Mohon tunggu...
Ikang Maulana
Ikang Maulana Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa FISIP Undip Semarang yang tengah berusaha membangun budaya literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kritik atas Kerusakan Lingkungan akibat Penambangan Batu Bara Menggunakan Konsep Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI

11 Maret 2020   05:29 Diperbarui: 11 Maret 2020   05:28 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pamflet Film Sexy Killers (Dok. Geotimes.co.id)

Membicarakan Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) pada masa sekarang perlu dibicarakan juga konteks yang terjadi saat ini. Bagi setiap kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), NDP ini memang sudah menjadi materi wajib dalam setiap latihannya. Bahkan, NDP juga menjadi bacaan wajib. Namun tidak ada salahnya kita perlu telaah sesuai konteks saat ini untuk mendapatkan spirit dari NDP itu sendiri.

Seperti yang saya bilang sebelumnya NDP merupakan bacaan wajib, khususnya bagi kader HMI. Tidak hanya itu NDP merupakan sumber nilai untuk kemudian diinternalisasi pada setiap aktivitasnya. Lalu darimana sumber nilai itu ? Tarigan mengatakan:

"Dari manakah sumber nilai-nilai tersebut ? Tidak seperti ideologi pada umumnya yang berangkat dari gagasan, ide, dan pemikiran seorang tokoh tentang sesuatu. NDP diderivasi dari Al-Qur'an dan hadis, perumusnya, Nurcholish Madjid, telah menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan tauhid, kemanusiaan, takdir, keadilan sosial, ekonomi, serta ilmu pengetahuan, kemudian merangkainya menjadi satu konsep yang utuh tentang pandangan dunia. Setelah draft tersebut selesai, lalu didiskusikan bersama Endang Saifuddin Anshari dan Sakib Mahmud." (Tarigan, 2018:3-4)

Dari sini perlu kita ketahui NDP bukan sekedar kumpulan "teks kosong" yang asal-asalan dirumuskan oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur). Karena bersumber dari Al-Qur'an justru NDP ini perlu kita terapkan sesuai konteks masa kini. Tidak heran Cak Nur merancang sedemikian rupa sehingga runtut pembahasannya.

Untuk tulisan ini saya lebih tertarik untuk membahas bab 2 yang diberi judul Dasar-Dasar Kemanusiaan untuk kemudian nantinya dibahas sesuai konteks babnya. Bukan tanpa sebab oleh perumusnya terutama Cak Nur bab Dasar-Dasar Kemanusiaan diletakkan dalam bab 2 setelah bab 1 Dasar-Dasar Kepercayaan. Sesuai dengan yang ada pada teksnya yang menyatakan "Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan makhluk yang tertinggi. Dia adalah wakil Tuhan di bumi." (Tarigan, 2018:25)

Klaim ini tidak berlebihan karena memang Tuhan menjadikan manusia sebagai khalifah di muka Bumi seperti yang telah dinyatakan dalam Al-Qur'an, "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. 2:30)

Rahman (2017) dapat menyebut tugas manusia sebagai khalifah ini sebagai amanah. Menurutnya, amanah tersebut mengandung moral penting yang menjadi tantangan agar tugas tersebut dapat dimaknai sebagai perjuangan moral yang harus dilakukan seumur hidupnya.

Untuk dapat menjalankan amanah tersebut, manusia sudah dibekali oleh satu kondisi bawaan yang disebut dengan fitrah. Dari kondisi ini dikatakan manusia akan selalu berada dalam keadaan suci dan cenderung pada kebenaran seperti yang dijelaskan oleh Tarigan :

"Dengan posisinya yang sangat mulia, sebagai 'abdun dan khalifah, manusia telah dibekali dengan sebuah kondisi alami, bawaan asasinya sebagai manusia, yaitu fitrah. Manusia selalu ingin berada dalam keadaan suci dan cenderung kepada kebenaran (hanif). Ini dipancarkan oleh kalbunya atau dhamir-nya selalu merindukan kebaikan, kebenaran, dan kesucian." (Tarigan, 2018:101)

Sifat manusia yang cenderung pada kebaikan, kebenaran, dan kesucian tersebut sesungguhnya hanya sebatas nilai. Karena nilai bersifat abstrak, nilai tersebut perlu diimpelementasikan pada sebuah kerja nyata yang umum kita dengar dengan amal saleh. Untuk itu, manusia diperlengkapi juga dengan ilmu dan alam raya yang akan dipergunakan untuk menunjang tugasnya dalam menjalankan tugas sebagai khalifah (Shihab, 2018: 40).

Dengan ilmu dan alam sebagai perlengkapan tersebut otomatis manusia diberikan akal untuk mengelolanya. Akal sendiri memang ciri khas manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain terutama di bumi ini. Dengan akal tersebut manusia disebut juga makhluk rasional (Kartanegara, 2017:136).

Sejalan dengan itu, Baptista Mondin (dalam Sihotang, 2018:42) mengatakan secara ontologis manusia dapat dikatakan sebagai suatu persona apabila (dengan akalnya) berpikir. Sehingga, dari kerja berpikir tersebut manusia diletakkan sebagai suatu persona atau pribadi yang diletakkan dalam kerangka rasionalitasnya.

Dengan keadaannya yang seperti itu manusia dapat dikatakan makhluk yang lengkap. Sikap ftrah yang sudah disinggung diawal dapat rusak karena manusia juga memiliki sumber masalah atas kemanusiaannya itu. Yakni: pertama, kebanyakan manusia menolak untuk melihat jauh ke depan (al-'aqibat), dan kedua, mengabaikan tujuan moral jangka panjang dari perbuatannya (Rahman, 2017:29).

Untuk itu dalam melakukan sebuah amal atau pekerjaan hendaknya perlu memperhatikan nilai spiritual yakni: pertama, niat ikhlas, kedua kemauan keras ('azam), ketiga, ketekunan (istiqomah), dan keempat, kesabaran. Tanpa itu semua akan pekerjaan yang kita lakukan akan sia-sia bahkan bisa mengakibatkan kerusakan (Sihotang, 2018: 41-42).

Tinjauan Atas Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Batu Bara

Apabila ada yang telah menonton film dokumentasi Sexy Killers pasti semua akan setuju isi film dokumenter tersebut menghenyak rasa kemanusiaan kita semua. Film yang dipublikasi oleh Watchdoc ini dimana Dandhy Dwi Laksono yang juga seorang wartawan senior merupakan salah seorang pendirinya pada 2009 ini memang sempat populer tahun 2019 lalu.

Film yang mulai digarap tahun 2015 ini memang mengagetkan publik yang saat itu sedang riuh dan ribut soal pemilihan umum (pemilu) 2019. Bagaimana tidak, film ini mengungkap ada 3500 lubang Bekas Tambang di Kalimantan. Dalam undangan Komisi VII DPR RI, ada 290 pemilik Tambang yang tidak memberi jaminan lingkungannya dengan baik. Tambang Batu Bara ini akhirnya setelah tidak ada galian hanya menyisakan kubangan air di tengah hutan dan menelan banyak korban. Sepanjang 2018, sudah 30 orang meninggal dan mayoritas anak-anak. Bahkan diceritakan dalam film ini kubangan raksasa ini bahkan ada pada posisi tepat di belakang sekolah dasar dengan hanya sebagaian ditutup pagar seng. Di Kalimantan Timur saja  ada 1.735 lubang bekas tambang dari 1.404 perusahaan yang belum direklamasi. Semua bekas lubang tambang tersebut pasti "menunggu" korban lagi (Mongabay, 26/10/2019).

Yang tidak kalah mengagetkan, peserta pemilu 2019 saat itu terutama calon pasangan presiden dan wakil presidennya memiliki keterlibatan dalam kepemilikan tambang tersebut baik secara langsung maupun tidak. Dari kepemilikan tambang yang dalam film itu jelas merugikan masyarakat tersebut dapat kita lihat dari konsep oligarki Jeffrey Winters:

"Oligark (oligarch) adalah pelaku yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosial eksklusifnya. Sumber daya tersebut harus tersedia untuk digunakan demi kepentingan pribadi, biarpun tidak harus dimiliki sendiri." (Winters, 2011: 8)

Ridha (dalam Mudhoffir dan Pontoh, 2020: 12) menegaskan konsepsi dari Winters tersebut bahwa oligarki pada akhirnya nanti akan bermuara pada pertahanan kekayaan aktor-aktor yang memiliki kekayaan tersebut. Keragaman variabel pertahanan ini sedikitnya memiliki dua kunci faktor utama; pertama, tingkat keterlibatan langsung oligark dalam koersi yang diperlukan dalam mengamankan kekayaan dan kedua, apakah pengamanan tersebut dilakukan secara individualistik dan terfragmentasi atau kolektif dan lebih terinstitusionalisasi.

Konsep oligarki tersebut justru menegaskan konsep yang tercantum dalam NDP HMI dalam melakukan kritik terhadap kapitalisme dimana elite penguasa mendominasi hak kekuasaan dan kebenaran (Tarigan, 2018:232).

Selain itu, untuk mengkritik sikap kapitalisme yang sudah kelewatan tersebut bisa menggunakan konsep 'adl atau keadilan. Dimana keadilan dalam konteks kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara ini warga terdampak diberikan suatu kepastian hukum. Sayangnya, kepastian hukum diceritakan dalam Sexy Killers tidak kunjung datang baik sanksi terhadap perusahaan yang melanggar peraturan yang berlaku maupun solusi lain seperti pembebasan lahan dan relokasi warga terdampak.

Untuk mengakhiri tulisan ini akan ditambah tesis dari Engineer (2009) bahwa dalam masalah ini selain 'adl juga diperlukan sikap ihsan. Padahal Al-Qur'an sendiri tidak melarang bentuk industrialisasi seperti pemanfaatan lahan untuk pertambangan. Hanya saja industrialisasi tersebut seketika menjelma menjadi eksploitator yang angkuh dan kapitalisme yang sama sekali tidak ada kendali.

Bentuk eksploitator yang angkuh dan kapitalisme yang tidak ada kendali tersebut tergambar jelas dalam Sexy Killers. Contohnya akibat penambangan Batu Bara di Sanga-Sanga Kalimantan, 5 rumah ambles dan 11 rumah rusak. Padahal dalam peraturan jarak tambang dengan pemukiman setidaknya 500 meter, faktan lainnya di Kutai Kartanegara berbeda lagi. Selain terdapat keretakan pada rumah warga, pintu dan jendela tidak bisa ditutup karena tanah bergeser. Tidak berhenti sampai disitu, Pada tingkatan lokal daerah, perusahaan tambang juga menunggangi pilkada. Mereka membiayai calon-calon kepala daerah yang pro Tambang Batu Bara.

Sumber Referensi

Engineer, Asghar Ali. 2009. Islam dan Teologi Pembebasan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Kartanegara, Mulyadhi. 2017. Lentera Kehidupan: Panduan Memahami Tuhan, Alam, dan Manusia. Mizan: Bandung.

Mudhoffir, Abdil Mughis; dan Pontoh, Coen Husain (Editor). 2020. Oligarki: Teori dan Kritik. Marjin Kiri: Tangerang Selatan.

Rahman, Fazlur. 2017. Tema-Tema Pokok Al-Qur'an. Mizan: Bandung.

Shihab, M. Quraish. 2018. Islam yang Saya Pahami: Keragaman itu Rahmat. Lentera Hati: Tangerang.

Sihotang, Kasdin. 2018. Filsafat Manusia: Jendela Menyingkap Humanisme. Kanisius: Yogyakarta.

Tarigan, Azhari Akmal. 2018. Nilai-Nilai Dasar Perjuangan HMI: Teks, Interpretasi, dan Kontekstualisasi. Simbiosa Rekatama Media: Bandung.

Winters, Jeffrey. 2011. Oligarki. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun