Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Di Penghujung Senja (33)

12 Oktober 2017   14:28 Diperbarui: 12 Oktober 2017   14:34 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : sciencedaily

Shia mendadak berang, ketika siang itu Rein menanyakan perihal Winda saat mereka bertemu di selasar yang menghubungkan gedung kuliah Shia dengan Kantin.  Rein terkejut, seharusnya ia lah yang pantas berang kepada pemuda itu, bukan sebaliknya.

"Ya, Winda memang dulu pacar aku, sekarang aku sudah putus sama dia," sembur Shia marah."Aku dengar dari mulut Winda sendiri, kalian baru jadian lagi. Kamu tahu apa artinya itu kan?"

Shia terdiam.

"Artinya, aku dan kamu itu sudah berakhir," sambung Rein.

"Aku gak mau ini berakhir." Shia menekuk wajahnya.

"Kamu gak sadar?  Kamu sendiri yang telah mengakhirinya."

"Rein, please."  Shia memelas.

"Sudah cukup Shi, kamu pasti gak tahu kan gimana rasanya di bohongi oleh orang terdekat kamu yang kamu pikir menyayangi kamu? Sakit Shi,  luka tanpa goresan kasat mata itu lebih menyakitkan," 

"Oh iya, aku ingin kamu kembalikan tiket freepass acara Dandy tempo lalu."

"Untuk apa, sudah kadaluarsa!" Shia memalingkan wajah masamnya.

"Untuk mengingatkanku bahwa sangat menyakitkan merampas sesuatu yang orang lain anggap penting."  Rein berkata ketus.

"Rein, kamu tahu kan apa yang bisa aku lakukan kepada kamu?" Tiba-tiba Shia mencengkram pergelangan tangan gadis itu dengan kuat.

"Terserah kamu, kamu mau melakukan apapun, aku sudah gak ada hubungannya dengan kamu. Kita sudah selesai." Rein mengibaskan lengannya dengan keras.

"Kamu tahu Rein,  aku memang gak pernah suka sama kamu. Kamu itu hanya mainan. Aku hanya ingin membuktikan bahwa aku bisa mendapatkan siapa saja, termasuk kamu." Mata Shia berkilat.

"Kamu itu hanya sebentuk noda. Sebenarnya aku ingin merubah noda itu,  tapi ternyata noda tetaplah noda. Kamu gak bisa berubah menjadi cahaya." Shia berbisik di telinga gadis yang berdiri tak bergerak.

"Jadi lupakanlah, lagi pula aku ingin tetap menjadi noda. Noda yang tahu dimana harus berada, noda yang membantu bagian lain terlihat lebih cemerlang dari padanya, noda yang harus segera kamu hapus dari lembaran bersih kisah hidup kamu. Selamat tinggal Shi." Rein berkata dengan selubung emosi  yang tengah memerangkapnya, nafasnya sesak.  Ia pun berlalu dari hadapan Shia yang kini berdiri kaku menatap kepergian Rein.

Shia menyandarkan punggungnya di salah satu pilar selasar. Kensunyian kini menemaninya.  Apa yang ia katakan tadi adalah kebohongan yang ia buat untuk menutupi kelemahannya.  Lemah, karena kini ia mulai merasakan rasa yang berbeda terhadap gadis itu.  Rasa tak rela ketika ia melihat orang lain dekat dengannya dan rasa sakit ketika gadis itu meninggalkannya.  rasa itu muncul tidak seperti rasa-rasa yang pernah ia lalui bersama gadis-gadis lainnya. Rasa itu adalah sebuah karma baginya.

Sementara itu ada sepasang mata yang tanpa sengaja memperhatikan mereka.  Pager Motorola yang ia genggam jatuh seketika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun