Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Arsitek Istana Gagal Ciptakan Kartel Politik

27 Agustus 2024   13:55 Diperbarui: 27 Agustus 2024   14:10 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Apakah Istana tahu ada gugatan uji materi Undang Undang (UU) Pilkada?

Partai Buruh bersama Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Partai Gelora) mengajukan permohonan uji materiil Pasal 40 ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 21 Mei 2024.

Menariknya Partai Gelora sebagai pendukung Prabowo - Gibran pada pilpres 2024 malah yang menggugat ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.

Bukankah seharusnya lebih baik ikut menikmati kue kekuasaan bersama Koalisi Indonesia Maju (KIM)? Atau memang ada persoalan yang dalam kacamata Partai Gelora tidak menguntungkan?

Berhasil memobilisasi sumber daya negara demi putra mahkota, arsitek istana juga mencoba desain pelaksanaan Pilkada dipercepat sebelum lengser 20 Oktober 2024.

Upaya tersebut gagal, Pilkada 2024 tetap akan digelar November 2024. Arsitek Istana mencoba rencana lain, setidaknya mengupayakan agenda lainnya berhasil, selagi masih bisa mengorkestrasi KIM dan menggunakan sumber daya negara, guna memuluskan jalan Ketua Partai Solidaritas Indonesia, anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep ikut kontestasi Pilkada 2024.

Melalui gugatan Partai Garuda, digunakanlah Mahkamah Agung (MA) untuk memuluskan agenda istana.

Melalui Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 pada tanggal 29 Mei 2024 terkait syarat usia calon kepala daerah yang pada pokoknya mengubah syarat usia calon kepala daerah yang seharusnya usia minimal dihitung saat penetapan calon diubah menjadi setelah calon dilantik.

Akal-akalan menabrak aturan ini tentu ingin mengulang sukses atas "kesalahan" Putusan 90 MK meloloskan Gibran yang belum cukup usia sebagai calon wakil presiden.

Kelompok akademisi, ahli hukum dan aktifis pro demokrasi semakin dibuat gerah atas tindakan tidak terpuji tersebut mempermainkan aturan.

Agar ada kepastian hukum atas penafsiran berbeda antara Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 dengan Putusan MA tersebut maka mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta A. Fahrur Rozi dan mahasiswa Podomoro University Anthony Lee mengajukan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Istana mungkin menganggap gugatan uji materi dilakukan partai gurem Partai Buruh dan Gelora terkait syarat ambang batas pencalonan kepala daerah serta gugatan uji materi oleh mahasiswa terkait usia calon kepala daerah tak akan berdampak mengancam eksistensi, soliditas dan agenda Jokowi bersama KIM terutama yang paling dekat yakni menyambut hajatan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Arsitek Istana lalu segera memastikan memborong partai untuk pencalonan mantunya Jokowi, Bobby Nasution untuk maju Pilkada Gubernur Sumatera Utara. Menyisakan PDI Perjuangan (PDIP) yang walau ditinggal sendirian cukup kursi untuk usung calon Gubernur Wakil Gubernur.

Dan untuk memastikan seluruh suara Jawa dapat dikuasai, borong partai pun dilakukan dengan membentuk KIM Plus.
Ditambah alasan hak prerogatif Presiden Jokowi, alasan mengamankan transisi kekuasaan kepada presiden terpilih maka Jokowi mengangkat sejumlah wakil menteri, reshuffle menteri yang tak lagi dibutuhkan dan membentuk lembaga baru, tak peduli defisit APBN semakin membengkak hingga kelompok masyarakat kelas menengah jatuh miskin.

Intinya seluruh sumber daya negara dikonsolidasikan hanya demi kekuasaan. Karena bansos akan kembali dijadikan senjata untuk membeli suara rakyat miskin di pilkada. Yang penting putra bungsu lolos maju pilkada Jakarta atau Jawa Tengah.

Tak cukup sampai disana, disinyalir Istana juga mulai infiltrasi partai diantaranya apa yang terjadi prahara di Golkar dan PKB agar Ketua Umumnya lengser.

Dengan keyakinan ambang batas syarat mengusung calon kepala daerah berdasarkan 20 persen kursi atau 25 persen suara, kecuali Jawa Tengah (PDIP cukup kursi), Istana menginginkan PDIP tidak bisa mengusung calon Gubernur Wakil Gubernur di seluruh pulau Jawa. Baginya penguasaan seluruh suara Jawa akan menjadi modal pilpres 2029.

Sehingga yang terjadi desain besarnya adalah KIM Plus lawan kotak kosong atau calon independen yang disetting kalah.

PKS pun tak tahan godaan tawaran gabung KIM. Bermodal menang pemilu legislatif (pileg) di Jakarta dengan tak cukup mengusung sendiri calon Gubernur Wakil Gubernur (modal 18 kursi), PKS bermanuver untuk meningkatkan bergainingnya dengan mendeklarasikan Anies - Sohibul Iman pada tanggal 25 Juni 2024.

Tak bergeming dengan manuver PKS, utusan Istana minta Airlangga Hartanto mengundurkan diri dari Ketua Umum Partai Golkar. Airlangga pun tak berdaya harus tandatangani surat pengunduran diri pada tanggal 11 Agustus 2024.

Alasan demi keutuhan Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan dan lebih dibutuhkan kabinet yang tinggal 2 bulan rasanya tidak bisa diterima akal sehat. Dan mengapa harus mempercepat Musyawarah Nasional (Munas) Golkar sebelum jadwal pendaftaran calon kepala daerah?

Melihat besarnya Beringin sebagai partai pemenang Pileg nomor dua berhasil digergaji, membuat PKS harus hentikan manuvernya mengusung Anies. PKS harus korbankan Anies yang memiliki elektabilitas tertinggi di Jakarta.

PKS dalam Musyawarah Majelis Syuro pada tanggal 9-12 Agustus 2024 memutuskan cabut dukungan untuk Anies dan bergabung KIM plus.
Dan akhirnya bersama 11 partai lainnya PKS turut mendeklarasikan Ridwan Kamil - Suswono (kader PKS) di Hotel Sultan, Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2024.

Dengan koalisi besar untuk pilkada Jakarta ini meyakinkan istana tak akan ada lawan karena PDIP tak ada partai lagi yang bisa diajak berkoalisi untuk memenuhi syarat minimal kursi mengusung calon Gubernur Wakil Gubernur.

Munas XI Partai Golkar pun digelar pada 20-21 Agustus 2024. Dugaan bahwa Golkar akan diambil oleh Jokowi atau setidaknya orang kepercayaannya.

Ditengah gempita Golkar melaksanakan Munas di sebelah gedung DPRRI, pada tanggal 20 Agustus 2024, MK membuat putusan yang mencengangkan. Seakan MK menebus "dosa" kesalahannya atas putusan 90, awal bencana demokrasi. MK seperti berinkarnasi menemukan jati dirinya, kembali membangun kewibawaannya sebagai benteng penjaga konstitusi.

Mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan oleh partai Buruh dan Gelora dengan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah tak lagi berdasarkan perolehan jumlah kursi namun berdasarkan perolehan suara sah hasil pileg secara proporsional sesuai jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Putusan 60/PUU-XXII/2024 berdampak partai yang tak punya kursi dapat mengusung calon kepala daerah sepanjang jumlah perolehan suara pileg memenuhi syarat.

MK juga mempertegas syarat usia calon kepala daerah saat penetapan calon melalui Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang berdampak menggagalkan putra bungsu Jokowi yang belum cukup umur sebagai calon kepala daerah.

Sontak putusan MK ini bagaikan petir di siang bolong bagi istana dan KIM. Namun sebaliknya menjadi pelepas dahaga bagi mahasiswa dan aktifis pro demokrasi yang nyaris frustasi oleh kebrutalan penguasa dalam mengacak-acak aturan berdemokrasi.

Terkesan panik, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI merespons Putusan MK, mengundang rapat anggota dengan agenda pembahasan perubahan keempat RUU Pilkada pada tanggal  21 Agustus 2024.

Rapat Baleg mengabaikan putusan MK yang bersifat "final dan mengikat". Menafsirkan kembali putusan MK, lebih memilih putusan MA untuk syarat usia dan menggunakan standar ganda untuk ambang batas usung calon kepala daerah.

Baleg hanya menyepakati penurunan syarat ambang batas pilkada hanya berlaku bagi partai yang tak memiliki kursi DPRD.
Terkesan memang menjegal bagaimana agar PDIP tidak bisa mengusung calon kepala daerah.

Hanya fraksi PDIP yang menentang hasil pembahasan revisi UU Pilkada tersebut. Fraksi PDIP juga menolak hasil pembahasan revisi UU Pilkada tersebut dibawa ke rapat paripurna

Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Dalam Negeri yang hadir dalam rapat Baleg tersebut menyetujui hasil pembahasan itu untuk dibawa ke rapat paripurna DPR.

Tentu pemerintah setuju karena jika paripurna dilaksanakan maka PDIP akan kalah suara melawan 8 fraksi (Gerindra, Golkar, PKB, Demokrat, PKS, Nasdem, PPP, PAN)

DI tempat lain dalam Munas Golkar Bahlil Lahadalia terpilih secara aklamasi pada tanggal 21 Agustus 2024. Maka kemungkinan Jokowi akan diposisikan sebagai Ketua Dewan Pembina.

Sikap Baleg DPRRI ini mendapat perlawanan keras dengan aksi demo besar-besaran di sejumlah kota pada tanggal 22 Agustus 2024. Mahasiswa dan rakyat bersatu turun ke jalan menolak revisi RUU Pilkada yang akan dibahas di paripurna. Aksi demo menuding DPR-RI telah melakukan pembegalan Putusan MK dan pembangkangan konstitusi.

Tagar #peringatandarurat, #daruratkonstitusi, #daruratdemokrasi dan #kawalputusanmk memenuhi media sosial sebagai bentuk perlawanan kepada Senayan.

Gedung DPR dikepung mahasiswa dan rakyat. Para artis yang biasanya apolitik pun sampai ikut turun ke jalan. Alarm bahwa rakyat semakin banyak yang melek atas kekuasaan yang menindas kemerdekaan rakyat dalam berdemokrasi. Mereka tak ingin demokrasi dibajak oligarki. Tuntutannya adalah kawal Putusan MK dan gagalkan revisi UU Pilkada.

Hingga Kamis malam tanggal 22 Agustus 2024, DPR-RI gagal melaksanakan paripurna Revisi RUU Pilkada karena tidak quorum dan tak lepas dari tekanan aksi demo besar-besaran mahasiswa dan aktifis pro demokrasi.

Menurut keterangan wakil ketua DPR-RI, Sufmi Dasco tak menyinggung persidangan dilanjut pada Jumat, 23 Agustus 2024. "Jikalaupun ada paripurna maka waktunya adalah Selasa, 27 Agustus 2024. Jadwal paripurna DPR-RI, Selasa & Kamis "

Berhubung Selasa, 27 Agustus 2024 adalah jadwal pendaftaran calon kepala daerah maka DPR-RI tak mungkin melaksanakan paripurna.
Maka yang berlaku adalah Putusan MK no 60 dan 70. Demikian pernyataan Dasco.

Jika DPR dan Pemerintah ngotot melanjutkan revisi RUU Pilkada kemungkinan akan meningkatkan eskalasi perlawanan rakyat.

Demonstrasi besar tanggal 22 Agustus 2024 juga membuat Golkar keder, bagaimanapun Golkar adalah aktor Orde Baru sekaligus saksi sejarah lengsernya Soeharto, Mei 1998.

Membuat Golkar berpikir ulang menempatkan Jokowi sebagai Ketua Dewan Pembina hasil Munas penggantian Airlangga sebagai Ketua Umum.
Ketua Umum terpilih Golkar, Bahlil Lahadalia mengumumkan Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai ketua dewan pembina (22/8/2024).

Akhirnya pada Minggu, 25 Agustus 2024 dilaksanakan rapat koordinasi KPU dengan Komisi II DPRRI.

Gelombang demontrasi tak bisa dihentikan. Terjadi secara bergelombang ke sejumlah daerah hingga memaksa DPR, KPU dan Pemerintah untuk menetapkan peraturan KPU menyesuaikan berdasarkan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.

Dengan disahkannya PKPU sesuai Putusan MK artinya arsitek istana gagal ciptakan kartel politik. Bravo, perjuangan mahasiswa bersama rakyat!

Hingga Senin, 26 Agustus 2024 aksi demonstrasi belum berhenti. Bahkan cenderung makin meningkat. Kantor DPRD menjadi sasaran kemarahan demonstran.

Istana menjadi obyek perlawanan. Isu pelecehan atas martabat "Raja Jawa" yang dikesankan bengis dan kejam oleh Bahlil.
 
Pengesahan Peraturan KPU berdasarkan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menjadikan partai yang ikut pileg 2024 menjadi bergairah walaupun tak punya kursi.

Airin, mantan walikota Tangerang Selatan yang telah "disuntik mati' oleh partainya sendiri Golkar tidak bisa nyalon Gubernur Banten, menjadi hidup kembali karena diselamatkan Putusan MK akhirnya dapat maju nyalon Gubernur Banten dengan "menunggangi Banteng", PDIP.

Deklarasi Calon Gubernur Wakil Gubernur Banten, Airin Rachmi Diany - Ade Sumardi telah diumumkan langsung oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pada Senin, 26 Agustus 2024.

Naluri keibuan seorang Airin diharapkan kelak tak lakukan penghianatan ketika nanti dalam Pilkada Nopember 2024, diberi amanah oleh rakyat Banten.

Saya berpikir bahwa pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta dan Jawa Tengah akan diumumkan saat injury time di batas akhir jadwal pendaftaran oleh KPU.

Jawa Tengah hingga saat ini diketahui sebagai kandangnya Banteng. Suara Pilpres 2024 kemarin telah berhasil diacak-acak. Intimidasi, aparatur dan sembako telah menjadi senjata untuk mencukur habis suara calon Presiden-Wakil Presiden dari koalisi PDIP.

Tentu pengalaman itu menjadi pelajaran berarti. Putusan MK Nomor 60 dan 70 telah menjadi amunisi baru sekaligus penanda "sandyakala" kekuasaan yang telah menuju senja. Sekuat-kuat kekuasaan yang menindas akan lemah pada waktunya.

PDIP akhirnya telah umumkan pasangan calon Gubernur Wakil Gubernur, Andika Perkasa - Hendrar Prihadi (Hendi) untuk bergerak bersama memenangkan Pilkada Nopember 2024 agar Jawa Tengah kembali menyala.

Untuk Jakarta, karena pertimbangan bahwa mengambil momentum terbaik PDIP baik langsung maupun tak langsung telah mendapat simpati rakyat dalam kawal putusan MK.

Jika tak ada putusan MK, rasanya PDIP dimana mencari dukungan kursi tambahan untuk bisa mengusung calon Gubernur Wakil Gubernur yang telah diborong KIM plus.

PDIP tentu akan berterimakasih atas perjuangan rakyat yang sadar konstitusi sehingga kemerdekaan berdemokrasi khususnya di Jakarta bisa terwujud. Tak lagi ada kotak kosong atau calon boneka yang disetting arsitek istana.

Jakarta masih sebagai simbul episentrum kekuasaan politik, Jakarta adalah potret Indonesia di mata dunia. Pagar Senayan roboh, dunia pasti tahu.

Jakarta telah ditetapkan sebagai daerah khusus pusat ekonomi, pusat media dan miniatur keberagaman Indonesia membutuhkan analisa dan ragam pertimbangan yang menyeluruh untuk putuskan calon Gubernur Wakil Gubernur yang terbaik bagi warga Jakarta yang pluralis.

Tidak berpikir sempit hanya semata bagaimana mengalahkan Tukang Kayu, tapi dengan pertimbangan kompleksitas persoalan Jakarta membutuhkan pemimpin berintegritas yang bisa kerja, bukan hanya pencitraan seperti yang dilakukan Pinokio.

Banjir, macet, air bersih, polusi, kesehatan, sanitasi dan kemiskinan adalah persoalan yang harus diatasi. Itu bukan pekerjaan sehari selesai seperti bagi-bagi sembako. Butuh pemimpin Jakarta yang progresif revolusioner.

Semoga Jakmania juga mau melek politik, tidak hanya suka bola tapi paham bahwa Jakarta adalah salahsatu kota dunia, megapolitan, simbol Indonesia, sangat penting diurus oleh pemimpin yang tulus, berintegritas, berdedikasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun