Angkot kedua yang berjanji mengantarkan mereka ke depan mal dengan nyaman dan selamat telah ingkar karena seonggok kengerian yang membuat Jed merasa tidak nyaman dan terpaksa turun dengan wajah pucat pasi.
Dan kini angkot ketiga yang mereka tumpangi tiba-tiba melambat dan berhenti di kawasan areal pertokoan yang terkenal dengan aneka rupa produk jeans, untuk mencari penumpang.
“Kalau pulang, kamu pakai angkot jurusan ini ya?” Jed menggeser kaca jendela untuk membiarkan oksigen tambahan menyerbu ke dalam angkot yang kini mulai terasa pengap.
“Aha, aku naik ini sampai terminal, terus naik lagi ke terminal satunya lalu naik satu kali lagi, terus jalan, nyampe deh.”
“Waduh gak kira-kira jauh nya, kamu gak bosen naik angkot terus tiap hari.”
“Ya kalau bosen, terus aku mau naik apa? Kuda? Onta? gak lah. Kadang aku naik bis kota sih, kadang nebeng Senny juga kalo papinya sedang baik minjemin dia kendaraan. Ya kalau kata Ebiet G Ade mah perjalanan ini terasa sangat menyedihkan, sayang engkau tak duduk di sampingku kawan.“ Rein menyeringai.
“Fans Ebiet?” Jed mengernyit, senyum menawannya terkembang.
“Fans terpaut gen.”
“Maksudnya?”
“Orang tua ku ngefans ke dia. Dulu hampir tiap hari telingaku disergap suaranya om Ebiet, jadi secara gak langsung aku jadi hafal lagu lagunya dan akhirnya suka.”
“Terpaut gen.“ Ulang Jed sambil tertawa memperlihatkan dua gigi kelincinya yang memesona.