Mari kita lakukan sedikit deduksi.
Tujuan utama dari para pengusaha, tidak lain dan tidak bukan, adalah meningkatkan sale (penjualan) yang berujung pada peningkatan profit (laba). Oleh karena itu, mereka mengiklankan produk mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Nah, bulan Ramadhan adalah momen tepat untuk mengudarakan iklan-iklan mereka karena faktor-faktor berikut:
Pertama, di bulan Ramadhan ini para pekerja akan mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) yang cukup besar. Contohnya, total THR untuk PNS tahun ini mencapai Rp35,76 Triliun, jumlah yang tidak kecil tentunya. Pemberian THR ini menyebabkan peredaran uang di masyarakat meningkat. Dengan demikian, daya beli masyarakat menjadi lebih tinggi.
Kedua, kecenderungan masyarakat menggunakan THR Â untuk spending (pengeluaran) dan bukan saving (menabung). Kenyataan ini dilihat dari jumlah dana pihak ketiga di bank yang tidak menunjukkan perubahan signifikan setelah pemberian THR. Hal itu disebabkan kebiasaan masyarakat untuk membelanjakan hampir seluruh THR untuk berbagai macam kebutuhan bulan Ramadhan.
Ketiga, budaya konsumtif di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat di bulan Ramadhan untuk berbuka dengan makanan yang 'wah' dan mengikuti buka bersama di sana-sini, yang tentu saja memakan lebih banyak biaya dibanding berbuka sendiri dengan menu sederhana di rumah. Ditambah lagi tuntutan untuk membeli pakaian baru dan membeli tiket pesawat, kapal, kereta, dll untuk mudik agar bisa bertemu sanak-saudara saat Idul Fitri.
Maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah, pengusaha, dan masyarakat itu sendirilah yang bekerja sama membuat bulan Ramadhan menjadi bulan yang amat kondusif untuk beriklan. Tidak heran apabila ada yang menyebut bulan Ramadhan ini sebagai bulan yang amat semarak; semarak beriklan, semarak berbelanja, dan semarak beribadah tentunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H