Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Di Penghujung Senja (33)

12 Oktober 2017   14:28 Diperbarui: 12 Oktober 2017   14:34 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : sciencedaily

"Rein, kamu tahu kan apa yang bisa aku lakukan kepada kamu?" Tiba-tiba Shia mencengkram pergelangan tangan gadis itu dengan kuat.

"Terserah kamu, kamu mau melakukan apapun, aku sudah gak ada hubungannya dengan kamu. Kita sudah selesai." Rein mengibaskan lengannya dengan keras.

"Kamu tahu Rein,  aku memang gak pernah suka sama kamu. Kamu itu hanya mainan. Aku hanya ingin membuktikan bahwa aku bisa mendapatkan siapa saja, termasuk kamu." Mata Shia berkilat.

"Kamu itu hanya sebentuk noda. Sebenarnya aku ingin merubah noda itu,  tapi ternyata noda tetaplah noda. Kamu gak bisa berubah menjadi cahaya." Shia berbisik di telinga gadis yang berdiri tak bergerak.

"Jadi lupakanlah, lagi pula aku ingin tetap menjadi noda. Noda yang tahu dimana harus berada, noda yang membantu bagian lain terlihat lebih cemerlang dari padanya, noda yang harus segera kamu hapus dari lembaran bersih kisah hidup kamu. Selamat tinggal Shi." Rein berkata dengan selubung emosi  yang tengah memerangkapnya, nafasnya sesak.  Ia pun berlalu dari hadapan Shia yang kini berdiri kaku menatap kepergian Rein.

Shia menyandarkan punggungnya di salah satu pilar selasar. Kensunyian kini menemaninya.  Apa yang ia katakan tadi adalah kebohongan yang ia buat untuk menutupi kelemahannya.  Lemah, karena kini ia mulai merasakan rasa yang berbeda terhadap gadis itu.  Rasa tak rela ketika ia melihat orang lain dekat dengannya dan rasa sakit ketika gadis itu meninggalkannya.  rasa itu muncul tidak seperti rasa-rasa yang pernah ia lalui bersama gadis-gadis lainnya. Rasa itu adalah sebuah karma baginya.

Sementara itu ada sepasang mata yang tanpa sengaja memperhatikan mereka.  Pager Motorola yang ia genggam jatuh seketika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun