Mohon tunggu...
Ikang Maulana
Ikang Maulana Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa FISIP Undip Semarang yang tengah berusaha membangun budaya literasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hari Pendidikan Nasional dan "Quo Vadis" Pendidikan di Indonesia

7 Juli 2018   23:34 Diperbarui: 8 Juli 2018   00:52 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persepsi di atas punya implikasi luas. Masyarakat akan cenderung menyekolahkan anaknya ke fakultas-fakultas yang sekiranya bisa menghasilkan keuntungan ekonomi yang lebih banyak. Akibatnya fakultas yang akan laku adalah fakultas yang berorientasi pasar dan mudah mencari kerja, seperti ekonomi, teknik, kedokteran, dll. Sementara fakultas-fakultas yang non pasar seperti filsafat, ilmu budaya dan ilmu sosial dan politik tidak akan laku.

Budaya pragmatis juga berimplikasi pada proses pedagogis. Menurut Habermas (dalam Nuryatno, 2011:82) ada tiga kategori pengetahuan : teknis, praktis dan emansipatoris. Jika budaya pragmatis yang mendominasi pengetahuan, maka pengetahuan teknis-praktislah yang akan didesiminasikan dalam proses pembelajaran.

Implikasi model seperti ini dalam pendidikan bahwa pengetahuan harus beroperasi di dalam kerangka lawlike mode of thought dan pengetahuan dipisahkan dari proses pembentukannya. Yang ditekankan dalam pembelajaran adalah memiliki dan mengakumulasi ilmu pengetahuan.

Kita harus menyadari bahwa pendidikan dan sekolah tidaklah identik dengan mencari kerja. Asumsi sekolah sama dengan mencari kerja adalah akibat pengaruh budaya pragmatisme. Mencari kerja bukanlah inti orang belajar dan sekolah. Mencari kerja adalah bagian, bukan tujuan utama orang bersekolah.

Belajar dan bersekolah adalah untuk memahami kehidupan, memahami bagaimana realitas eksistensial dikkonstruksi, memahami bagaimana seharusnya hidup di dan bersama dunia, dan bagaimana menjadi subyek di tengah-tengah perubahan sosial. Inilah inti pendidikan.

Maka dari itu, pemerintah selaku regulator sudah sepantasnya menyediakan pendidikan yang layak serta terjangkau bagi semua kalangan karena pendidikan merupakan hak dasar, apabila pemerintah melupakan hak dasar tersebut maka pemerintah melupakan hak asasi manusia. Lalu dengan menempatkan pendidikan pada hakikatnya yaitu academic value diharapkan nilai-nilai pragmatisme dalam masyarakat sedikit demi sedikit akan terkikis dan masyarakat mulai menyadari bahwa pendidikan tidak hanya sebatas bernilai ekonomi saja tetapi merupakan proses kritis mengubah masyarakat.

Sumber Referensi

Darmaningtyas.2015.Pendidikan Yang Memiskinkan. Malang : Intrans Publishing

Fakih, Mansour.2010.Bebas Dari Neoliberalisme. Yogyakarta : INSISTPress

Nuryatno, Agus.2011.Mazhab Pendidikan Kritis. Yogyakarta : Resist Book

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun