Berbicara mengenai sekolah sebagai lembaga sosialisasi dan pembentukan kepribadian anak. Maka, Perlu Anda ketahui lebih lanjut terkait makna sekolah, fungsi dan tujuan dari adanya sekolah dalam ruang lingkup masyarakat.Â
Karena, disini masyarakat mempunyai keyakinan yang besar terhadap sekolah. Dalam artian sekolah merupakan lembaga pendidikan yang membawa pengaruh dan dampak baik bagi setiap anak yang menimba ilmu didalamnya. Bahkan, di satu sisi sekolah tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan saja melainkan juga secara tidak langsung mempraktekkan bentuk tingkah laku sosial.Â
Yang mana bentuk tingkah laku sosial ini dapat menumbuhkembangkan rasa sosialisme, sosialisasi dan kepribadian yang baik bagi para siswanya. Akan tetapi, tidak semudah yang Anda bayangkan bahwasannya siswa akan bisa dan berubah secara instan dalam membentuk kepribadiannya.Â
Tentunya dalam hal ini terdapat faktor internal dan eksternal yang menjadi acuan terbentuknya kepribadian itu sendiri selain terdapat seorang guru yang membantu. Demikian pendahuluan yang saya sampaikan diatas, maka berlanjut pada materi pembahasan selanjutnya.
A. Sekolah sebagai Lembaga Sosialisasi dan Pembentukan Karakter pada Anak
Seperti yang sudah saya singgung pada pendahuluan sebelumnya mengenai perihal ini, bahwasannya sekolah tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja melainkan juga wadah untuk siswa dalam menumbuhkembangkan karakter atau kepribadiannya dan bersosialisasi secara aktif. Karena tentunya para siswa akan menuju ke fase dewasa, dimana pada fase ini mereka sudah lepas dari tanggung jawab pendidikan lagi dan mengalami pergeseran pola pikir yang semakin konkret.Â
Maksudnya disini mereka akan memulai kehidupan masing-masing. Yang mana akan dihadapkan dengan berbagai problema yang datang dari masyarakat itu sendiri.Â
Oleh karenanya, siswa dituntut untuk memahami bagaimana cara bersosialisasi yang benar untuk bekal ke depannya agar supaya mereka tidak kaget dalam menghadapinya atau bisa jadi lari tanggung jawab karena situasi dan kondisi yang cukup rumit. Dalam hal ini mereka sebagai orang paham ilmunya, memiliki tugas mengambil peran penting dalam membantu, mencegah, mengatasi dan menyelesaikan satu persatu permasalahan kompleks yang terjadi di lingkungan masyarakat.
Langkah yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam mengupayakan tujuan yang akan dicapai yakni dengan melakukan pendekatan dan memberikan contoh yang baik bagi para siswanya. Jadi, proses pembentukan karakter ini semua tergantung bagaimana seorang guru menjalankan perannya dengan baik dan benar dengan berbagai cara.Â
Salah satunya adalah dengan pendekatan, dimana pendekatan ini bisa dicapai dengan mensosialisasikan dan mengenalkan lingkungan sekolah dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai-nilai moral dan akhlak melalui keteladanan.Â
Selain itu, adapula dengan melakukan pendekatan berbasis kepribadian disetiap mata pelajaran seperti dalam mata pelajaran agama, pendidikan kewarganegaraan dan pancasila dengan disertai dengan adanya internalisasi dan pengamalan dari ilmu pendidikan moral yang sudah diperoleh di sekolah.Â
Kemudian,seorang guru hendaklah memiliki perangai baik terlebih dahulu sebelum mengajarkan hal-hal yang bersangkutan dengan moral karena guru merupakan cerminan bagi para siswanya. Apabila guru tersebut bersikap melenceng dari pendidikan moral yang diajarkan, maka siswa tanpa sadar dengan seiring berjalannya waktu otomatis akan menirukan perilaku dari gurunya sendiri.
B. Makna Sekolah
Mengenai sekolah ini memiliki makna yang berbeda-beda dikarenakan faktor banyaknya perspektif dari para ilmuwan. Karena sekolah tersendiri memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia di masa depan untuk mencapai sebuah kebahagiaan. Menurut pendapat Hurlock mengatakan bahwa sekolah merupakan faktor pemicu kepribadian dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik.
C. Sekolah sebagai Screening Moral
Sekolah sarana yang dapat menyaring moral setiap individu peserta didik. Akan tetapi sekolah masih belum bisa mengatasi pemasalahan tindakan asusila yang banyak dilakukan oleh pendidik.Â
Sehingga, dikhawatirkan jika sewaktu-waktu perilaku tersebut menjadi teladan bagi peserta didik khususnya yang masih dibawah umur. Pendidik harusnya dapat menjadi contoh yang baik bagi para peserta didiknya. Jadi, alangkah baiknya pendidik memperbaiki perilakunya karena didalam lingkungan sekolah pendidik merupakan model yang tentunya akan ditiru.
Dapat disimpulkan bahwasannya tujuan dari adanya secreening moral yakni agar guru dapat mengetahui perkembangan moral setiap peserta didik. Selain itu, juga sebagai acuan guru dalam penilaian hasil belajar atau yang menentukan standar kelulusan peserta didik di akhir masa pembelajarannya.
D. Sekolah dalam Menumbuhkan dan Membentuk Kepribadian
Kepribadian merupakan tata cara atau langkah setiap individu dalam beradapatasi atau bersosialisasi dengan lingkungannya berlandaskan emosional, kognitif dan adanya dorongan untuk kebutuhan sosialnya diterapkan melalui perilaku[1]perilaku sosial baik yang sifatnya tertutup maupun terbuka. Adapun faktor yang memengaruhi kepribadian individu yakni ada 2 faktor, Syarkawi(2008) :
Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam diri seseorang. Faktor internal ini biasanya bersifat genetik atau semula. Faktor genetik adalah faktor bawaan. Sejak lahir, pengaruh genetik merupakan salah satu ciri yang dimilikinya. Dapat dimiliki oleh salah satu induk atau kombinasi. Kombinasi karakteristik orang tua. Misalnya seorang ayah yang marah. Dalam hal ini, anak dapat menjadi anak yang hipersensitif.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya dari lingkungan terkecil yaitu lingkungan seseorang mulai dari keluarga, teman, tetangga, dan berbagai pengaruh media audiovisual seperti TV, VCD, internet, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya.
Peran sekolah Dalam hal ini sekolah sangatlah berorientasi dan bertanggung jawab untuk menumbuhkan dan membentuk kepribadian anak yang positif. Selain itu, sekolah juga mengajarkan berbagai lmu pengetahuan yang belum anak dapat dari lingkungan keluarga.Â
Di sekolah, siswa diajarkan tentang norma dan budaya yang nantinya akan berlaku di kehidupan masyarakat, bangsa, negara. Sehingga, siswa diharapkan memahami dan mempraktekkannya perilaku sosial yang baik.Â
Guru membantu mengembangkan kepribadian siswa dengan cara memahamkan dan mempraktikkan kode etik yang dapat membawa karakter yang baik kepada siswa. Jadi, sekolah ini ibaratkan seperti keluarga yang tugasnya membesarkan siswanya menjadi anak yang berkarakter, berakhlak mulia, menjadi generasi yang lebih baik dan bermoral.
Tidak hanya pendidikan intelektual tetapi juga nilai-nilai yang bisa diajarkan kepribadian yang percaya atau berkeyakinan kuat dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berakal, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.Â
Menurut Pupuh-Fathurohman dkk. (2013:19) Beberapa nilai muncul pembentukan budaya dan karakter bangsa, salah satunya adalah disiplin. Disiplin adalah tindakan tertib dan taat berbagai aturan dan peraturan.Â
Menurut Pupuh-Fathurohman, Nurul Zulia (2008:218) Disiplin diri adalah sikap dan perilaku pribadi individu. ketaatan, ketaatan, kesetiaan, ketelitian, cerminan ketertiban perilaku manusia masih ada kaitannya dengan norma dan aturan yang berlaku di sekolah. Disiplin diri juga merupakan keharusan bagi semua siswa.
E. Pengaruh Sekolah dan Orang Tua dalam Perkembangan Karakter Anak
Masa kanak-kanak merupakan masa penentu dari perkembangan dan pertumbuhan menuju fase selanjutnya. Untuk dapat berkembang menuju fase berikutnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat penting dalam pengoptimalan perkembangan tersebut(Yamin & Jamilah 2013 : 4).Â
Adapun faktor-faktor yang dimaksudkan yang terdapat 3 macam yakni faktor guru, orang tua dan lingkungan sosial dan emosional. Pendidik dalam membangun suatu landasan pribadi anak yang positif untuk anak[1]anak dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1) Ajari anak dengan contoh nyata Betapa pentingnya seorang pendidik ingin mengajarkan kedisiplinan atau otonomi. Tentunya jika suatu kedisiplinan hanya dijelaskan secara verbal oleh pendidik. Maka, akan sulit dicerna oleh siswanya karena hal itu masih bersifat abstrak dalam pemikiran siswa terutama siswanya masih dalam usia yang terbilang cukup dini. Sehingga, diperlukan adanya penjelesan dan dan tindakan yang dipraktekkan.
2) Jangan pernah bosan dengan nasihat positif Sebagai guru dan orang tua, sudah menjadi kewajiban kita untuk mengajarkan nilai positif pada anak. Namun, dalam hal banyak kasus guru ataupun orang tua yang pesismis dalam memberikan nasihat kepada anak. Disebabkan oleh kepribadian anak yang terganggu atau memiliki masalah, seperti anak yang cukup bandel. Oleh karenanya, Sebagai guru atau orang tua harus punya alternatif agar anak tersebut tidak berpikiran negatif karena sering diberikan nasehat, yakni dengan cara membedakan kalimat, kondisi, intonasi dan cara penyampaiannya.
3) Ajarkan anak untuk mengontrol emosinya Manusia dilahirkan dengan keadaan memiliki emosi. Namun, emosi itu terbagi menjadi 2 macam yakni emosi positif dan emosi negatif.Â
Orang berubah ketika mereka menunjukkan emosi positif. Jika emosi positif yang ditujukan kepada orang lain, maka orang lain yang melihatnya akan merasa bahagia. Emosi positif ini hampir sama dengan Nafsu Mutmainnah dalam ruang lingkup pembelajaran akhlak dalam Islam. Karena sifatnya yang begitu baik dan lembut.Â
Beda halnya dengan emosi negatif, jika emosi positif ditujukan kepada orang lain. Maka, orang tersebut kemungkinan ada yang merasa takut, benci ataupun sedih. Disebabkan karena sifatnya berhubungan dengan kemarahan atau prilaku buruk yang lainnya. Emosi negatif ini sama halnya dengan Nafsu Amarah dalam materi akhlak.Â
Sifatnya yang buruk ini dapat menmbulkan dampak negatif diri sendiri dan orang lain. Contohnya terjadinya konflik akibat emosi yang meluap-luap dan tak terkendali. Kemudian langkah yang dapat diambil mengahadapi oranng lain yang sedang marah atau dirinya sendiri dengan cara menangkisnya melalui relaksasi, mengatur pernapasan dan menghindari situasi berbahaya.
4) Menerapkan program hukuman dan penghargaan Jika seorang anak berbuat dosa atau salah, langkah yang pertama yang dilakukan oleh guru maupun orang tua adalah jangan langsung dihukum, berilah nasehat terlebih dahulu dan kesempatan kedua pada anak untuk tidak mengulangi kesalahannya. Kemudian, berikan sebuah ancaman jika anak tersebut akan mengulangi kesalahannya untuk kedua kali dan seterusnya. Langkah yang kedua yakni jika dia melakukan sebuah kesalahan kembali maka berikan suatu hukuman sesuai dengan tingkat kesalahan dan bersifat konsisten.
5) Memperkenalkan Tuhan dan agama sejak usia dini. Hal ini menjadi tanda sebagai salah satu cara untuk membentuk karakter anak. Dengan berbekal pada ajaran agama anak menjadi paham dan mengetahui suatu hal menurut hukumnya. Sehingga, anak tersebut dapat membedakan yang baik dan hal yang buruk. Akibatnya, anak bisa selalu waspada dalam melakukan suatu hal tertentu. Karena setiap perbuatan itu pasti ada balasannya. Dan jika melanggar aturan agama pasti ada akibatnya atau mendapat hukuman dari Tuhannya.
6) Menjadi contoh pribadi yang positif. Menjadi orang tua dan guru itu tidaklah mudah karena memiliki banyak peranan yang sangat penting demi anak-anaknya tumbuh menjadi orang yang baik ke depannya. Mereka juga tidak henti[1]hentinya untuk belajar mengendalikan diri dan perilakunya dalam sehari-hati. Karena selain anak yang dituntut untuk bermoral baik, pendidik dan orang tua hendaknya memiliki kepribadian yang baik terlebih dahulu dikarenakan mereka adalah model atau panutan yang nyata bagi anak. Anak adalah peniru maka ia akan mencontoh segala perilaku, ucapan, sikap dan cara berpikir kita.
7) Mengawasi pergaulan anak. Masa kanak-kanak adalah masa dimana anak merasa senang dengan dunia bermain sambil belajar. Tempat bermain anak tidak hanya di rumah namun juga di luar rumah (seperti: sekolah dan di lingkungan rumah). Betapa perlunya aktif mengawasi anak dalam bermain dengan temannya. Karena kebanayakan baik buruknya kepribadian anak dipengaruhi oleh lingkungan bergaulnya. Jika bergaul dengan lingkungan baik, maka kemungkinan besar anak tersebut juga akan menjadi kepribadian yang lebih baik. Namun, sebaliknya jika anak bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka, yang terjadi adalah kemungkinan perilakunya kurang bermoral seperti gaya bicara yang kurang sopan, perilaku yang kurang pantas, lebih agresif dan selalu memiliki pemikiran yang negatif terhadap situasi dan lingkungan sosialnya.Â
8) Mengawasi Tontonan Anak Dengan televisi kita dapat terhibur, belajar pengetahuan baru, mendapatkan informasi terbaru dan berita terbaru. Akan tetapi tidak semuanya boleh untuk diterima anak, seperti: sinetron, acara gosip, dan film-film dewasa atau film kekerasan tentunya akan membawa dampak negatif bagi anak kita.
9) Mengawasi teknologi internet dari anak Internet bukan lagi menjadi barang baru dan sukar untuk diperoleh. Kecanggihan komputer dan telepon genggam dapat dengan mudah mengakses internet. Harga telepon genggam pun sudah terbilang murah, sehingga banyak orang tua yang telah membelikan HP kepada anak mereka. Hal ini harus diawasi, ketika anak yang pandai dapat mengakses internet maka tidak mungkin anak tersebut akan mengakses gambar pornografi, pornoaksi, kekerasan, dan juga sekarang banyak yang kecanduan main game lewat internet. Penulis merasa anak usia dini belum perlu diberikan telepon genggam dan komputer yang dapat mengakses internet.Â
Orang tua memainkan peran penting dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak mereka. Ada banyak hal yang dapat dilakukan orang tua untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak mereka. Keterlibatan orang tua dalam perkembangan kognitif anak dapat berupa menyediakan waktu yang cukup untuk belajar, memenuhi kebutuhan anak, memotivasi belajar, dan melibatkan orang tua ikut membantu dalam proses pembelajaran, ketika anak merasa kesulitan orang tua harus siaga membantunya. Perhatian orang tua juga menuntut orang tua untuk memberikan waktu yang berkualitas bagi anak-anaknya.Â
Orang tua yang selalu ada untuk anak-anaknya belajar memiliki efek psikologis yang lebih baik pada anak-anaknya. Salah satu aspek dirinya yang dapat digunakan untuk menilai kualitas suatu lembaga pendidikan (sekolah) adalah hubungan antara sekolah dan orang tua, yang tercermin dari keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan itu sendiri dapat dicapai dalam berbagai bentuk kegiatan orang tua baik di rumah maupun di sekolah, sehingga bermanfaat bagi orang tua, anak dan sekolah. Selain keluarga, sekolah memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak.Â
Guru adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan secara khusus dalam bidang pendidikan. Seiring dengan belajar bagaimana belajar, mereka memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan yang dapat menginspirasi perkembangan anak. adalah salah satunya. Oleh karena itu, secara umum pengalaman interaksi edukatif dengan guru di sekolah menjadi lebih bermakna bagi anak dibandingkan pengalaman interaksi dengan orang dewasa lainnya. Dengan kata lain, interaksi pendidikan di sekolah tidak hanya mementingkan pengembangan aspek pribadi lainnya.Â
Kesimpulannya, mengenai perkembangan anak, sekolah bertujuan untuk memfasilitasi proses perkembangan anak yang holistik, memungkinkannya berkembang secara optimal sesuai dengan harapan dan norma yang berlaku di masyarakat. Meskipun sekolah tampak sangat dominan dalam perkembangan intelektual dan kognitif seorang anak, pada kenyataannya sekolah berfungsi dan mempengaruhi semua aspek perilaku, termasuk perkembangan sosial, moral dan emosional. berperan dalam perkembangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H