"Daniel.." pemuda berambut Liberty spikes dengan tatto yang ramai di lengannya itu berteriak memanggil Daniel dengan suara yang kasar. Megan terkejut setengah mati. Selain karena suara itu pun karena ada beberapa orang yang terlihat sangar mengikuti pemuda yang hidungnya dipasangi anting bak kerbau milik kakeknya di kampung.
"Apa yang kamu lakukan hah? Kamu sudah merasa jadi jagoan? Kamu tidak ingat, dulu di besarkan oleh siapa?"
"Apa maksud abang? Aku selalu ingat bila abang lah yang dulu telah memperkenalkan faham ini kepadaku."
"Nah terus sekarang, ngapain kamu ajak anggota ku untuk bergabung dengan kamu? Kamu gak menghargai aku lagi hah?"
"Aku gak maksa mereka untuk gabung dengan kami Bang, mereka kesini atas keinginan mereka sendiri."
"Cih, aku gak percaya. Rory, Megi, Sena, Memangnya benar apa yang dikatakan anak ingusan ini?" Ketiga anak SMA yang ditanya itu terlihat ketakutan dan hanya diam membisu.
"Kamu keluar dari kelompok ku, oke aku terima. Tapi mengambil orang orangku adalah perbuatan yang gak bisa aku tolerir."
"Kalian tahu, kalian itu telah menginjak injak paham ini," Pemuda yang bernama Rayda itu mengarahkahkan telunjuknya yang penuh dengan cincin perak bakar ke wajah Daniel dan Bayu secara bergantian.
"Kita itu gak kenal sekolah atau kuliah di universitas ternama, kita gak mengenal sponsor untuk menghidupkan kegiatan kita. Mana semangat "do it yourself" kalian, hah?"
"Bang, tolong dengarkan dulu ..." Â Daniel gusar tapi ia berusaha untuk berbicara setenang mungkin.
"Kita gak mengenal rumah mewah seperti ini untuk bernaung," lanjutnya dengan gaya petantang petenteng.