Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kesucian Hati

12 April 2016   21:58 Diperbarui: 12 April 2016   22:01 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Karya kolaborasi puisi dan prosa oleh Ariyanto Sudaya dan Ika Septi dalam rangka memeriahkan [caption caption="pixabay"][/caption]event Bulan Kolaborasi Rumpies The Club.

Sore begitu indah, mentari tengah dalam perjalanannya menuju ufuk barat. Sinarnya yang garang di pertengahan hari, kini berganti dengan semburat cahaya lembut yang syahdu. Wangi bunga melati menyapa hidung Jad lembut. Desau angin menerbangkan dedaunan kering yang berserakan di tanah.

Seperti biasa, Retha telah menunggu Jad disana. Di bawah pohon yang bunga bunganya tengah mekar sempurna. Diantara rerumputan hijau yang terhampar bagaikan permadani tebal yang di sulam dengan indahnya.

"Aku datang!" Seru Jad riang, lalu duduk di samping Retha. Bunga bunga berbau khas berjatuhan di kepalanya.
Dan seperti biasa, Retha hanya diam membisu.
"Kamu tahu, aku tadi bertemu dengan Arya. Dia terlihat sangat aneh." Jad mulai mengeluarkan sebuah buku dari tas gendongnya.
"Aku sebenarnya ingin bertanya, mengapa dia selalu bertingkah aneh bila bertemu denganku. Tapi setelah ku pikir, buat apa. Gak penting juga."

Retha bergeming, angin sore bertiup pelan seirama dengan hembusan nafas Jad.

Jad merogoh tas nya dan mengeluarkan sebuah pena berwarna hitam yang ia pandangi sejenak.

"Pena pemberian kamu ini telah banyak membantu ku. Kamu selalu tahu apa yang aku butuhkan." Jad tersenyum, lalu mulai menuliskan sesuatu di dalam buku yang baru saja ia buka lembar per lembarnya. Ia terlihat sangat serius.

Sebentar lagi Retha akan merayakan hari jadinya. Usianya akan menginjak angka 20, sama dengan usia Jad kini.
Rencananya Jad akan memberikan sebuah kejutan kepada Retha. Kejutan yang mungkin akan membuat Retha senang. Jad masih ingat benar raut wajah gadis bermata sayu itu yang penuh harap ketika Arya yang tengah dekat dengannya menyanyikan sebuah lagu di sebuah festival seni beberapa bulan yang lalu. Retha berkata bahwa pasti Arya bernyanyi untuknya. Tapi tiba tiba senyum di bibir Retha menghilang dengan cepat, ketika Arya menghampiri gadis yang lain, bukan dirinya.

Jad menatap Retha lembut, senja datang begitu cepat. Ia segera mengemasi barang barangnya, lalu meninggalkan setangkai mawar merah di tempat Retha berada.
"Baik baik ya di sini. Besok aku pasti datang lagi."

***

Jad berlarian kecil diantara jalan berbatu yang tertata rapi. Tiba tiba tetesan hujan jatuh satu persatu di kepalanya. Dengan sigap, ia segera berlindung di bawah sebuah pohon besar yang daunnya merimbun.

Ternyata hujan tidak sendiri, ia ditemani matahari yang bersinar terang. Di hadapannya kini terlihat pelangi melengkung berwarna warni.

Tak lama hujan mereda, Jad melanjutkan perjalanannya. Tempat Retha biasa menunggu dirinya hanya tinggal beberapa langkah lagi. Jad berjalan dengan cepat, ia ingin memperlihatkan pelangi yang indah kepada gadis yang disayanginya itu.

"Hai, aku datang." Jad meletak kan gitar yang baru saja ia tanggalkan dari punggungnya..
"Selamat ulang tahun ya, semoga kamu selalu ada dalam kebahagiaan."

Setangkai mawar merah Jad letakkan di sisi Retha.
“Kamu boleh mencium bunga mawar itu, toh durinya tak akan melukai mu.”

Lalu pemuda itu meletakkan gitar di atas pangkuannya dan memetiknya dengan lembut. Jemarinya menari di senar senar baja nan mengilat.

"Hanya ini yang bisa aku berikan di hari ulang tahun mu. Aku harap kamu suka."

Jad mulai mencurahkan segala hal yang memenuhi benaknya selama ini, di iringi dengan nada nada yang ia buat sendiri. Untaian kata seindah warna pelangi meluncur deras dari bibirnya.

Waktu berkejaran dengan dosa
Umpan kian menggoda nafsu
dekat dan semakin mendekat
Berebut akhir sebuah sesal

Bahasa-Mu menyentuh hitamnya hati
Mengikis perlahan kesadaran diri
Bunga keakuan yang telah lama bersemi
Kini mulai berguguran kebumi

Debur megombak sapa
Hampiri menguji jiwa
Kesadaran tinggal setengah
Tenggelam dilautan kalam

Jad berhenti menjentikkan jemarinya diantara senar senar gitarnya. Bulir bening bergelayut di kedua matanya, bagaikan sisa tetes hujan yang berdiam di dedaunan.

"Re, aku akan selalu mencintai mu."

Jad tersenyum, ia membelai lembut barisan huruf yang membentuk sebuah nama. Membiarkan telapak tangannya dibasahi air hujan yang tersisa di atas batu nisan gadis yang di kasihinya sejak dulu.

***

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun