"Dan yang paling penting penumpangnya gak di tumpuk bak pindang lagi kayak dulu karena jumlah armadanya kini telah mencukupi." Lanjut Dara.
Gadis manggut-manggut sambil melayangkan pandangannya ke kursi kursi yang masih kosong.
"Satu lagi, gak ada pedagang asongan, pencopet dan para pengamen yang sering bikin kamu muntab, iya kan?"
Gadis menaikan kedua alisnya. "Ya, armada ini sekarang memang jauh lebih nyaman dari jamannya karir kita naik bis kota masih cemerlang."
"Gak ada atap bocor kalau hujan, jendela yang macet ketika kepanasan, pedagang asongan yang berkeliaran, bangku tambahan di gang, plus pengamen yang bernyanyi dengan nada sumbang."
“Ditambah kita harus jago olah vokal dengan segala improvisasinya yaitu teriak teriak dan mendentingkan uang logam di tiang belakang." Dara menimpali.
"Belum lagi bau tujuh rupa yang menguar dari segala penjuru mata angin, berkolaborasi dengan bau badan kita karena lupa pakai bedak embeka." Gadis terbahak yang membuat semua mata penumpang dalam armada yang di dominasi warna biru itu mengarah kepadanya  dengan segera.
"Dan gak ada yang melototin kamu kayak gini kalau kamu tertawa ngakak sampai guling guling sekalipun." Bisik Dara sambil tersenyum simpul.
Gadis menutup mulutnya sambil mengangguk.
"Satu lagi, yang paling gak asik dari armada ini sekarang adalah kita gak bisa tidur dengan tentram sambil bertopang dahi di besi bangku bagian depan sementara gak ada satu pun mata yang memperhatikan."
Dara mengangguk.