Mohon tunggu...
Sayyidah Syafiqoh
Sayyidah Syafiqoh Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Santri sekaligus mahasiswa. Aktif di PKPT IPPNU STAIM

Bercita-cita menjadi pembicara publik, juga penulis handal. Oleh karenanya berusaha dan berdoa adalah dua hal yang harus di lakukan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

What is Introvert and Extrovert?

2 Juli 2020   09:31 Diperbarui: 2 Juli 2020   10:19 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah~

Hallo kawanku, Selamat datang di bulan Juli ^^

Kali ini saya mau #berbagiopini saya bersama kalian. Beberapa waktu yg lalu saya sempat small talk bersama temen, dan secara tiba-tiba pembahasan kita sampai pada karakter seseorang. Dimana setiap diri kita memiliki karakter yang berbeda, ada yang mudah bergaul meskipun dengan orang baru, ada juga yang menutup diri.

First of all, saya selalu berharap semoga teman-teman diberikan kemudahan oleh Allah untuk menebar kebaikan melalui media apapun, senantiasa sentosa serta sehat dan dilancarkan rezeki baik nilai maupun keberkahannya. Aamiin^^

oke! langsung aja!

Kali ini saya ingin berbagi topik : What Is Introvert and Ekstrovert?

Eits tunggu dulu, judulnya mungkin mainstream, tapi saya janji isi topiknya bakalan seru dan in syaa Allah bermanfaat.  Introvert ekstrovert ini menurut saya  adalah bagian dari self-awareness sehingga kalian tidak akan bosan membacanya, in syaa Allah. Dan juga, sifat opini saya ini bebas yaa, tidak memaksa pihak manapun untuk menyetujui. If u agree then its cool but if you're not then its ok~. Paham yaa^^

Baik, lets get into it~

Istilah Introvert Ekstrovert mulai dikenalkan dan dijelaskan oleh tokoh psikologi yang bernama Carl Gustav Jung (baca: Yung) ada tahun 1921 dalam buku yang berjudul Psychologische Typen, Rascher Verlag, Zurich (kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh H.G. Baynes, 1923). Apakah kita masih bisa menemukan buku itu? aah, sepertinya hanya bisa ditemukan dalam bentuk e-book saja.

Banyak yang salah paham dalam memahami seperti apa introvert ekstrovert ini, apalagi semenjak bocornya alat tea MBTI ke internet dan bahkan ada aplikasi excel lengkap dengan interpretasinya. Ditambah banyak pelatihan-pelatihan yang memakai metode in-ex ini namun dengan dudukan yang tidak tepat bahkan sangat keliru dalam menafsirkan hasilnya.

Apa itu introvert dan ekstrovert?

Pemahaman masyarakat saat ini tentang introvert ekstrovert adalah:

Introvert: pendiam, tertutup, enggan berteman, kurang seru

Ekstrovert: santuy, outgoing, banyak bicara, enerjik, banyak teman

Sebetulnya bukan begitu, Gustav Jung bilang bahwa manusia itu punya sesuatu mekanisme yang disebut dengan sikap jiwa, yaitu orientasi pilihan seseorang dalam mengisi kembali energi ke dalam dirinya. Ibarat mengisi daya baterai (charge) maka jiwa menurut Jung butuh diisi dan tipe dari cara orang mengisi energi tersebut berbeda-beda.Yang mengisi dengan orientasi ke dalam itu Introvert dan yang mengisi dengan orientasi keluar itu Ekstrovert

Pertama, yang jago sosialisasi itu cuma ekstrovert, introvert nggak bisa. Ini sebetulnya keliru, karena in/eks cuma masalah cara kita berpikir sama cara nanggepin stimulus dari luar. ini gak ada hubungannya sama kemampuan sosialisasi sama sekali. bisa sosialisasi atau enggak itu karena social skills. 

Yang namanya skill itu perlu dilatih. kita lahir aja gak langsung bisa jalan, belajar dulu ngerangkak sampe bisa jalan, lari, loncat. Gak pernah tuh, waktu kecil kita belajar jalan, pas jatoh terus bilang: gua gak bisa jalan, soalnya gua introvert, nyaman dirumah aja.

Mirisnya, kebanyakan introvert yang saya tanyakan berfikir demikian, menjadikan "introvert" sebagai alasan untuk tidak mau belajar social skills. Social skillsnya jelek, gak pernah dilatih karena diem doang dikamar buat baca komik, nonton film, maen game, nulis, ngegambar, rebahan, dll. terus bilangnya nggak bisa sosialisasi karena introvert.

Saya pernah berbincang dengan seorang introvert,  dia cerita banyak dari teman-temannya yang kurang suka dengannya, saya tanya lah alasannya. dia pun bilang karena dia suka nolak ajakan teman-temannya buat keluar. pas saya tanya gimana cara dia nolak, dia bilang cara nolaknya kayak gini:

"Sori, aku males nongkrong sama kalian, gajelas"

ya iyalah, gmna dia gak dibenci?

Social skillsnya parah banget :(

Saya mengerti kebanyakan para introvert suka malas kalau diajak nongkrong. Diajak small talk, basa-basi, itu wajar, yang tidak wajar itu cara dia menolak ajakan tersebut. Cara kita memperlakukan orang itu skills, bukan masalah introvert atau ekstrovert. Social skills itu sangat penting untuk dipelajari, baik in atau eks.

Saya dulu juga merasa seperti itu, untuk apa berinteraksi dengan orang lain kalau tidak begitu penting?  namun ada satu hal yang merubah pandangan saya.

Ketika saya lulus SMA dan masuk dunia kampus mulai aktif di organisasi, saya mulai mengenal banyak karakter dari temen-temen saya, dan saya  sadar bahwa mereka yg lebih membuka diri dengan orang dan lingkungan baru, hari-hari mereka dilalui dg penuh warna, dan ini menjadi pelajaran tersendiri bagi saya, yang dulu saya sering menghindar dari mereka karena beranggapan hanya akan membuang energi dan waktu, malah ternyata mereka dulu memiliki visi dan misi yang sama seperti saya saat ini, maka bisa dikatakan saya sedikit terlambat menyadari betapa penting untuk bermu'amalah dan belajar social skills itu.

Jadi akhirnya saya menangkap satu konsep, kalau misal kita berinteraksi dengan banyak orang, mau mengenal banyak orang dengan bidang keahlian yang berbeda-beda, bergaul sama mereka, bersosialisasi, itu tidak serta merta membuang waktu dan energi, karena itu disebut invest waktu atau menginvestasikan hubungan kita dengan orang lain untuk kemudian akan bermanfaat nantinya. Beda loh yaa dengan memanfaatkan orang lain, itu beda kasus.

Jadi... introvert maupun ekstrovert bisa sama-sama cerewet, sama-sama pendiam, bisa sama-sama tidak punya banyak teman, bisa sama-sama punya banyak teman. Yang membedakan adalah ketika mereka butuh untuk mengisi energi, si tipe Introvert pergi menyendiri, seperti menyepi, ke gunung, baca buku, melukis sendirian, nonton, dll. Sedangkan si tipe Ekstrovert mengisi kembali energinya dengan cara bertemu orang lain, mendengar cerita, berdiskusi, ikut seminar, dll

Saya pribadi apabila bertemu dengan kawan baru, saya lebih suka diem dan menutup diri, tapi saya adalah seorang ekstrovert, karena ketika butuh energi, saya lebih suka bertemu dg orang lain, mendengar cerita, diskusi dll. Temen saya, Yayan,  diluar dia dikenal lebih welcome daripada saya, lebih lincah dan mudah bergaul sekalipun dg orang baru, tapi dia  adalah seorang introvert, karena cara dia mengisi energinya adalah dengan banyak menyendiri, membuat puisi, membuat cerpen, dan membuat karya-karya yang lain.

Kedua, apakah kalau kita ekstrovert atau introvert maka selamanya akan seperti itu? tidak bisa berubah? dan apakah jika kita sering berubah-ubah antara introvert atau ekstrovert maka saya disebut ambivert?

kata Gustav Jung, manusia itu berada dalam garis continuum antara introvert -- ekstrovert. Karena sifatnya kontinuum, maka seseorang bisa cenderung ke salah satu dalam satu waktu, dan ke sisi lain pula dalam beberapa waktu. Artinya, bergantung pada situasi, kita tidak selamanya introvert dan tidak seterusnya ekstrovert, dan apabila cenderung berganti-ganti atau sering berada diantara keduanya maka bukan pula disebut ambivert.

Berdasarkan tulisan ini, maka saya ingin menyampaikan bahwa kehadiran ilmu psikologi antara introvert ekstrovert bukan bermaksud untuk mengkotak-kotakkan manusia. Tapi sebagai referensi untuk diri sendiri, harus ngapain kalau lagi butuh energi jiwa, apakah dengan melakukan self-distancing dengan menyepi, menyendiri, atau dengan diskusi, ikut seminar. Jadinya dua tipe in-eks ini bukan untuk menilai dia seperti apa, cocoknya dengan pekerjaan apa, bukan pula soal cocok berjodoh dengan siapa. Ini hanya soal, dari sumber mana energi psikis itu datang.

Tapi kembali lagi, keputusan di tangan kalian, saya hanya memberikan sedikit perumpamaan, karena terbukti dengan saya memutuskan untuk memperbanyak relasi dan meningkatkan skills social interaction saya, kualitas pribadi dan cara berpikir saya secara perlahan menjadi lebih baik dari saya yang kemarin, dan saya mengerti menjalin hubungan dengan orang baru itu membutuhkan pengorbanan, waktu dan energi.

Pertanyaannya, penting tidak untuk mempunyai banyak teman yang mau mensupport kita ketika kita berada di titik terendah? orang-orang yang se visi dengan kita? orang-orang yang mengerti kita dan mendukung mimpi-mimpi kita? punya support system yang bisa menyuntikkan energi ke kita?. Semuanya kembali ke diri kita masing-masing. tidak akan ada yang mau mati-matian bertarung untuk mimpi-mimpi kita kecuali diri kita sendiri.

Segitu dulu topik kali ini, maaf apabila kurang banyak dan terkesan terburu-buru hehe. Oh ya tambahan, sambil lalu #berbagiopini, saya dan teman-teman seangkatan saya di kampus sedang dalam tahap menyelesaikan tugas akhir, mohon do'a nya agar kami diberi kemudahan dalam menyelesaikan tugas akhir kami.

Terima kasih atas dukungan serta saran topik dari teman-teman, semoga saya bisa segera berkapasitas untuk membahas topik-topik berat yang disarankan wkwk

Ciao!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun