"Vs." atau "Versus" menjadi album Pearl Jam yang pertama saya kenal. Dari album inilah saya mulai jatuh hati pada band grunge asal Seattle ini.
Kala itu, saya dan teman-teman dalam perjalanan ke Majalengka untuk pergi melayat orangtua teman yang meninggal dunia.
Pulang sekolah, masih memakai seragam putih abu, kami ber-13 menggunakan dua kendaraan. Satu Kijang berisi 9 orang, satu lagi Jimny Jangkrik berisi 4 orang. Dulu sih, masih imut-imut yak, satu mobil Kijang bisa dimaksimalkan isinya.
Sejak dari Bandung, tape mobil itu memainkan lagu-lagu Pearl Jam yang membuat saya kepincut. Saya baru tahu bahwa teman yang bapaknya memiliki mobil itu ternyata penggemar Pearl Jam.
Sementara teman-teman asyik mengobrol, saya mah khusuk meresapi suara Eddie Vedder, betotan bass Jeff Ament, genjrengan gitar yang bersahutan antara Mike McCready dan Stone Gossard serta dentuman drum Dave Abbruzzese.
Nah, di sekitar daerah Sumedang, Eddie Vedder terpaksa berhenti bernyanyi ketika Jimny yang ada di depan kendaraan yang saya tumpangi salto sebanyak dua kali.
Panik sekali. Untungnya, 4 orang teman saya yang salah satunya sedang berduka itu selamat dan hanya mengalami luka ringan serta memar.
Setelah pihak kepolisian datang, kami pun melanjutkan perjalanan. Teman-teman yang mengalami kecelakaan diantar langsung oleh Pak Polisi ke tujuan.
Pearl Jam memang akan selalu mengingatkan saya kepada kejadian buruk tersebut, namun di kemudian hari Pearl Jam menjadi salah satu penghiburan saya.
Album Vs. ini menakjubkan karena dapat mencetak rekor penjualan album sebanyak lebih dari 950 ribu kopi dalam lima hari pertama perilisannya. Kini, album yang covernya bila dipanjangkan penuh dengan tulisan tangan dan ketikan mesin tik untuk lirik itu telah diganjar sertifikat platinum sebanyak 7 kali oleh R.I.A.A.
Banyaknya album yang terjual ini makin membuat Pearl Jam menjadi bulan-bulanan penggemar, kritikus musik alternatif, bahkan sesama musisi grunge karena dituduh terlalu komersil, seperti yang telah mereka rasakan saat album "Ten" rilis.
Banyak tantangan yang harus ditaklukkan band yang telah menelurkan 11 album ini saat menyusun "Vs." Dave Abbruzzese yang memiliki permainan drum yang sangat berbeda menggantikan posisi Dave Krusen yang harus menjalani rehabilitasi alkohol sedangkan Brendan O'Brien menduduki kursi yang Rick Pharasar tinggalkan sebagai produser. Dua orang baru yang membutuhkan adaptasi cepat.
Selain itu berkembangnya konflik pribadi dan rasa tidak suka Eddie Vedder kepada tempat yang dijadikan studio rekaman pun merupakan tantangan-tantangan yang harus diatasi.
Seperti halnya Foo Fighters yang memakai encino mansion di film "Studio 666" untuk merekam muatan album, maka Pearl Jam kala itu menggunakan studio mewah di Marin County California Utara.
Hal ini membuat Vedder merasa tidak nyaman di tempat yang sangat nyaman, hayoloh. Ia pun kehilangan banyak inspirasi, oleh karena itu ia lebih memilih pergi ke San Fransisco dan hidup beberapa hari secara nomaden.
Salah satu keistimewaan "Vs." adalah Pearl Jam merekam satu lagu pada satu waktu, tidak bertahap seperti halnya musisi rock tahun 90-an lainnya. Kemampuan O'Brien melibatkan semua personil dari awal sampai akhir membuat tak ada satu pun yang merasa kelelahan dan bosan. Trik Brendan O'Brien ini dapat dikatakan berhasil.
Album bercover domba nyengir dibalik pagar kawat ini awalnya memiliki judul "Five Against One" seperti lirik "Animal." Oh ya, nomor "Animal" ini favorit teman saya, pokoknya dulu, di tengah obrolan dia kerap melancarkan serangan kata "one, two, three, four, five, against one" seperti yang Vedder dendangkan. Sungguh, orang yang aneh, eh.
"Five Against One" pada detik-detik terakhir perilisannya diganti menjadi Vs. dengan alasan yang belum jelas, bahkan hingga kini.
Saking terlambatnya menyerahkan pengganti judul, ada beberapa cetakan cover kaset pertama yang judulnya masih "Five Against One."Â
Sebenarnya album ini melahirkan nomor-nomor hits seperti "Daughter," "Animal," "Elderly Woman Behind the Counter in a Small Town," "Dissident" dan "Glorified G," namun Pearl Jam tidak membuatkan video musiknya barang satu pun.
Dilansir dari Billboard, menurut Jeff Ament, sikap anti video ini adalah hasil dari pertemuan dengan Mark Eitzel, pimpinan klab musik Amerika yang mengatakan bahwa video "Jeremy" telah merusak visi yang terkandung dalam liriknya.
Kala itu band yang berdiri tahun 1990 di bawah nama Mookie Blaylock ini pun merasa dimusuhi oleh Epic Records. Ya, perusahaan rekaman ini memiliki permintaan agar Vedder meninggikan vokalnya yang langsung ditolak mentah-mentah oleh band.
Keberadaan Dave Abbruzzese, drummer yang direkomendasikan Matt Chamberlain merupakan tantangan tersendiri. Abbruzzese belum apa-apa telah berlagak bagai rockstar dan itu tidak disukai Vedder dan teman-temannya.
Eddie Vedder murka ketika tahu bahwa drummer yang tidak ikut dilantik oleh "Rock and Roll Hall of Fame" itu membeli dua senjata yang di kemudian waktu ia akui hanya berupa senapan angin.
Kemarahan Vedder tak mereda dan ia tuangkan pada lagu "Glorified G." Lagu ini bernuansa country, funk, dan rock yang kental.
Setidak-puguhnya kelakuan Abbruzzese, harus diakui bahwa dia adalah drummer hebat yang memberi kontribusi penting pada album ini, salah satunya pada nomor "Go."Â
Lagu yang awalnya hasil utak-atik dari gitar akustik menjadi komposisi dengan hentakan-hentakan drum yang menyenangkan yang bergairah tanpa henti sampai akhir.
"Daughter" merupakan lagu akustik yang berkisah tentang seorang gadis yang mengalami kesulitan belajar namun dianggap pembangkang dan akhirnya dianiaya oleh orang tuanya.
Nomor ini langsung melesat menjadi hit dan menduduki peringkat #1 tangga lagu Mainstream Rock Billboard selama delapan minggu berturut-turut serta menjadi single Top 40 pertama di tangga lagu Pop.
"Dissident" dan "Eldery Woman Behind The Counter In A Small Town" merupakan dua lagu pelan yang memiliki kelebihannya masing-masing.Â
"Dissident" memiliki melodi gitar yang menawan, lambat tapi kuat. Akan halnya "Eldery Woman Behind The Counter in a Small Town", bernuansa melow dan berkisah tentang seorang wanita yang tidak pernah meninggalkan kampung halamannya.
Saya suka sekali dengan baris "I just want to scream hello", terasa sangat emosional.
"W.M.A" ditulis oleh Vedder yang terinspirasi dari pelecehan yang ia lihat dengan mata kepala sendiri dan dilakukan oleh oknum polisi terhadap seorang pria berkulit gelap yang tengah duduk-duduk bersamanya.
Sebuah kliping tentang Malice Green, pria Afro-Amerika yang meninggal setelah berkelahi dengan polisi di Detroit pada tahun 1992 menghiasi halaman lirik "W.M.A."
Dentuman drum yang bergulir oleh Dave Abbruzzese sangat mengasyikan ditambah suara tebal bass yang dimainkan oleh Ament menggenapi lagu bernuansa funk ini.
Rasa funk pun dapat ditemukan di nomor "Blood" dengan sisipan thrash metal. Ya, lumayan lah ya bikin mata melek walaupun sebenarnya bila didengar-dengar "Blood" mungkin hanya menjadi pelengkap di album istimewa ini.
"Rearviewmirror" menjadi lagu favorit saya di album ini. Yap, lagu ini beraroma new wave dengan riff gitar dan bass yang sangat sinkron dan berkisah tentang Vedder yang meninggalkan ayah tirinya demi renjananya.
Ungkapan 'melihat dari spion' diartikan, ia akan menjauh dan tak akan memikirkannya lagi. Di kemudian hari, Pearl Jam menamai album "Greatest Hits 1991-2003" dengan "Rearviewmirror."
"Rats" menjadi lagu funk-rock nan ringan yang sangat menghibur. Di lagu ini band yang kini memiliki Matt Cameron sebagai drummernya itu membandingkan manusia dengan tikus, dan hasilnya tikus mungkin jauh mengagumkan.
Menariknya baris "Ben, the two of us need look no more," merupakan lirik pembuka dari "Ben" lagu milik Michael Jackson yang juga merupakan judul film yang rilis tahun 1972.
Film ini berkisah tentang koloni tikus yang mengambil alih dunia manusia, dan "Ben" adalah nama tikus yang melindungi seorang anak yang mengidap penyakit jantung.
"Leash" terdengar agak berat dengan teriakan Eddie Vedder yang mengesankan. Lagu ini ada yang bilang sangat tidak beraturan, tapi saya sih sangat menikmati walaupun suara Vedder memang naik turun, kesana-kemari, heuheu.
"Indifference" menjadi lagu penutup dari album yang penuh energi ini. Nomor pelan yang ngeblues ini menjadi sesi cooling-down yang lumayan berhasil. "Indifference" ini dulu menjadi salah satu lagu pengantar tidur saya yang lumayan tokcer.
Tak terasa, album "Vs." telah berusia 29 tahun, namun muatannya masih sangat menarik untuk didengarkan dengan lirik yang masih relevan untuk direnungkan hingga kini. Satu hal "Vs." telah membuktikan bahwa tanpa merilis single dan video musik, Pearl Jam dapat berada di titik tertingginya.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H