Mohon tunggu...
Sayyidah Syafiqoh
Sayyidah Syafiqoh Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Santri sekaligus mahasiswa. Aktif di PKPT IPPNU STAIM

Bercita-cita menjadi pembicara publik, juga penulis handal. Oleh karenanya berusaha dan berdoa adalah dua hal yang harus di lakukan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

What is Introvert and Extrovert?

2 Juli 2020   09:31 Diperbarui: 2 Juli 2020   10:19 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mengerti kebanyakan para introvert suka malas kalau diajak nongkrong. Diajak small talk, basa-basi, itu wajar, yang tidak wajar itu cara dia menolak ajakan tersebut. Cara kita memperlakukan orang itu skills, bukan masalah introvert atau ekstrovert. Social skills itu sangat penting untuk dipelajari, baik in atau eks.

Saya dulu juga merasa seperti itu, untuk apa berinteraksi dengan orang lain kalau tidak begitu penting?  namun ada satu hal yang merubah pandangan saya.

Ketika saya lulus SMA dan masuk dunia kampus mulai aktif di organisasi, saya mulai mengenal banyak karakter dari temen-temen saya, dan saya  sadar bahwa mereka yg lebih membuka diri dengan orang dan lingkungan baru, hari-hari mereka dilalui dg penuh warna, dan ini menjadi pelajaran tersendiri bagi saya, yang dulu saya sering menghindar dari mereka karena beranggapan hanya akan membuang energi dan waktu, malah ternyata mereka dulu memiliki visi dan misi yang sama seperti saya saat ini, maka bisa dikatakan saya sedikit terlambat menyadari betapa penting untuk bermu'amalah dan belajar social skills itu.

Jadi akhirnya saya menangkap satu konsep, kalau misal kita berinteraksi dengan banyak orang, mau mengenal banyak orang dengan bidang keahlian yang berbeda-beda, bergaul sama mereka, bersosialisasi, itu tidak serta merta membuang waktu dan energi, karena itu disebut invest waktu atau menginvestasikan hubungan kita dengan orang lain untuk kemudian akan bermanfaat nantinya. Beda loh yaa dengan memanfaatkan orang lain, itu beda kasus.

Jadi... introvert maupun ekstrovert bisa sama-sama cerewet, sama-sama pendiam, bisa sama-sama tidak punya banyak teman, bisa sama-sama punya banyak teman. Yang membedakan adalah ketika mereka butuh untuk mengisi energi, si tipe Introvert pergi menyendiri, seperti menyepi, ke gunung, baca buku, melukis sendirian, nonton, dll. Sedangkan si tipe Ekstrovert mengisi kembali energinya dengan cara bertemu orang lain, mendengar cerita, berdiskusi, ikut seminar, dll

Saya pribadi apabila bertemu dengan kawan baru, saya lebih suka diem dan menutup diri, tapi saya adalah seorang ekstrovert, karena ketika butuh energi, saya lebih suka bertemu dg orang lain, mendengar cerita, diskusi dll. Temen saya, Yayan,  diluar dia dikenal lebih welcome daripada saya, lebih lincah dan mudah bergaul sekalipun dg orang baru, tapi dia  adalah seorang introvert, karena cara dia mengisi energinya adalah dengan banyak menyendiri, membuat puisi, membuat cerpen, dan membuat karya-karya yang lain.

Kedua, apakah kalau kita ekstrovert atau introvert maka selamanya akan seperti itu? tidak bisa berubah? dan apakah jika kita sering berubah-ubah antara introvert atau ekstrovert maka saya disebut ambivert?

kata Gustav Jung, manusia itu berada dalam garis continuum antara introvert -- ekstrovert. Karena sifatnya kontinuum, maka seseorang bisa cenderung ke salah satu dalam satu waktu, dan ke sisi lain pula dalam beberapa waktu. Artinya, bergantung pada situasi, kita tidak selamanya introvert dan tidak seterusnya ekstrovert, dan apabila cenderung berganti-ganti atau sering berada diantara keduanya maka bukan pula disebut ambivert.

Berdasarkan tulisan ini, maka saya ingin menyampaikan bahwa kehadiran ilmu psikologi antara introvert ekstrovert bukan bermaksud untuk mengkotak-kotakkan manusia. Tapi sebagai referensi untuk diri sendiri, harus ngapain kalau lagi butuh energi jiwa, apakah dengan melakukan self-distancing dengan menyepi, menyendiri, atau dengan diskusi, ikut seminar. Jadinya dua tipe in-eks ini bukan untuk menilai dia seperti apa, cocoknya dengan pekerjaan apa, bukan pula soal cocok berjodoh dengan siapa. Ini hanya soal, dari sumber mana energi psikis itu datang.

Tapi kembali lagi, keputusan di tangan kalian, saya hanya memberikan sedikit perumpamaan, karena terbukti dengan saya memutuskan untuk memperbanyak relasi dan meningkatkan skills social interaction saya, kualitas pribadi dan cara berpikir saya secara perlahan menjadi lebih baik dari saya yang kemarin, dan saya mengerti menjalin hubungan dengan orang baru itu membutuhkan pengorbanan, waktu dan energi.

Pertanyaannya, penting tidak untuk mempunyai banyak teman yang mau mensupport kita ketika kita berada di titik terendah? orang-orang yang se visi dengan kita? orang-orang yang mengerti kita dan mendukung mimpi-mimpi kita? punya support system yang bisa menyuntikkan energi ke kita?. Semuanya kembali ke diri kita masing-masing. tidak akan ada yang mau mati-matian bertarung untuk mimpi-mimpi kita kecuali diri kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun