Seperti hari-hari kemarin, Bima harus melewati hari ini dengan susah payah. Â Teman-teman di sekolah barunya itu kerap mengganggunya sesuka hati. Â Perawakan Bima yang tidak sebesar mereka serta sifat pendiamnya telah membuat beberapa temannya bertindak semena-mena terhadapnya. Â Untuk melawan mereka, Bima tak kuasa. Â
Seperti hari ini Bima dikurung di kamar mandi sekolah hanya karena ia tidak mendengar panggilan Ando.  Ando yang bertubuh besar itu langsung menghampirinya, menyeretnya menuju toilet lalu mengurungnya disana setelah sebelumnya memporak-porandakan isi tas  Bima.  Bima baru dapat keluar dari bilik toilet itu setelah Nanda, sahabat satu-satunya menemukannya disana.
***
Nanda melambaikan tangannya sesaat sebelum ia berbelok di jalan yang menuju ke rumahnya. Â Hujan deras tak membuat dua sahabat itu berhenti untuk sekedar berteduh. Â Bima berlari kecil dibawah derasnya rinai hujan sementara petir menyambar dengan diiringi bunyi gemuruh yang memekakkan telinga. Â Tiba-tiba ia merasakan sekujur tubuhnya bergetar dengan rasa sakit yang sangat seiring dengan cahaya kilat yang menyilaukan matanya. Â Bima terkapar di jalanan yang basah.
***
Bima membuka matanya, kini ia berada di ruangan dengan nuansa serba putih.
"Syukurlah kamu baik-baik saja Bim, kakek sangat mengkhawatirkan mu." Pria beruban itu tersenyum dan membelai kepala cucunya dengan lembut.
"Bima kenapa Kek?"
"Sepertinya kamu tersambar geledek, untung saja kamu tidak apa-apa. Hanya jemari kamu yang terluka."
***
Malam itu Bima terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Â Ia merasa ada yang aneh dengan dirinya. Ia menggerak-gerakkan jemarinya yang kesemutan. Â Namun seiring dengan gerakan jarinya, benda-benda dihadapannya datang berhamburan ke arahnya. Â
Bima terkejut, jantungnya berdegub kencang. Â Ia gerakkan kembali jemari tangan kanannya ke arah luar, selimut yang ia pakai langsung terlempar dari tubuhnya. Â Malam itu menjadi malam yang panjang bagi Bima karena ia sadar bahwa kini ia memiliki kekuatan yang entah datangnya dari mana.
***
"Heh Bima, uang mana uang?" Ando mencengkram kerah kemeja Bima. Bima menggeleng.
"Oh kamu menantang aku?" Wajah Ando memerah menahan amarah.
Bima menggeleng sementara itu Ando mulai merogohi saku celana dan kemeja Bima dengan paksa namun tidak menemukan apa yang ia cari. Â Dengan segera Ando melayangkan tinjunya kepada Bima. Bima pun tersungkur.
Ando menarik kerah kemeja Bima untuk membuatnya berdiri dan kembali mengepalkan tinjunya. Â Namun belum sempat tinju Ando melayang, Bima menjentikkan jemarinya ke arah tubuh Ando dan mendadak kakak kelasnya itu terlempar mencium tanah. Ando menatap Bima tak percaya, ia merasa kebingungan mengapa anak lelaki bertubuh kecil itu bisa melakukan hal yang tak terduga seperti itu. Â
Ando bangkit ia kembali menghampiri Bima dan mulai mengeluarkan jurus-jurusnya, namun Bima dapat menghadapi semuanya hanya dengan menjentikkan jemarinya yang membuat Ando terkapar lagi dan lagi. Â Ando pun ketakutan, ia pun lari tunggang-langgang.
Sejak hari itu Ando tidak pernah menganggunya lagi. Â Sedangkan Bima menyembunyikan kekuatannya dan hanya ia gunakan ketika ada yang membutuhkan pertolongannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H