Sebagai lanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul "Konflik Berkepanjangan Rusia-Ukraina: Bagian I", artikel ini akan lebih membahas mengenai alasan mengapa Ukraina ingin bergabung dan mengambil tindakan 'pro' kepada European Union dan NATO, serta sistem geopolitik yang menjadi akar permasalahan invasi Rusia ke Ukraina. Penasaran? Yuk, tuntaskan keingintahuan kalian di bawah ini!
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan European Union dan NATO?Â
Menurut wakil menteri ESDM--Arcandra Tahar, pada awalnya, Ukraina memiliki hubungan yang cukup bagus dengan Rusia sejak hancurnya Uni Soviet, mulai dari peningkatan kerja sama dalam perdagangan sampai Ukraina memperbolehkan Rusia menggunakan pipa gas dalam pengeksporannya ke seluruh Eropa.Â
Namun, oleh sebab berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Rusia, ditambahkan lagi dengan penyerangan kepada wilayah Chechnya dan Georgia, membuat banyak rakyat Ukraina mempertanyakan aliansi mereka dengan Rusia.Â
Namun, hal ini akan berubah drastis dengan tahun 2013, Presiden Ukraina bernama Viktor Yanukovych, tidak menandatangani Free Trade Agreement dengan Uni Eropa, melainkan ingin memperdalam relasi dengan Rusia.Â
Oleh karena itu, Warga Ukraina dengan kontroversi didukung oleh NATO, melancarkan sebuah revolusi pada 2014 bernama Revolusi Harga Diri (Â ) dengan hasil menjatuhkan Presiden Yanukovych dan mengorganisir parlemen Ukraina.Â
Hasil ini, membuat Rusia marah dengan tekanan Warga Rusia di Ukraina Timur, Rusia menganeksasi Krimea dan Wilayah Donbas. Hasil ini, menghancurkan relasi dengan Rusia, sehingga Ukraina ingin berkali-kali bergabung dengan NATO dan sekaligus Uni Eropa.
Hal ini pun berkesinambungan dengan data yang diambil pada tahun 2018. Menurut Kulchytskyy dan Mishchenko, sekitar satu persen orang Ukraina berusia muda mendukung Rusia sebagai panutan untuk perkembangan negaranya, sedangkan 69-71% orang menentangnya dengan sebagian besar orang memilih tiga alasan utama yang menyangkut Rusia, yaitu agresi, kekejaman, dan kediktatoran (Kuzio, 2018:535).
Buffer Zones, sistem geopolitik yang menjadi permasalahan
Mengutip dari Prevelakis (2019), dalam konsep Geografi Politik, Buffer Zones merupakan sebuah konsep di mana dapat dikatakan sebagai sebuah daerah yang terkena demiliterisasi kekuasaan yang membagi suatu blok secara geopolitik, ideologis, atau perkembangan peradaban.
Selain itu, ia pun menambahkan bahwa Buffer Zones digunakan sebagai suatu pembatasan yang menstabilkan sekaligus sebagai suatu perbatasan wilayah geografis melawan permasalahan internal yang telah dibentuk pada abad ke-20.
Menurut pejabat Kementerian Luar Negeri Rusia---Sergei Ryabkov, hal ini merupakan suatu paranoia paling besar bagi Rusia yang ingin mempertahankan kekuasaannya.Â
Faktor ini terjadi setelah jatuhnya Uni Soviet pada 1991 (Kinasih, 2022). Berbagai Negara Boneka Mereka justru ingin bergabung dengan lawan mereka yaitu NATO, sehingga berbagai negara seperti Polandia, Hongaria, Rumania, dan Bulgaria memilih untuk menjauhi kekuasaan Kremlin. Sampai pecahan Uni Soviet lainnya seperti Estonia, Latvia, dan Lithuania bergabung juga dengan NATO.Â
Sifat Ekspansi Politik ini meningkatkan nafsu Kremlin untuk mempertanyakan perjanjian Malta antara AS dengan Uni Soviet mengenai ekspansi organisasi yang berbasis militer.Â
Oleh karena itu, secara geopolitik, Rusia membentuk CSTO untuk mengontrol politik NATO di Eropa Timur, tetapi Ukraina tidak mengikuti organisasi tersebut, dan menghambat pergerakan Rusia dalam hal ini, meskipun di Eropa terdapat Belarus yang sebagai suatu tempat penyerangan yang bagus.
Permasalahan geopolitik mengenai buffer zones menurut seorang analis politik yang berbasis di Moskow--Michael Wasiura, disebabkan oleh perjalanan panjang selama berabad-abad dari Moskow yang berusaha melindungi wilayahnya dari pihak luar.Â
Secara psikologis-historis, hal ini berkaitan dengan keinginan Rusia untuk mengendalikan perkembangan politik Ukraina dan Belarusia secara implisit.
Ia menjelaskan bahwa di zaman Tsar, buffer zones yang berupa wilayah tanah pertanian yang luas dapat melindungi Rusia dari ancaman Napoleon Bonaparte.Â
Sebab, pasukan Bonaparte terjebak di wilayah tersebut yang mana di utara sedang terjadi perang di sebuah pedesaan, dan di selatan ada pasukan Rusia.Â
Pasukan Perancis tidak dapat melalui jalur lainnya karena pasokan makanan sudah habis dan musim dingin akan tiba, sehingga mau tidak mau mereka kembali ke Perancis, dan pasukan Rusia bisa dengan mudah mengikuti mereka sepanjang perjalanan pulang.Â
Menurut Wasiura (2021), Kremlin menginginkan buffer zones di saat ini bukan untuk melindungi diri dari tank NATO atau pun rudal mereka, tetapi Kremlin ingin memperluas wilayah untuk menghindarkan ancaman politik bagi kelas penguasa Rusia.
Keterangan:
1.Kubu anti-Maidan: Oposisi gerakan ultra-nasionalis yang sebagian besar merupakan etnis dan orang berbahasa Rusia, atau pro-Rusia, di wilayah timur dan selatan Ukraina (Mandel, 2016, Ishchenko, 2020).
2.Neo-Nazi: Gerakan politik kanan untuk membangkitkan lagi fasisme Nazi.
3.Ultra-nasionalis: Anti-Rusia dari wilayah barat Ukraina, di Maidan (Mandel, 2016).
Disusun oleh Departemen Keilmuan IKASSLAV UI 2022:
1. Fatma Maula Syakira
2. Darryl Muhammad Rakha
3. Stanley Satria Utama
Sumber Referensi
Fahrurodji, A. (2005). Rusia Baru Menuju Demokrasi. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Ghifari, D. A., & Widhiasti, M. R. (2021, January). Denazification in Netflix Series Dogs of Berlin (2018). In International University Symposium on Humanities and Arts 2020 (INUSHARTS 2020) (pp. 78). Atlantis Press. Retrieved from https://www.atlantis-press.com/article/125962550.pdf
Hunter, R. (2022). The Ukraine Crisis: Why and What Now?. Survival, 64(1), 7-28. Retrieved from https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00396338.2022.2032953
Kinasih, S. (2022, January 21). Pangkal Ketakutan Rusia, Ekspansi NATO atau Demokratisasi Ukraina? Tirto.ID. Retrieved from https://tirto.id/pangkal-ketakutan-rusia-ekspansi-nato-atau-demokratisasi-ukraina-gnRy
Kuzio, T. (2018). Euromaidan revolution, Crimea and Russia--Ukraine war: why it is time for a review of Ukrainian--Russian studies. Eurasian Geography and Economics, 59(3-4), 529-553. Retrieved from https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/15387216.2019.1571428
Magocsi, P. R. (1996). A History of Ukraine. University of Toronto Press. ISBN 0-8020-7820-6
Mandel, D. (2016). The conflict in Ukraine. Journal of Contemporary Central and Eastern Europe, 24(1), 83-88. Retrieved from https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/0965156X.2016.1171011
Prvlakis, G. (2009). (2009). Buffer Zone. In N. Thrift & R. Kitchin (Eds.), International Encyclopedia of Human Geography (pp. 362-367). Elsevier Science. Retrieved from https://doi.org/10.1016/B978-008044910-4.00761-6
Sokolov, Mikhail. (2022, February 5). Zachem Putin Napal na Ukrainu?. Radio Svoboda. Accessed 9 Maret, Â 2022. Retrieved from https://www.svoboda.org/a/zachem-putin-napal-na-ukrainu/31722623.html
Umland, A. (2019). Irregular militias and radical nationalism in post-euromaydan Ukraine: The prehistory and emergence of the "Azov" Battalion in 2014. Terrorism and Political Violence, 31(1), 105-131. Retrieved from https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09546553.2018.1555974
Wasiura, M. (2021, November 24). The ballot, not the bullet: Russia's pursuit of a geopolitical buffer zone. Institute of Modern Russia. Retrieved from https://imrussia.org/en/analysis/3382-the-ballot,-not-the-bullet-russia%E2%80%99s-pursuit-of-a-geopolitical-buffer-zone
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H