Saat saya kecil dulu, paling senang bila mendapat nasi berkat yang menggunakan besek sebagai tempatnya. Â Saya suka sekali dengan sensasi aroma besek yang bersatu padu dengan nasi dan lauk yang ada di dalamnya.
Nasi besekan ini biasanya didapat dari tetangga yang tengah hajat. Â
Isi nasi besekan terdiri nasi putih, empal sapi/gepuk, ase cabe gendot utuhan, tahu goreng, sambel goreng kentang, pindang telur, ikan asin goreng tepung, kerupuk udang, dan pisang ambon.
Biasanya satu besek itu dibagi 4. Â Saya, kedua kakak saya, dan ibu. Â Biarkan bapak mencari berkatnya sendiri, heuheu.
Nah, menu dalam besekan yang saya sukai adalah pindang telur dengan warna kulit coklat tua. Â Kata ibu, agar kulit telur berwarna coklat dan meresap sampai tulang eh dalam memasaknya dengan menggunakan daun jambu klutuk/biji, daun jati, atau kulit bawang merah.
Sepanjang karir saya memasak, saya belum pernah membuat pindang telur versi ini. Â Namun demikian, saya pernah memasak pindang telur ala Tiongkok yang menggunakan teh.
Pindang telur ala orang Tionghoa ini diolah dengan menggunakan herba-herba tertentu sehingga memiliki rasa, penampakan, dan aroma yang khas.
Di daerah asalnya, pindang telur biasanya dijual oleh pedagang kaki lima sebagai camilan. Â Olahan telur dari Tiongkok ini di kemudian hari menyebar di seluruh penjuru Asia dengan berbagai variasinya.
Nama pindang telur di Tiongkok adalah teh telur atau ch y dn (Mandarin) atau marble egg (Inggris). Â
Mengapa disebut marble egg? Â Karena motifnya seperti marmer. Â