Mohon tunggu...
Ike Rahayu Putri
Ike Rahayu Putri Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Suka menulis khususnya bidang pendidikan. Instagram: @ ike_rahayu03

Selanjutnya

Tutup

Kkn Pilihan

Lewat KKN, Aku Jadi Mengenalmu (Kearifan Lokal) di Bumi Tambun Bungai

30 Juni 2024   22:43 Diperbarui: 30 Juni 2024   22:59 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat seseorang memberi undangan kepada kita, maka kita harus mengusahakan untuk datang dan tidak diperkenankan untuk menolaknya. Konon, katanya jika menyakiti seseorang dan orang tersebut mendoakan sesuatu yang buruk akan kenyataan. Begitu pula, saat seseorang menyuruh kita untuk memakan sebuah hidangan, maka tidak diperkenankan untuk menolaknya.

Jika memang, kita tidak memakan maka diperkenankan untuk berkata sempulun pak/bu (mohon maaf saya tidak memakan itu pak/bu). Jika dikaitkan dengan pendidikan agama, tentunya hal tersebut memang benar adanya, haruslah menghargai dan tidak boleh menyakiti hati semua orang sebab akan menimbulkan dosa.

3. Menaiki kelotok

Perahu menjadi kearifan lokal di desa Karya Bersama. Keterbatasan Jalan raya tidak membuat mereka lengah dan putus asa. Dalam bidang pendidikan, perdagangan,menyebrang di luar dusun dan keperluan membeli kebutuhan pokok, haruslah menaiki kelotok agar sampai ke tujuan. Kelotok dijadikan budaya untuk alat transportasi dan mayoritas memimilikinya.

Saya pernah bertanya kepada salah satu masyarakat yang ada disini beliau mengatakan disini memang banyak kelotok sebab orang mampu membelinya sedangkan mobil tidak. Selain itu, jalan saja tidak mendukung untuk dilewati mobil. Dari sinilah besar harapan saya, kelak akan dibangun jalan raya dan jembatan di desa Karya Bersama agar semua aktivitas tidak menggunakan kelotok sebab hal demikian berbahaya dari segi keamanan.

4. Membawa daun hidup

Saat aku dan temanku cewek hendak ke posko, kami membawakan makanan khas Banjar untuk kawan-kawan yang berada di sana. Kebetulan, suasananya setelah magrib, kamipun diberitahu oleh ibu asuh kami untuk membawa daun hidup jika membawa makanan khususnya melewati kuburan. Awalnya saya sempat bingung sebab di Jawa tidak ada. Ternyata maksud ibu asuh kami adalah memetik daun yang berada di pohon, kemudian dimasukkan ke dalam makanan yang sedang dibawa. Konon, katanya ini merupakan tradisi orang Dayak, terkait membawa daun hidup mereka mempercayai bahwa ketika sudah membawa daun hidup, kita akan jauh dari kesialan seperti sakit dan tidak diganggu oleh makhluk halus.

5. Menutup pintu saat Magrib tiba hingga menjelang pagi

Kebiasaan di dusun Parahandai, setelah magrib tidak ada suatu aktivitas apapun kecuali di dalam rumah. Suasana di sini juga terlihat sepi, dan seluruh pintu di tutup. Jika dikaitkan dengan agama Islam, memang hal ini sangat dianjurkan jikalau setelah Magrib semua pintu ditutup rapat agar makhluk halus tidak berkeliaran masuk ke dalam rumah. Konon, saat Magrib tiba makhluk halus dilepaskan oleh Allah Swt. Namun anehnya usai Isya'pun keadaan rumah juga ditutup rapat sehingga setelah waktu Magrib tiba, tidak ada aktivitas apapun sehingga suasana amat sepi.

6. Ritual perpisahan yakni Tampung Tawar

Saat kami hendak meninggalkan desa terdapat kegiatan selametan dan ritual tampung tawar. Kegiatan ini sering dilakukan bagi mereka yang hendak melakukan penjalanan jauh. Selain itu, kegiatan ini didahului dengan selametan sekaligus membaca surah Yasin kemudian setelah acara tersebut, dilaksanakan ritual tamping tawar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun