Kelebat wangi parfum yang baru saja melintas membuat Kei jatuh ke dalam pusaran masa lalu. Masa lalu yang membuat hatinya terasa diiris sembilu. Dan sembilu itu mulai mengoyak-ngoyak batinnya seiring dengan aroma wewangian tubuh yang kini mulai memenuhi rongga hidungnya.
Kei menatap sesosok lelaki berambut hijau yang tengah memunggunginya. Ia tak pernah salah, masa lalunya ada disini, diantara rak-rak tinggi lilin aroma terapi. Kedua kaki Kei seakan terpaku ke lantai, ia tak kuasa beranjak. Kenangan lama bagai gurat sidik jari yang perlahan timbul, mencabiknya tanpa ampun.Â
Kei menahan nafasnya ketika lelaki berambut hijau itu memutar tubuhnya. Di tangannya telah tergenggam sebentuk lilin yang sangat ia kenali. Tatapan mata mereka bertemu. Kei tak menyangka sosok itu akan kembali. Ia ingin mengucap 'hai' namun tak kuasa. Mereka hanya saling menatap, sunyi, tanpa kata tanpa suara diantara aroma lavender yang tak lagi menenangkan. Dia masih seperti dulu hanya sorot matanya yang berubah, menyala-nyala bagai api yang siap membakar apa saja.
"Kei?"
Sebuah suara memadamkan nyala api itu untuk sesaat.
Kei terhenyak.
"Ryu, ayo pergi. Waktuku tak banyak." Lelaki berambut hijau itu melangkahkan kakinya segera.
"Tapi, kak... Ini Kei..."
"Kei siapa?." Ia berteriak, kakinya melangkah dengan cepat.
Sekali lagi, Kei hanya bisa menatap punggung lelaki itu.