Mohon tunggu...
Ika Sunarmi
Ika Sunarmi Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi. (Helvy Tiana Rosa)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dia, Vanilla

7 November 2020   19:28 Diperbarui: 7 November 2020   19:46 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Vanilla," ucapnya menyambut tanganku. Seketika jantungku kembali berdegub kencang mana kala tangannya menyentuh telapak tanganku. Kali ini aku tak bisa menghidar, dia pasti merasakan degub jantungku.

"Nama yang unik," ucapku kemudian.

Dia tersenyum dan menarik tangannya dari genggamanku. Aku ingin mengeggamnya lebih erat, tapi kuurungkan. "Mamaku juga pecinta Vanilla, saking cintanya sampai anaknya diberi nama vanilla. Tapi aku menyukainya," jelasnya sambil tersenyum. 

Kami menyeruput vanilla latte dari gelas kami masing-masing sesaat setelah pesanannya datang. Aku menghirupnya pelan seperti ketika aku menikmati kopiku. Sensasi rasanya mengalir melalu kerongkongan dan menyebar hingga ke seluruh syarafku. Benar saja, sensasi ini pula yang kurasa ketika menikmati kopi hitamku. Pantas saja gadis ini begitu menyukai vanilla latte.

"apa kau menyukainya?"

Kubuka mataku, dia menatapku penasaran. "Ya, aku jatuh cinta," jawabku kemudian. Aku jatuh cinta pada rasa vanilla latte, tapi aku lebih jatuh cinta pada gadis di hadapanku ini. Sepertinya aku harus menarik kembali niatku untuk tidak mencinta lagi. Ternyata masih ada gadis pencinta vanilla latte yang membuat duniaku berbeda. 

Kami menikmati semburat jingga sembari menghabiskan vanilla latte kami masing-masing. Dan entah ide dari mana, kami juga berbagi kopi hitam pesananku. Aku baru saja tahu namanya, tapi aku seolah telah mengenalnya begitu lama. Aku telah jatuh cinta pada apa yang baru saja kami lakukan bersama. 

Saat dia berpamitan untuk meninggalkan cafe lebih dulu karena sedang ada urusan. Aku melepasnya dengan berat hati. Namun, aku menyadari satu hal. Kami hanya saling tahu nama. Aku bahkan tidak sempat meminta kontaknya, aku juga tidak menanyakan dimana dia tinggal, dimana dia bekerja. Tapi aku yakin kami akan bertemu kembali dalam waktu dekat.

Kursi di hadapanku telah kosong. Aku beranjak dari kursiku. Kuputuskan untuk ke pemakaman menemui gadis masa laluku. Aku harus mengatakan padanya, dia tak perlu mencemaskan aku lagi. aku telah menemukan seseorang itu. Seseorang yang begitu mencintai kaktus. Seseorang bernama Vanilla. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun