Menuju Bumi Tambun Bungai
***
Pukul 12.00 WIB, tibalah saya dan kawan-kawan di Bandara Internasional Juanda Surabaya. Di sepanjang mataku memonitori sudut tempat ini, banyak orang berlalu lalang menyeret koper dan bersua dengan keluarga mereka. Pemandangan yang indah, iyaa bandara kusebut dengan tempat perpisahan dan pertemuan, bagaimana tidak, ada yang mengantar dan ada pula yang menjemput, sambil memandang gerak dan mimik banyak orang di bandara ini.
Disana, Kami mengisi kekosongan perut dengan menyantap makanan bawaan dari rumah. Sebelum melakukan agenda check in, Saya dan rombongan memastikan bahwa barang bawaan aman dan tidak melebihi kapasitas bagasi. Oke lanjut proses check in, boarding dan take off ke Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya pada pukul 14.45 WIB. Sambil menengok pemandangan yang terlihat di jendala kecil pesawat, masyaAllah sungguh indah ciptaan Allah Swt.
Sebelum landing ke Bandara Tjilik Riwut, pesawat yang kami tumpangi sempat mengalami trabulansi sebab kondisi cuaca yang buruk, dan kabarnya di Palangkarya juga hujan deras. Maka, pesawat diarahkan untuk landing di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin-Kalimantan Selatan. Sambil menunggu koordinasi antara awak pesawat dan pihak Bandara Syamsudin Noor, Kami semua tidak diperkenankan turun dari pesawat dan menunggu hingga cuaca di Palangka Raya membaik. Setelah menunggu kurang lebih 1,5 jam, pada akhirnya pesawat berangkat ke Bandara Tjilik Riwut, dan tiba pukul 20.00 WIB.
 "Alhamdulillah, kami semua telah menginjakkan kaki di Kalimantan Tengah dengan keadaan selamat, disinilah perjalanan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan resmi akan dimulai, setelah mengikuti rangkaian pembekalan di Kota Cantik Palangkaraya." Namun sebelum itu, izinkan saya untuk mengucapkan salam khas Kalimantan Tengah terlebih dahulu,
Tabe salamat lingu nalatai salam sujud
Karendem Malempang
Adil Katalino,Â
Bacuramin Kasaruga,
Basengat Kajubata
Arus, Arus, Arus !!!
First Impresion di Tempat Pengabdian
***
Suatu hal yang paling dinanti adalah tiba di tempat pengabdian dan action dalam kegiatan. Ditempatkan di daerah yang tidak pernah  kita ketahui, membuat diri sendiri menerka-nerka dan selalu berharap mendapat lingkungan yang welcome terhadap orang baru seperti saya. Inilah pengamatan pertama kalinya di tempat pengabdian dan nyatanya akan menemukan jawaban berbeda di lain hari.
Waktu itu, sekitar pukul 16.00 WIB, aku bersama kawan-kawan tiba di pelabuhan Palambahen, dimana setiap kepala desa bagian Pandih Batu menjemput peserta KKN yang akan mengabdi di desa tersebut. Suasana disini cukup ramai dengan menenteng tas dan menyeret sebuah koper kesana-kemari. Aku bersama tim kelompok menuju kelotok yang rumayan besar, kakiku menginjakkan ke dalam  kelotok diikuti oleh teman-teman beserta barang bawaan, dan amat terasa begoyang kelotok-nya. Setelah semua duduk, nahkoda menyalakan mesin dan berjalanlah perahu yang sedang kami tumpangi. Ini adalah pertama kalinya aku menumpangi kelotok dan aku agak takut sebab tidak bisa berenang. Tapi dibalik ketakutan tersebut, aku berusaha berpikir positif sambil menikmati pemandangan beserta percikan air dari lintasan kelotok yang menyegarkan wajah.
Bu Nuwa selaku dosen pembimbing lapangan kami, juga ikut serta disini dan beliau menyuruh kami untuk membasuh wajah dengan Sungai Kahayan agar awet muda dengan ekspresi tertawa. Beliau menegaskan tentang mitos Sungai tersebut, jika kita berkunjung ke Kalimantan dan meminum Sungai Kahayan atau membasuh wajah dengan air tersebut, maka kita kelak akan berjumpa kembali dengan kota tersebut.
Pada pukul 17.00 WIB, aku dan kawan-kawan tiba di desa Karya Bersama. Desa ini terletak di dataran rendah dan  berada di pinggir Sungai Kahayan yang terkenal akan panjang dan luasnya daripada sungai lainnya. Kegiatan ini diawali dengan pembukaan KKN yang dihadiri oleh kepala desa beserta jajarannya dan secara simbolik dosen pembimbing lapangan menyerahkan kami kepada pihak desa untuk mengabdi di desa tersebut. Kepala desa juga memberikan arahan kepada Kami terkait program kegiatan selama 30 hari mengabdi, begitu pula arahan dari pihak kepolisian dan tentara.
 Usai kegiatan,kamipun berfoto bersama dengan pihak desa beserta dosen pembimbing lapangan. Kami semua diajak untuk melihat sebuah sekolah Taman Kanak-Kanak yang akan menjadi tempat penginapan atau lebih tepatnya rumah sementara selama 30 hari, disitulah nantinya kami akan memasak, merencanakan kegiatan sekaligus evaluasi, dan tempat untuk beristirahat. Berhubung tidak adanya penyekat antara cewek dan cowok, maka perempuan ditempatkan di rumah ibu sekertaris desa yang letaknya tidak jauh dengan posko. Namun, tempatnya memang ala kadarnya. Hal tersebut tidaklah masalah bagi kami, yang terpenting ada tempat untuk berteduh saja sudah cukup.
Usai melihat-lihat kondisi pos KKN, kami mengantar ibu Nuwa ke dermaga sebab beliau akan kembali ke desa Palambahen menggunakan kelotok. Disinilah aku bersama kawan-kawan turut mendiskusikan tentang air bersih dan bersepakat, bahwa perihal memasak dan minum harus membeli atau mengisi ulang galon, sebab kami belum terbiasa mengambil dari Sungai Kahayan.
Hal yang menarik lagi ialah alat transportasi penyebrangan yang digunakan ke desa lain menggunakan kelotok. Hal tersebut, menjadi suatu yang biasa ditumpangi oleh masyarakat desa Karya Bersama sebab mereka menyakini akan baik-baik saja. Namun, ketika saya dan kawan-kawan menyaksikan dan merasakan menaiki kelotok amatlah berbahaya sebab air disini cukup dalam, apalagi mereka tidak menggunakan pelampung. Namun ini menjadi kearifan lokal di desa Karya Bersama, yang sering mengunakan alat transportasi ini. Kami sangat antusias mencobanya, walau awalnya takut sebab tidak terbiasa.Â
Yang Ku Tahu Tentang Budaya di desa Karya Bersama
***
Ada pepatah yang mengatakan "dimana bumi berpijak, disitulah langit dijunjung". Itulah kata pepatah yang memiliki makna bahwa dimanapun kita berada, kita harus menghargai norma yang ada. Termasuk di dalamnya adalah perbedaan agama, budaya, adat-istiadat dan sebagainya. Â Â Â Â Â
Budaya merupakan suatu hal yang ada di setiap daerah, dan biasanya berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Begitupula di desa Karya Bersama, budaya yang cukup menarik, terlebih saya berasal dari suku Jawa, tentunya ini adalah pengalaman baru untuk mengenal budaya dari suku Banjar. Maka tidak heran, jika perspektif budaya masyarakat di desa Karya Bersama masih kental dengan budaya Banjar serta juga dipengaruhi oleh ritual keagamaan khususnya agama Islam. Contoh kegiatan yang dilakukan adalah peringatan Maulid Nabi. Di samping itu, masyarakat di desa ini, mayoritas berasal dari suku Dayak dan Banjar. Sedangkan sebagian kecil berasal dari suku Sunda, Jawa, Madura, dan Batak. Berikut ini, beberapa budaya di desa Karya Bersama yang diterapkan selama KKN berlangsung;
1. Salam khas Kalimantan Tengah
Bermula datang ke Kalimantan Tengah yang mana menghadiri pembukaan sekaligus mengikuti pembekalan KKN Kebangsaan hingga di tempatkan di tempat pengabdian lokalisasi desa Karya Bersama, saya mulai mengenal salam budaya yang sering diucapkan saat membuka acara formal maupun rapat. Konon katanya, salam budaya tersebut berasal dari suku Dayak yang terkenal dengan menjunjung tinggi adat dan budaya. Bagi mereka adat istiadat adalah harta yang tidak ternilai.
Adil ka'talino, Bacuramin ka' Saruga,Â
Basengat Ka' Jubata, arus arus arus !!.
Artinya: Â
Dalam hidup ini kita harus bersikap adil, jujur tidak deskriminatif terhadap sesama, dengan mengedepankan perbuatan-perbuatan baik seperti di Surga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, setuju,setuju,setuju!!.
2. Memenuhi undangan dan memakan suguhan yang ditawarkan
Saat seseorang memberi undangan kepada kita, maka kita harus mengusahakan untuk datang dan tidak diperkenankan untuk menolaknya. Konon, katanya jika menyakiti seseorang dan orang tersebut mendoakan sesuatu yang buruk akan kenyataan. Begitu pula, saat seseorang menyuruh kita untuk memakan sebuah hidangan, maka tidak diperkenankan untuk menolaknya.
Jika memang, kita tidak memakan maka diperkenankan untuk berkata sempulun pak/bu (mohon maaf saya tidak memakan itu pak/bu). Jika dikaitkan dengan pendidikan agama, tentunya hal tersebut memang benar adanya, haruslah menghargai dan tidak boleh menyakiti hati semua orang sebab akan menimbulkan dosa.
3. Menaiki kelotok
Perahu menjadi kearifan lokal di desa Karya Bersama. Keterbatasan Jalan raya tidak membuat mereka lengah dan putus asa. Dalam bidang pendidikan, perdagangan,menyebrang di luar dusun dan keperluan membeli kebutuhan pokok, haruslah menaiki kelotok agar sampai ke tujuan. Kelotok dijadikan budaya untuk alat transportasi dan mayoritas memimilikinya.
Saya pernah bertanya kepada salah satu masyarakat yang ada disini beliau mengatakan disini memang banyak kelotok sebab orang mampu membelinya sedangkan mobil tidak. Selain itu, jalan saja tidak mendukung untuk dilewati mobil. Dari sinilah besar harapan saya, kelak akan dibangun jalan raya dan jembatan di desa Karya Bersama agar semua aktivitas tidak menggunakan kelotok sebab hal demikian berbahaya dari segi keamanan.
4. Membawa daun hidup
Saat aku dan temanku cewek hendak ke posko, kami membawakan makanan khas Banjar untuk kawan-kawan yang berada di sana. Kebetulan, suasananya setelah magrib, kamipun diberitahu oleh ibu asuh kami untuk membawa daun hidup jika membawa makanan khususnya melewati kuburan. Awalnya saya sempat bingung sebab di Jawa tidak ada. Ternyata maksud ibu asuh kami adalah memetik daun yang berada di pohon, kemudian dimasukkan ke dalam makanan yang sedang dibawa. Konon, katanya ini merupakan tradisi orang Dayak, terkait membawa daun hidup mereka mempercayai bahwa ketika sudah membawa daun hidup, kita akan jauh dari kesialan seperti sakit dan tidak diganggu oleh makhluk halus.
5. Menutup pintu saat Magrib tiba hingga menjelang pagi
Kebiasaan di dusun Parahandai, setelah magrib tidak ada suatu aktivitas apapun kecuali di dalam rumah. Suasana di sini juga terlihat sepi, dan seluruh pintu di tutup. Jika dikaitkan dengan agama Islam, memang hal ini sangat dianjurkan jikalau setelah Magrib semua pintu ditutup rapat agar makhluk halus tidak berkeliaran masuk ke dalam rumah. Konon, saat Magrib tiba makhluk halus dilepaskan oleh Allah Swt. Namun anehnya usai Isya'pun keadaan rumah juga ditutup rapat sehingga setelah waktu Magrib tiba, tidak ada aktivitas apapun sehingga suasana amat sepi.
6. Ritual perpisahan yakni Tampung Tawar
Saat kami hendak meninggalkan desa terdapat kegiatan selametan dan ritual tampung tawar. Kegiatan ini sering dilakukan bagi mereka yang hendak melakukan penjalanan jauh. Selain itu, kegiatan ini didahului dengan selametan sekaligus membaca surah Yasin kemudian setelah acara tersebut, dilaksanakan ritual tamping tawar.
Tampung tawar adalah ritual yang selalu dilakukan di acara suku Dayak. Kegiatan tersebut bisa diartikan sebagai cara mengucap syukur, mengharapkan berkah dan menolak bala' atau musibah. Pada kegiatan ini bahan-bahannya adalah air yang dicampur dengan air parfum dan potongan pandan, lalu dipercikkan ke kepala, pundak dan telapak tangan, serta kaki dengan menggunakan potongan pandan. Konon katanya, air melambangkan supaya hidup orang yang dipercikkan air parfum itu selalu harum, baik dan namanya selalu menjadi nama yang baik.
Hal Yang Berkesan Selama KKN Kebangsaan
***
a. ToleransiÂ
Dalam KKN ini, saya dapat mengambil suatu hal yang menarik sekali. Menjadi lebih peka terhadap lingkungan dan tentunya berkesan sekali sebab ini adalah pertama kalinya hidup dalam keberagaman baik agama maupun suku dan adat istiadat. Maka, dimana bumi berpijak, disitulah langit dijunjung. Itulah kata pepatah yang memiliki makna bahwa dimanapun kita berada, kita harus menghargai norma yang ada.
Di desa Karya bersama mayoritas menganut agama Islam, sedangkan di dalam tim KKN Kebangsaan terdiri dari beragam agama yakni Islam, Katolik dan Kristen. Walaupun demikian, toleransi beragama berjalan dengan baik. Dan disinilah aku menyadari bahwa ternyata orang non- muslim memiliki toleransi yang amat tinggi. Begitupun dengan perintah dalam Islam untuk menerapkan toleransi beragama dalam segala hal. Sebagaimana yang tertuang dala QS. Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi " Untukmulah agama-Mu dan untukkulah agama-Ku".Â
Disini yang menyentuh hatiku adalah benar-benar mengimplementasikan toleransi beragama bersama kawan-kawan. Saat ibadah saling mengingatkan dan menghargai, apalagi yang paling kurindukan ialah makan bersama dengan berdoa sesuai kepercayaan masing-masing. Selain itu, toleransi juga tercermin ketika menutup acara formal dengan melakukan doa, senatiasa mengucap " sebelumnya mohon izin memimpin doa secara syariat Islam".
Disamping itu, di desa Karya Bersama mayoritas berasal dari suku Dayak dan Banjar. Tentunya sangat berbeda dengan saya yang berasal dari Jawa, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri untuk saya agar mampu beradaptasi, apalagi kawan-kawanku juga berasal dari berbagai suku yakni Batak, Dayak, Banjar, Sunda, dan Melayu serta Jawa. Tentunya bahasa dan logatnya berbeda. Namun disitulah kita mengetahui secara nyata bahwa Indonesia memiliki warna-warni perbedaan dan disitulah akan merasakan kedamaian. Disinipun kita juga menyadari bahwa bahasa Indonesia merupakan pemersatu bangsa.
b. Waktu
KKN Kebangsaan membuka pola pikirku untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Ternyata waktu yang kita habiskan untuk rebahan, bersenang-senang menonton film di bioskop, bermain game, media sosial dan lain sebagainya lebih berguna untuk membantu sesame maupun memajukan suatu desa.
c. Bersyukur
Mengajarkan aku untuk senang berbagi khususnya perihal ilmu, tenaga maupun pikiran. Dan hal yang penting adalah berada di desa Karya Bersama membuat diriku untuk senatiasa bersyukur apa yang telah aku miliki dan meminimalisir sikap gampang mengeluh. Air yang bewarna coklat, jalan yang sulit dan menimba ilmu dengan penuh tantangan yakni harus menyebrang sungai membuat diriku lebih sadar untuk senanatiasa bersyukur.
Persembahan Puisi :Â
Pengabdian singkat tapi bermakna
Oleh : Ike Rahayu
Â
Kami bersyukur, menjadi delegasi  universitas,
Guna mengabdi pada negeri melalui KKN Kebangsaan ini.
Dipertemukan dengan orang dan lingkungan baru,
Membuatku belajar tentang arti kehidupan, kebersamaan dalam perbedaan
Membuatku belajar tentang berbagi dan mensyukuri nikmat Illahi
Membuatku belajar tentang hidup bukan perihal tenar, tapi bermanfaat bagi sekitar
Pertemuan yang menyenangkan,
Kelucuan, kesederhanan, kebersamaan dan perjuangan telah kita lalui 30 hari.
Waktu emang selucu itu,
Saat lama, kita hanya menghitung kapan berakhir,
Tapi saat akhir tiba, sesedih itu.
30 hari, sudah terlewati, dengan beragam agenda
Lelah, mengeluh itu pasti, namun tlah terobati,
Ya....
Program kerja terlaksana, walau ada kendala
Tapi, kita mampu melewatinya.
Kawan-kawan,
Kita berhasil, mengabdi dengan sepenuh hati, merelakan tenaga dan pikiran untuk desa ini,
Sampai jumpa kembali, di titik kesuksesan masing-masing, kawan-kawan.
Terimakasih kalian semua,
Terimakasih desa Karya Bersama,
Terimakasih kota cantik Palangkaraya,
dengan sejuta kenangannya.
     Â
 (*Ike/ Alumni KKN Kebangsaan Tahun 2022)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI