"Eh ketut, meli soto ne" kata wanita itu. "iya dek meli kuah ne gen" jawabku. "ngujang meli kuahne gen, langsung kayang sotone beli" katanya lagi. "ngelah pis cuma duang tali gen dek" jawabku sambil menoleh kedagang soto. "Beh tyg je mayahin, soto komplit gen beli" katanya lagi. "oh nggih dek, suksma" tegasku.
Iya sebenarnya aku punya teman sekampus, sama-sama kuliah di Bandung, nama kerennya Kadek Aria Prima Dewi Putri Fajar, S.Ag., M.Pd. (sekarang sudah nambah lagi Dr. didepan namanya). Pagi itu aku memang malu sms dia untuk pinjam uang. Karena sehari sebelumnya dia sudah datang kekostku. Setiap dek prima (nama panggilanku) datang kekost, dia disambut bak dewa oleh anak-anakku, sampai-sampai lupa sama orang tuanya. Maklum dia datang pasti membawa banyak snack dan roti.
"Soto komplit ya mas" kataku sambil menerima uang tujuh ribu dari dek prima. "Tut tyg dumunan nggih, lakar ade alih" "Oh nggih dek" sahutku. Setelah soto ada ditangaku, kulangkahkan kaki ini dengan lebih bersemangat kekost. Terbayang anak-anakku akan bersuka cita makan kesukaannya. Sebungkus soto sudah cukup membuat kami berlima kenyang. Soto dapat, uang dua ribu juga masih, sehingga besok pagi ada yang dipakai beli kepala ayam.
Dalam perjalanan kekost, aku teringat dengan ajaran M. K. Gandhi "Kamu mungkin tidak akan pernah tahu apa hasil dari tindakanmu, namun ketika kamu tidak bertindak apapun, maka tidak akan ada hasil yang terjadi".
Selamat malam semesta!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H