Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Hujan

1 Maret 2016   18:57 Diperbarui: 2 Maret 2016   02:12 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aruna mencibir kepada pemuda tengil yang rambutnya selalu terlihat acak acakan itu.

"Aku hanya menatapnya, apakah aku terlihat ingin dekat dengannya?"

"Mata adalah jendela hati, keinginan dalam hati terpancar dari sana." Pemuda bernama Meyda itu menarik sebuah kursi dan mendudukinya.

"Kamu tidak akan pernah bisa membaca hatiku Mey. Aku telah membuat pagar untuk melindunginya."

Meyda berbisik di telinga Aruna "Pagar bisa roboh terkena angin yang dahsyat Run."

"Angin sedahsyat apapun gak akan merobohkan pagarku Mey."

Meyda tersenyum.

"Aku percaya itu Run, tapi bukan hanya angin yang bisa merobohkan sebuah pagar." Meyda berkata dengan jenaka sambil memamerkan gigi kelincinya.

Aruna memalingkan wajahnya, menatap pohon mangga di luar kantin yang bergoyang goyang di tiup angin sore.

Aruna memang menyukai Ken tapi ia selalu menutup rapat semua rasa suka di hatinya. Ia tidak ingin, bila cinta bertepuk sebelah tangannya di tertawakan oleh dunia.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun