Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lingkaran Lima #7 : Kosan Horor

29 Maret 2016   14:08 Diperbarui: 11 Juni 2024   13:50 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musik latarnya juga nyeremin, apalagi malam itu cerita yang diangkat lokasinya deket kampus. Seperti biasa Keni udah berlindung dibalik sarung bau tengiknya. 

Gue heran ke si Keni, tahan banget dia di balik sarung yang baunya setara dengan bau kaos kakinya yang jarang dicuci. 

Lain lagi dengan Juli.  Dia sok-sok berani, padahal menurut pengalaman, cowok satu itu keberaniannya masih di bawah level si Anti.

Di tengah cerita dua sejoli eh dua sodara itu malah bikin cerita sendiri. Mereka ngobrol sambil hahahihi. Susan langsung naik tensi, karena suara sang penyiar tenggelam diantara obrolan dua orang ini. 

Malam itu suasananya merinding disko. Angin bertiup lumayan kenceng bikin suara-suara serem kayak di film-film horor. 

Di depan kamar Fani agak jauh dikit memang ada kebun dengan pepohonan besar yang sangat rimbun. Gelap gulita, jangankan lampu neon, obor yang gratisan aja gak ada. Bapak kosnya pelit banget, gosipnya lagi ngumpulin harta buat bekal kawinan anak semata wayangnya.

Cerita horor pun usai, menyisakan kepenasaran akan tempat yang diceritakan. Gue sih boro-boro penasaran, gemeteran sih iya. Keni dan Juli langsung ngibrit ke kamarnya sementara Fani udah ngibrit ke alam mimpinya. 

Tinggal gue dan tiga temen gue yang saling nguatin diri buat pulang jalan kaki tanpa pendamping di kanan dan kiri.

"Stt, Che." Tiba tiba Susan meluk lengan gue erat.  Hampir aja gue bersorak gembira, gue kira itu pelukan Brad Pitt yang lagi safari sebelum ramadhan.
"Apa sih!" Gue sewot.
"Ituuu!" Susan nunjuk ke arah gerombolan pohon di kebun yang ada di depan gue. Sementara Anti dan Ratna udah ikut bergerombol dengan sukarela sambil berpegangan tangan. 

Untung aja malam itu gak ada yang setel lagunya Om Sebastian Bach nan ayu molek menawan yang terkenal dengan linenya "Remember yesterday - walking hand in hand -Love letters in the sands - I remember you," eh keterusan. Pasti kejadiannya gak bakal horor gini deh. Balik ke topik yang bukan Hidayat.

"Apaan? Gue gak liat apa apa."
"Hiih dasar rabun." Susan masangin kacamatanya di depan mata gue.
"Waduh, hiiiy." Gue langsung lempar kacamata minus dua itu ke jidatnya Susan.
"Kenapa lu kasih gue kacamata, tau gitu gue gak mau liat dah." Gue manyun dua meter sambil gemeter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun