Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kenaikan Pajak 12 Persen, Dampak terhadap Bursa Efek

27 Desember 2024   21:38 Diperbarui: 31 Desember 2024   13:49 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bursa efek Indonesia (BEI). (Sumber: SHUTTERSTOCK/HARYANTA.P via kompas.com) 

Pada 1 Januari 2025, pemerintah Indonesia akan mulai memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Kenaikan ini tentunya akan mempengaruhi banyak pihak, termasuk nasabah yang menggunakan layanan Bursa Efek Indonesia (BEI) serta berbagai sektor jasa lainnya yang mengenakan tarif PPN.

Bagi nasabah, perubahan tarif PPN ini akan langsung terasa pada tagihan mereka. Setiap invoice dan faktur pajak yang diterbitkan pada atau setelah 1 Januari 2025 akan mengenakan tarif PPN yang baru, yakni 12%, sedangkan faktur yang diterbitkan sebelum tanggal tersebut tetap mengikuti tarif lama sebesar 11%.

Walaupun perubahan tarif ini tampaknya kecil, 1% tambahan akan berdampak signifikan, terutama pada transaksi dalam jumlah besar atau bagi mereka yang bertransaksi secara rutin di sektor keuangan.

Bagi dunia usaha, dampak dari kenaikan tarif ini akan terasa dalam bentuk kenaikan biaya transaksi. Perusahaan yang tergantung pada layanan yang dikenakan PPN, seperti layanan keuangan atau perdagangan saham, harus menyesuaikan anggaran mereka untuk menghadapi pengeluaran yang lebih tinggi.

Meskipun 1% mungkin tidak tampak besar, bagi perusahaan dengan volume transaksi yang tinggi, pengaruhnya bisa sangat signifikan. 

Selain itu, kenaikan ini juga berpotensi menambah beban bagi nasabah yang mengandalkan layanan tersebut untuk kegiatan bisnis sehari-hari.

Di sisi lain, meski perubahan ini dapat menyebabkan lonjakan biaya, para pelaku bisnis memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri. 

Salah satu strategi yang bisa diambil adalah dengan mempercepat pembayaran untuk tagihan yang diterbitkan sebelum 1 Januari 2025, agar tetap dikenakan tarif 11%.

Langkah seperti ini, meskipun sederhana, bisa membantu mengurangi dampak finansial dari perubahan tarif PPN yang baru. Pengelolaan cash flow yang tepat juga akan menjadi kunci agar perubahan tarif pajak ini tidak merugikan secara signifikan.

Namun, untuk semua perubahan yang terjadi, regulasi yang jelas akan menjadi hal yang sangat penting. 

Masyarakat dan pelaku bisnis tentu menantikan peraturan lebih lanjut yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak mengenai implementasi kenaikan tarif ini.

Ketidakpastian dalam penyusunan aturan bisa menambah kecemasan, sehingga kepastian hukum yang jelas akan sangat membantu memitigasi potensi kekhawatiran yang ada di kalangan nasabah.

Secara keseluruhan, meskipun kenaikan tarif PPN ini akan mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan oleh nasabah dan bisnis, dengan perencanaan yang matang dan strategi pengelolaan yang baik, dampak tersebut bisa diminimalisir.

Bisnis dan nasabah yang siap beradaptasi akan mampu melewati perubahan ini tanpa mengganggu kestabilan mereka, bahkan mungkin mengubahnya menjadi kesempatan untuk meningkatkan efisiensi operasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun