Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ketika Kabel Listrik Menghalangi Keindahan Masjid

30 April 2020   13:50 Diperbarui: 30 April 2020   14:21 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu bangunan yang memiliki arsitektur  indah adalah masjid.   Sebagai sebuah bangunan, masjid tak hanya dilihat dari kegunaannya namun dari segi keartistikannya juga.

Masjid biasanya terdiri dari kubah, menara, tempat beribadah, tempat bersuci, dan fasilitas lain yang melengkapinya.  Beberapa bangunan tempat ibadah umat muslim ini memiliki ciri khas tertentu yang ditandai dari bentuk kubah dan menaranya yang menjulang.

Nah, kemarin ini saya sempat berkeliling di sekitaran tempat saya tinggal.  Bukan dalam rangka safari ramadan seperti yang dulu kerap Pak Harmoko lakukan namun untuk mengambil gambar.

Berhubung tidak memiliki jiwa fotografi maka gambar yang di dapat gak sesuai ekspektasi. Apalagi dilakukan dengan terburu-buru, takut diciduk satpol-PP karena berkeliaran di masa PSBB, heuheu.

Masjid pertama adalah masjid yang hanya berjarak tiga rumah dari tempat saya tinggal. Sejak saya pindah rumah ke tempat sekarang ini, masjid inilah yang kerap saya sambangi namun beberapa tahun ke belakang saya pindah haluan.
Mengapa? Karena masjid yang bersangkutan ada di pinggir jalan, lha ya masa di tengah jalan yak. Jadi suka gak khusuk gitu akutu kalo terawehan.

Dokpri
Dokpri
Nah, saya pun bermigrasi ke masjid di belakang rumah yang jaraknya 11 rumah, 1 kolam pemancingan, dan 1 tanah kosong dari rumah saya. Lumayan agak jauh sih tapi di masjid ini saya bisa taraweh sambil  jajan cuanki eh taraweh dengan lebih khusuk karena gangguannya hanya pada mulut anak-anak kecil yang comel, dihardik sedikit oleh emak-emak langsung mingkem walau gak lama.

Dokpri
Dokpri
Hubungan saya dengan masjid ini cukup erat karena anak saya RA dan TPA-nya di tempat ini.  Saya kerap bernaung di bawah menaranya yang menjulang ketika menanti anak-anak bubar atau di terasnya yang adem sambil gogoleran, eh gak deng, itu mah gak sopan. Rasanya damai sekali berada di kompleks masjid ini kecuali bila tiba-tiba ada ibu-ibu yang nawarin barang kreditan.

Dokpri
Dokpri
Melangkah mundur dari masjid ini ada masjid yang semuanya bercat putih.  Tak heran orang-orang menamainya dengan masjid putih. Masjid ini sekarang terasnya kerap dijadikan tempat istirahat para abang ojol selepas menunaikan ibadah shalat. Bagaimanpun sebuah masjid selalu memberi kenyamanan bagi yang membutuhkannya, ya kan?

Dokpri
Dokpri
Berlari ke komplek sebelah ada sebuah masjid yang baru saja di renovasi dan menjelma menjadi masjid yang megah. Masjid ini sangat hidup karena banyak sekali kegiatan yang dilakukan disana.  Masjid dengan kubah berwarna hijau dan bermotif geometris ini selalu ramai dikunjungi karena kerap menggelar ceramah dengan mendatangkan ustadz-ustadz kondang. Itu sebelum masa pandemi,  entah kini.

Terakhir adalah masjid yang masih ada di komplek yang sama.  Masjid ini sebenarnya dekat dengan pasar yang kerap saya sambangi namun karena bukan jalur saya pulang maka jarang dilewati kecuali bila sedang mencari baso Ojolali, eh.

Dokpri
Dokpri
Saya suka gaya arsitektur masjid ini, sederhana namun indah dan sangat teduh karena banyaknya pepohonan di halamannya.

Setelah ditilik-tilik sampai jungkir balik ternyata empat masjid ini memiliki kesamaan selain sama-sama masjid ya yaitu adanya kabel yang menjuntai di depanaya bagai kabel baja flying fox.  Kabel apakah itu? Iyak, kabel listrik, Pak Erick. Eh ternyata gak hanya kabel listrik saja, kabel telpon pun ikut meramaikan suasana.

Para kabel itu dengan sadar-sesadarnya telah menghalangi keindahan arsitektur masjid yang dengan susah payah telah diciptakan oleh sang arsitek.

Oleh sebab itu sudah saatnya semua kabel di tanam di tanah agar tidak mengganggu keindahan dan menjadi tempat nyangkutnya layangan.

Tapi apakah itu mungkin?

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun