Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Garis Tuhan

29 Juli 2016   15:18 Diperbarui: 30 Juli 2016   03:47 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidur nyenyak ya, sampai besok. Mama tutup jendela nya."  Wanita bersuara lembut yang matanya masih terlihat sembab itu pun beranjak.

Alih alih memejamkan mata, Anna justru merogoh tasnya mencari buku harian yang tadi ia jejalkan dengan tergesa. Namun secara tak sengaja jari nya menyentuh gagang kacamata yang ia temukan tadi siang. Anna menarik benda itu lalu mengamatinya. Kacamata Itu terlihat sangat kokoh, lensanya jernih. Tak ada sedikitpun goresan atau debu yang terlihat di sana. Frame nya berukir dengan pola yang belum pernah ia lihat sebelumnya,  indah sekali.

Kacamata apa ini? Minus atau plus?

Dengan hati hati Anna menyelipkan gagang kacamata Itu di kedua telinganya. Gadis itu menyipitkan dan membelalakan matanya bergantian, lalu menaikan dan menurunkan kacamata itu berkali kali. Namun tak ada perubahan apapun yang ia lihat, tidak membesar atau pun mengecil.

Anna berjalan hilir mudik memandangi setiap sudut kamarnya dari balik lensa kacamata itu. Kini di raihnya album foto yang tersimpan rapi di rak bukunya. Anna selalu menyukai foto-foto tempo dulu milik mamanya.

Foto foto yang menurutnya sangat aneh, baik pose maupun gaya busananya.  Ia membuka lembar pertama, di sana ada foto mamanya dengan rambut cepak yang dulu sangat terkenal di jamannya. Di atas foto itu ada rangkaian huruf yang di ambil dari guntingan majalah membentuk tahun dimana foto itu di buat.

Anna membaca rangkaian huruf itu, namun yang terjadi, dalam sekejap dunianya gelap. Anna merasakan sebuah sensasi bak menunggang roller coaster. Setelah beberapa saat, kegelapan di gantikan dengan kilauan berbagai macam cahaya warna warni yang berkelebatan seakan ingin menyusul satu sama lain. Kilatan warna itu membuat kepala Anna berdenyut, ia pun memejamkan matanya segera. Sementara itu di luar kamarnya, langit bagian timur di penuhi oleh jutaan kerlip cahaya yang turun dari langit. Hari itu adalah hari dimana badai meteor menyambangi bumi.

***

Anna membuka matanya perlahan. Ia melepas kacamata yang masih bertengger di hidungnya. Ia terperanjat, karena tidak lagi berada di dalam kamarnya. Kini ia berada di sebuah tempat yang sangat asing. Orang yang lalu lalang di hadapannya terlihat memakai busana yang sedikit out of date. Gaya rambut mereka mengingatkan akan gaya rambut orangtuanya ketika mereka masih muda. Anna berdiri mematung di depan sebuah studio foto, sepertinya ia pernah membaca nama studio itu tapi entah dimana.

Dengan ragu ia memasuki tempat itu. Studio foto itu sangat aneh, banyak macam kamera yang tidak di kenalnya berbaris dalam etalasenya yang berkaca kaca. Tanpa sengaja Anna menatap kalender yang tergantung di salah satu dinding nya. Ia terkejut, kalender itu menunjukan angka 1990. Anna kebingungan.

Ia bertanya kepada orang orang yang berada di dekatnya tentang kebenaran angka di kalender itu. Semua menganggukan kepala sambil menatapnya aneh. Anna terduduk lemas, ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Dalam kekalutan pikirannya, Anna mengenakan kembali kacamata Itu. Matanya terpejam, dan berharap ia kembali berada di dalam kamar nya yang hangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun