Beberapa waktu lalu, saya pernah dibuat bingung tujuh keliling lapangan sepak bola ketika seseorang menyerahkan sebuah surat undangan berwarna pink. Â Lalu saya pun bertanya-tanya kepada diri sendiri apakah saya pernah membuat bubur merah dan bubur putih dalam rangka mengganti nama. Â
Atau, apakah akta kelahiran saya mengkhianati saya dengan menambahkan satu huruf di belakang nama saya? Â Ya, tak hanya bakso saja yang beranak, nama saya pun bisa beranak, heuheu. Â
Undangan berwarna pink itu datang dari Mas tukang kupat yang kerap mangkal di depan rumah saya dalam rangka menikahkan putrinya yang masih unyu-unyu dengan pemuda idamannya.Â
Jiwa kepo saya menggelora, saya pun bertanya kepada para tetangga sekitar rumah apakah menerima surat undangan yang sama. Â Dengan gegap gempita mereka pun menjawab "iyessssss".Â
Dan beberapanya melaporkan bahwa ada kesalahan penulisan nama seperti yang saya alami. Lha wong kenalnya saja selewat, bagaimana mau tahu nama seseorang dengan baik dan benar sesuai dengan ejaan yang disesuaikan, uhuks.
Acara pernikahan memanglah sangat membahagiakan, bawaannya semua ingin diundang. Namun, ya mbok jangan asal-asalan.  Memang sih biasanya ada catatan kecil di depan surat undangan yang berisi permohonan maaf bila ada  kesalahan dalam menuliskan nama dan gelar, tapi ya salahnya jangan borongan. Jangan sampai nafsu untuk berbagi kebahagiaan dari pengundang berubah menjadi nafsu angkara murka dari yang diundang.
Nah, lain hari saya mendapat undangan pernikahan lagi. Â Acaranya dihelat di sebuah gedung. Waktu baru menunjukkan pukul 12 siang ketika saya menginjakkan kaki di sana namun ternyata telah krisis hidangan.Â
Hal ini terjadi mungkin karena antara jumlah undangan dan banyaknya hidangan tidak mengalami kecocokan. Saya sih lumayan lah masih kebagian, banyak tamu yang datang setelah saya hanya bisa menikmati lagu dangdut di panggung hiburan sambil balik badan maju jalan, pulang.
Dua hal di atas adalah ciri-ciri penggelar acara pernikahan yang asal mengundang banyak orang tanpa memakai  perhitungan. Mungkin mereka lelah dengan semua undangan yang pernah diterima dari orang lain dan merasa wajib untuk balas dendam eh mengundang lebih banyak orang walau entah demi apa. Â
Yang pasti bukan Demi Moore karena bila iya itu lebih gawat soalnya bakal banyak tamu undangan yang terus datang seiring dengan kata more...moore...mooooore... eheheh.
Acara pernikahan saya mungkin adalah pernikahan yang paling banyak diprotes oleh masyarakat +62 yang tinggal di sekitar rumah. Mengapa? Karena saya hanya mengundang orang-orang terdekat di antaranya adalah Pak dan Bu RT, Pak dan Bu RW,  tetangga yang rumahnya paling dekat, keluarga, kerabat, sahabat, teman, dan atasan kami masing-masing. Maklum saya dan pasangan sama-sama tidak menyukai  keramaian yang membabi-buta. Â