Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Hujan

1 Maret 2016   18:57 Diperbarui: 2 Maret 2016   02:12 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendung menggelayut. Tetes hujan mulai jatuh satu persatu. Aruna pun tersenyum. Hujan selalu menyisakan kebahagian untuknya.

Aruna melangkahkan kakinya cepat ke arah emperan Toko bercat hijau itu. Ada beberapa orang yang telah berdiri mematung disana. Hujan selalu membuat orang tidak berdaya untuk melanjutkan perjalanannya.

Aruna menyelipkan tubuh mungilnya diantara beberapa orang yang sibuk dengan lamunannya masing masing.

Lalu ia pun mulai berhitung, dan pada hitungan ke 10 nya, pemuda itu muncul. Berdiri di sampingnya dengan acuh tak acuh. Mengibaskan tetes hujan yang membasahi rambut hitamnya. Jaket himpunannya terlihat basah oleh air, menyisakan jejak gelap di sana.

Entah mengapa setiap pemuda itu muncul, jantung Aruna langsung berdetak lebih kencang. Tapi Aruna tidak tahu harus bagaimana. Ia hanyalah gadis biasa. Seorang gadis yang mungkin hanya di pandang sebelah mata. Seorang gadis yang tidak pernah membuat pemuda itu terpana.

Aruna mengenalpemuda itu, tapi pemuda itu tidak mengenal dirinya. Ia terlalu jauh untuk di jangkau. Masih tercetak jelas dalam ingatan Aruna, bagaimana pemuda itu memberinya sedikit perhatian ketika acara ospek berlangsung. Tapi setelah itu, semuanya hilang di telan masa.

Pemuda itu bernama Kendra. Ia sangat populer di kampus karena sosoknya yang menarik. Ken begitu ia sering disapa jarang terlihat berjalan sendiri. Selalu ada teman yang mengiringinya. Banyak gadis yang selalu meliriknya dan berusaha dekat dengannya. Hanya hujan yang bisa membuat Ken berdiri seorang diri. Hujan lah yang membuat orang setangguh Ken, ikut menepi.

***

Aruna memandangi sosok yang baru saja melewatinya. Wangi parfum nya meninggalkan jejak di hidungnya. Ken baru saja melintas dan seperti biasa mata Aruna tidak dapat berkedip di buatnya. Aruna tidak akan pernah menyia nyiakan semua pemandangan Indah itu barang sedetik saja. Setiap langkah yang Ken buat di hadapannya selalu membuat bunga bunga di hati Aruna bermekaran menebarkan wangi yang hanya bisa di hirup oleh nya sendiri.

"Dia telah menghilang, maka berkediplah." Sebuah suara yang sangat familiar terdengar jelas di telinga Aruna.

Aruna membisu, ia melirik ke arah suara itu, lalu menghirup teh tawarnya yang masih mengepulkan asap tipis.
"Dia itu digilai cewek, kalo aku enggak. Jadi secara matematika, peluang mendapatkan aku lebih besar di bandingkan mendapatkan dia." Pemuda berwajah badung itu tertawa dengan keras, yang membuat seisi kantin menengok meja mereka segera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun