Orang tua dan wali siswa memiliki peran penting dalam kebijakan ini. Mereka diharapkan mendampingi anak-anak mereka selama proses belajar mandiri di rumah, serta membimbing dalam pelaksanaan ibadah. Kehadiran orang tua sebagai pendamping diyakini mampu meningkatkan efektivitas pembelajaran selama Ramadan.
Landasan hukum kebijakan ini cukup kuat, mengacu pada berbagai undang-undang dan peraturan menteri. Di antaranya adalah UU Sistem Pendidikan Nasional dan beberapa peraturan terbaru yang mendukung kurikulum berbasis nilai keagamaan. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menciptakan pendidikan yang tidak hanya cerdas secara akademik tetapi juga bermoral.
Selain jadwal dan tanggung jawab yang telah diatur, kebijakan ini membawa pesan moral yang kuat. Ramadan bukan hanya bulan untuk berpuasa, tetapi juga waktu untuk memperkuat iman, takwa, dan karakter. Dengan pendekatan ini, diharapkan siswa dapat menjalani bulan suci dengan penuh makna.
Bagi masyarakat luas, kebijakan ini menjadi pengingat akan pentingnya kerja sama antara sekolah, keluarga, dan lingkungan dalam mendukung pendidikan. Ramadan juga menjadi momen untuk memperkuat rasa kebersamaan dan gotong royong dalam membentuk generasi muda yang berakhlak mulia.
Dengan penetapan jadwal dan aturan ini, Ramadan 2025 tidak hanya menjadi bulan ibadah tetapi juga momentum untuk menciptakan pendidikan yang lebih bermakna. Ini adalah langkah nyata pemerintah untuk memastikan bahwa nilai spiritual dan akademik dapat berjalan beriringan demi masa depan generasi muda Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI