Islam adalah agama Rahmatan lil ‘alamin, melingkupi kesejahteraan seluruh makhluk di alam ini termasuk di dalamnya umat manusia. Sebagaimana yang telah kita ketahui semua aktivitas manusia seharusnya sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah (berdasarkan Alquran dan Hadits). Salah satu, aktivitas manusia selain beribadah (Q.S. Az-Dzariyat: 56) yakni ber-muamalah alias melakukan kegiatan ekonomi (Q.S. Al-Baqarah: 282, 283, Q.S Al-Qashash: 26, Q.S Yusuf : 55 dan sebagainya). Karena Islam menuntut kesimbangan hidup antara di dunia dan di akhirat. Sesuai dengan hadis berikut :
“Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok pagi.”
(Hadits Riwayat Al-Baihaqi)
Tanpa kesana-kemari, berbelit-belit dan panjang lebar, saya akan menjelaskan tentang “Kriteria Transaksi Keuangan Syari’ah” menurut KDPPLKS-IAI (Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah-Ikatan Akuntan Indonesia) tahun 2007 khususnya paragraf 27 adalah sebagai berikut :
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan saling paham dan saling ridho.
Para pihak, baik pegawai bank dan nasabah LKI (Lembaga Keuangan Islam) harus memahami secara mendalam perihal transaksinya itu sendiri. Jika nasabah belum memahami, maka kewajiban LKI untuk menerangkan kepada nasabah sehingga jelas dan tidak ada keraguan lagi diantara mereka.
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thoyib). Keberkahan akan diperoleh sepanjang cara, objek, dan tujuannya baik.
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan komoditas. Hal ini telah dijelaskan dalam teori ekonomi Imam Al-Ghazali.
4. Tidak mengandung unsur riba. “Esensi riba adalah setiap tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam uang serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya; dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-barang ribawi termasuk pertukaran uang (money exchange)yang sejenis dan tidak sejenis baik secara tunai maupun tangguh.”
5. Tidak mengandung unsur kezaliman. “Esensi kezhaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas, dan temponya, mengambil sesuatu bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya.”
6. Tidak mengandung unsur maysir. “Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktifitas serta bersifat perjudian.”