Puisi macam apa ini. Protes  Yelena dalam hati sambil memajukan bibirnya. Namun sedetik kemudian bibir majunya berganti dengan kerutan di dahi ketika ia membaca kalimat di barisan paling bawah.
Dari seseorang yang bahagia karena mendapat lambaian tangan, sepercik senyuman, dan seulas tatapan.
Lambaian tangan dan senyuman? Pikiran Yelena mulai melayang. Kemarin dia melakukannya untuk ...
Ah, jadi surat ini dari Jendra? Yelena menyipitkan matanya, membaca kembali baris-baris puisi yang sedikit absurd itu.
Tapi ia heran darimana ketua himpunan Tehnik Mesin yang ganteng kalem cetar membahana itu mendapatkan semua kalimat seperti itu? Â Kalimat-kalimat yang sama sekali tidak cocok dengan semua yang ada di dalam diri Jendra.
Ah, Yelena tak mau memikirkannya, yang penting kini ia tahu bahwa ternyata Jendra menaruh perhatian juga kepadanya.
***
Udara pagi terasa sangat dingin, Yelena pun tergesa menaiki angkot kampus. Tak lama seseorang duduk tepat dihadapannya, membuat mata Yelena enggan berkedip.
"Halo Ye, tumben sudah ada di sini jam..." pemuda di depannya menengok jam tangannya.
"Enam?" Tanyanya sambil tersenyum manis.
Yelena tersipu, matanya kini mengerjap-ngerjap, tak beraturan bagai kaki amuba. Â Ia menatap wajah pemuda bernama Jendra itu. Ia menunggu Jendra mengatakan bahwa kemarin ia lah yang mengirimkan secarik kertas berwarna pink itu.