Jelang penetapan hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilu 2024 yang diperkirakan tanggal 20 Maret, eskalasi politik cukup tinggi di sejumlah kota utamanya di pusat pemerintahan, Jakarta. Â
Sejumlah persoalan yang memantik reaksi masyarakat diantaranya: penyelenggara pemilu yang dinilai tidak profesional, penggelembungan suara, instrumen aplikasi "Sirekap" sebagai informasi publik yang menayangkan rekapitulasi suara dinilai bermasalah pada sistem, kurangnya peran pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ketidak konsistenan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyikapi pemilu sejak pra hingga pasca pencoblosan tanggal 14 Pebruari, politisasi bansos, hingga mengarah atas tudingan penyimpangan penggunaan APBN, ketidak netralan aparatur, tindakan intimidasi, serta penyalahgunaan kekuasaan untuk mengarahkan pilihan sebagai hak kedaulatan rakyat.
Belum lagi termasuk agitasi tayangan quick count (hitung cepat) sejumlah lembaga survey yang menggiring opini dikesankan bahwa pemilu presiden telah selesai dalam satu putaran.
Seolah menihilkan hak publik untuk menilai kredibilitas dan kualitas penyelenggaraan pemilu. Padahal berdasarkan undang-undang masih ada jalan untuk menguji kredibilitas penyelenggaraan pemilu melalui jalur politik penggunaan Hak Angket DPR dan perselisihan hasil pemilu melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bahwa yang disebut Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu.
Gelombang protes telah berlangsung sejak usai pencoblosan baik dalam bentuk pernyataan sikap, petisi, maklumat, aksi unjuk rasa yang menyasar penyelenggara pemilu, pemerintah dan DPR.
Aksi terbaru yakni ungkapan protes berupa "Mosi Tidak Percaya Jokowi" yang dilakukan Masyarakat Penegak Konstitusi di Monumen Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat (6/03/2024).
"Sirekap"merupakan instrumen berupa sistem berbasis teknologi informasi yang digunakan oleh KPU dan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk mempermudah proses penginputan dan rekapitulasi hasil pemilu.
Seharusnya dengan Sirekap  masyarakat dapat memantau hasil real count Pemilu 2024 secara elektronik, cepat dan akurat.
Jika ada perbedaan rekapitulasi Sirekap dengan perhitungan manual, maka perhitungan secara manual dijadikan rujukan sesuai ketentuan undang-undang.
Disinilah terlihat kontrol publik dalam bentuk pernyataan sikap, petisi, maklumat hingga aksi unjuk rasa semakin kuat atas dugaan "tangan-tangan jahat" beraksi menyesuaikan C1 hasil (rekapitulasi perhitungan  berjenjang) dengan tayangan Sirekap.