"Aku lelah, Gus. Sekarang ini aku hanya ingin sendiri."
*
Ge menyesap kopi pahitnya. Ia kembali teringat kepada perkataan yang meluncur dari mulut mamanya kemarin ini.
"Mama dan Papa sudah tua. Apakah salah bila kami ingin melihat kamu bahagia bersanding dengan seseorang?"
Memang tidak ada yang salah dari perkataan mamanya, namun sampai saat ini Ge belum ingin memikirkan hal itu. Ada pekerjaan yang menyita waktunya, hobi yang membuatnya selalu bersemangat, dan teman-teman yang selalu ada di sekelilingnya.
"Semua ada waktunya, Mam. Dan waktuku belum tiba. Toh aku merasa nyaman dengan keadaanku sekarang."
*
Jarum jam di tangannya telah menunjuk di angka 9 tepat. Baru saja Agus berpamitan untuk memeriksa keadaan sekitar yang sudah merupakan tugasnya sehari-hari.
Fe mematikan komputernya, dan mulai memberesi mejanya. Semua telah rapi, namun ia belum juga beranjak dari kursinya. Pikirannya masih bercabang. Beberapa kali mengalami kegagalan membuat Fe kini lebih berhati-hati dan tidak terburu-buru. Ia hanya ingin menjalani hidupnya dengan tenang. Namun, ternyata orangtuanya memandang lain. Mereka merasa khawatir dengan anak perempuannya yang sampai detik ini belum juga membawa seseorang untuk diperkenalkan.
*
Jawaban "ya" atau "tidak" sudah tak berlaku lagi karena esok adalah hari di mana pertemuan yang dibungkus dengan acara makan malam dua keluarga akan berlangsung.