Mohon tunggu...
Khairul Ikhsan
Khairul Ikhsan Mohon Tunggu... Guru - Selamat datang di media masa seputar perkembangan pendidikan

Disini kita akan membahas terkait dengan perkembangan pendidikan masa kini

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benarkah Kebijakan "RTG" Meresahkan di Kalangan Guru? Begini Penjelasannya

16 Januari 2025   08:02 Diperbarui: 16 Januari 2025   08:02 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru profesional sedang menagwasi ujian (Sumber: ibnjaafar via istockphoto)

Kebijakan baru di sektor pendidikan, yang dikenal dengan istilah RTG (Ruang Talenta Guru) tengah menjadi topik panas di kalangan tenaga pendidik. Kebijakan ini bertujuan memberikan peluang bagi pendaftar untuk memilih lokasi mengajar sesuai kebutuhan dan mengatasi kekurangan guru di daerah terpencil atau wilayah yang kurang diminati. Namun, meskipun tujuannya terlihat positif, banyak guru profesional menilai kebijakan ini membawa lebih banyak kekhawatiran dibandingkan manfaat yang nyata.

Fleksibilitas lokasi yang ditawarkan RTG memang menjadi daya tarik tersendiri, tetapi implementasinya menuai banyak kritik. Salah satu persyaratan dalam kebijakan ini adalah pendaftar harus aktif mengajar selama empat semester berturut-turut, tetapi dalam kasus tertentu aturan tersebut bisa saja diabaikan. 

Contohnya terlihat dalam kasus Erlinda Alyanuari pada seleksi PPPK tahun 2024, di mana ia diterima meski tidak memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini memicu perdebatan dan menimbulkan rasa tidak adil di kalangan guru yang telah mematuhi semua ketentuan.

Kasus seperti ini memunculkan keresahan di kalangan guru profesional yang merasa bahwa kebijakan ini tidak konsisten dan tidak adil. Mereka yang telah lama berjuang memenuhi syarat tersebut kini merasa pengorbanan mereka tidak dihargai. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa kebijakan ini membuka celah bagi rekrutmen yang serampangan tanpa mempertimbangkan kualitas pengajar yang seharusnya menjadi prioritas utama.

Banyak guru profesional menilai kebijakan ini justru mengancam kestabilan dunia pendidikan. Fokus pada solusi instan untuk mengisi kekosongan tenaga pengajar dianggap mengabaikan pentingnya pengalaman dan sertifikasi yang telah lama diperjuangkan oleh guru-guru senior. Mereka khawatir, jika kondisi ini terus dibiarkan, kualitas pendidikan akan semakin menurun.

Ketidakjelasan regulasi dan penerapan RTG semakin memperkeruh suasana. Minimnya transparansi dalam proses seleksi membuat banyak guru merasa tidak memiliki kesempatan untuk didengar. Kegelisahan ini semakin memuncak ketika kasus-kasus seperti yang dialami Erlinda Alyanuari mencuat ke publik. Para guru mulai mempertanyakan sejauh mana kebijakan ini benar-benar bertujuan untuk memperbaiki sistem pendidikan, atau hanya sekadar mengejar target angka.

Ilustrasi guru profesional sedang menagwasi ujian (Sumber: ibnjaafar via istockphoto)
Ilustrasi guru profesional sedang menagwasi ujian (Sumber: ibnjaafar via istockphoto)

Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa RTG memiliki potensi untuk mengatasi kekurangan guru di daerah terpencil. Namun, pelaksanaannya yang terburu-buru dan kurang matang menimbulkan lebih banyak masalah daripada solusi. Banyak pihak berharap pemerintah dapat memperbaiki mekanisme ini, agar tujuan awal dari kebijakan tersebut tidak kehilangan maknanya.

Para pengamat pendidikan turut memberikan kritik terhadap kebijakan ini. Mereka menilai bahwa pendidikan bukanlah sektor yang bisa diperlakukan seperti program eksperimen. Keputusan seperti ini seharusnya melibatkan lebih banyak dialog dengan para pemangku kepentingan, terutama guru profesional, agar setiap kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Kebijakan RTG memang memerlukan evaluasi mendalam. Proses pengambilan keputusan yang transparan dan partisipatif sangat dibutuhkan untuk menghindari keresahan lebih lanjut. Tanpa itu, kebijakan ini hanya akan memperparah konflik di dunia pendidikan, menciptakan ketidakpercayaan antara pemerintah dan tenaga pendidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun