan pengumuman perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

Tapi tunggu dulu, plot twist muncul di detik-detik akhir! Presiden Prabowo tiba-tiba berubah sikap dan bilang, "Tenang, tarif 12% ini cuma untuk barang mewah. Barang biasa tetap 11%."

Jadi, kenapa pemerintah tiba-tiba berubah arah? Apakah ini langkah strategis atau cuma biar kelihatan keren dalam 100 hari pertama?

Menurut Bhima Yudhistira, ekonom CELIOS, perubahan sikap ini adalah usaha Presiden Prabowo untuk menjaga citra sebagai pemimpin pro-rakyat.

Kabinet Merah Putih yang dipimpin Prabowo bakal genap 100 hari bekerja pada 21 Januari 2025. Jadi, kenaikan PPN yang kontroversial bisa jadi ancaman untuk pencitraannya.

"Prabowo nggak mau kelihatan gagal di awal pemerintahannya. Ini strategi supaya dia tetap dianggap peduli rakyat," kata Bhima, dikutip dari BBC.

Dalam pengumuman yang plot twist-nya bikin rakyat bingung, Prabowo bilang bahwa kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah. Barang dan jasa biasa? Tetap 11%!

Langkah ini disebut-sebut untuk melindungi daya beli masyarakat dan menunjukkan bahwa pemerintah tetap setia pada rakyat kecil. Tapi, benarkah ini sepenuhnya tentang rakyat, atau ada kepentingan lain yang bermain di balik layar?

Token Listrik: Janji Manis yang Bikin Bingung

Nah, yang bikin kepala rakyat tambah berasap adalah soal token listrik. Ada yang ingat janji pemerintah tentang diskon 50% untuk token listrik? Katanya, ini bagian dari program pro-rakyat juga. Tapi, coba beli token listrik Rp200 ribu---tetap bayar Rp200 ribu juga! Diskonnya entah nyasar ke mana.

Salah satu warga yang mencoba membeli token listrik mengatakan, "Diskon 50 persen? Ya cuma ada di mimpi. Saya bayar tetap Rp200 ribu kok!"

Jadi, apakah janji ini hanya ilusi, atau memang perlu menunggu keajaiban birokrasi?

Isu kenaikan PPN ini seperti sinetron dengan alur bolak-balik. Sejak awal Desember, tarik ulur keputusan ini bikin rakyat bingung. Naik jadi 12%, terus nggak jadi. Tapi kok tetap ada drama soal barang mewah vs barang biasa?

Barang mewah seperti apa yang kena PPN 12%? Apakah TV layar datar 70 inci? Atau sekadar sepatu kulit buaya? Sementara itu, barang biasa tetap 11%, tapi bagaimana memastikan harga-harga di pasar tidak ikut melonjak?

Dalam situasi seperti ini, mungkin rakyat cuma bisa tertawa getir. Kebijakan pajak sering kali terasa seperti joke internal pemerintah yang rakyat tidak diajak paham.

Kalau benar pemerintah ingin pro-rakyat, mengapa tak langsung saja memastikan semua janji terealisasi? Token listrik diskon 50% itu misalnya. Karena kalau tidak, bukan cuma PPN yang bikin sakit kepala, tapi juga rasa tertipu janji manis.

Jadi, begitulah kisah PPN 12% dan drama token listrik. Apakah ini semua bagian dari rencana besar pemerintah, atau hanya taktik bertahan 100 hari?

Kita tunggu saja kelanjutannya. Sementara itu, rakyat hanya berharap satu hal: kalau janji, tolong ditepati. Karena, seperti kata pepatah, "Janji adalah utang, dan rakyat sudah bosan menagih."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun