Sampel yang digunakan adalah 30 negara dalam rentang tahun 1980 -- 2001 dan 169 negara dengan rentang waktu 1995 -- 2001. Hasilnya, pada pengujian hipotesis pertama menunjukan bahwa tingkat kasus korupsi di sebuah negara tidak memiliki dampak pada terjadinya serangan teror terhadap sebuah negara. Hasil serupa pun terlihat pada pengujian hipotesis kedua yang menyatakan tingkat kasus korupsi tidak memberikan efek positif terhadap munculnya kelompok terorisme domestik di suatu negara. *hasil lengkap penelitian dapat dilihat pada daftar referensi*
Dari dua penelitian yang diambil sama-sama memberikan hasil yang kurang untuk membuktikan kejahatan korupsi memberikan dampak pada menguatnya aktivitas terorisme. Mungkin hal ini terjadi karena cakupan penelitian sangat luas dan rentang waktu yang panjang sehingga data yang diolah hanya mengambil pada hasil statistik, seperti Corruption Perception Index (CPI) dan Global Terrorism Index (GTI). Penulis mencoba untuk mencari penelitian yang cakupannya lebih sempit hanya pada sebuah negara dan menggunakan sampel data propaganda dari suatu kelompok terorisme domestik. Akan tetapi, penulis tidak menemukan penelitian tersebut dalam bentuk jurnal maupun buku. Â
 Terdapat sebuah laporan tentang hubungan antara korupsi dan terorisme yang diterbitkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Laporan yang terbit di tahun 2017 ini berjudul "Terrorism, Corruption and The Criminal Exploitation of Natural Resources".Â
OECD menjelaskan keterhubungan antara dua kejahatan ini lebih dilihat pada segi anggaran. Korupsi di sektor pemerintahan khususnya pada bidang pertahanan dan militer akan menghambat operasionalisasi kegiatan penanggulangan terorisme domestik dan transnasional. Selain itu, korupsi disinyalir akan memberikan celah bagi kelompok untuk mendapatkan sumber pendanaan dari bentuk-bentuk korupsi, seperti pencucian uang dan pembentukan perusahaan cangkang untuk menyembunyikan dana.
Pada akhirnya, korupsi merupakan sebuah penyakit yang perlu ditangani segera sebelum menghancurkan tatanan sosial dan publik semakin tidak percaya kepada pemerintahannya. Berbagai dampak destruktif yang dapat menghambat pembangunan dalam segi fisik, manusia bahkan berpotensi menghidupkan kejahatan lainnya harus dihindari.Â
Hal  tersebut dapat mencakup pada transparansi dalam penggunaan dana publik, penegakan hukum yang tegas, serta melakukan edukasi dan pemberdayaan masyarakat tentang memahami dan menghindari praktek-praktek korupsi. Upaya itu harus dijalankan dengan komitmen tinggi dan melibatkan semua elemen masyarakat dengan menjunjung sifat kejujuran, keadilan dan berintegritas tinggi.
Referensi:
Bayu, D. (2023). ICW: Penindakan Kasus Korupsi Meningkat Pada 2022. Dataindonesia.Id. https://dataindonesia.id/varia/detail/icw-penindakan-kasus-korupsi-meningkat-pada-2022
Kumparan. (2021). Dampak Indeks Korupsi RI Jeblok: Kepercayaan Publik Turun, Ekonomi Terganggu. Kumparan.Com. https://kumparan.com/kumparannews/dampak-indeks-korupsi-ri-jeblok-kepercayaan-publik-turun-ekonomi-terganggu-1vAQwEheFRs/full
Medistiara, Y. (2023). Kejagung Tetapkan 1 Tersangka Baru Kasus Korupsi BTS Kominfo. Detik.Com. https://news.detik.com/berita/d-6734523/kejagung-tetapkan-1-tersangka-baru-kasus-korupsi-bts-kominfo
Mustofa, M. (2010). Kleptokrasi: Persengkongkolan Birokrat-Korporat sebagai Pola White-Collar Crime di Indonesia. Kencana.