Mohon tunggu...
Ika Mufarrohah
Ika Mufarrohah Mohon Tunggu... Guru - Lebih baik kamu memulai dengan karya original yang buruk, daripada karya yang hebat, tapi plagiat

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Review Buku "Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam"

7 Maret 2020   16:39 Diperbarui: 7 Maret 2020   16:41 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Identitas Buku

Judul                     : FILSAFAT ILMU Perspektif Pemikiran Islam

Pengarang          : Drs. M. Zainuddin, MA.

Penerbit              : Bayumedia Publishing

Kota Terbit          : Malang

ISBN                      : 9793323248

Tebal Buku          : viii + 220 halaman

Pembahasan Buku

Sesuai judulnya, buku ini membahas tentang Filsafat Ilmu dalam perspektif pemikiran Islam, sehingga dengan membacanya pembacanya dapat mengerti referensi dan khazanah pemikiran islam di Indonesia, dengan tambahan index yang mempermudah kita mencari istilah dalam buku ini, serta tambahan ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits tentang ilmu yang mempermudah pemahaman kita terhadap ulasan yang disampaikan penulis dalam buku ini.

Buku ini terdiri dari 5 Bab, Bab pertama dibuka dengan pendahuluan yang membahas tentang manusia, keilmuan, dan hubungannya dengan agama islam. 

Islam telah mengemukakan teori dasar ilmu pengetahuan sebagaimana tercermin dalam Wahyu pertama (Q.S. Al-Alaq :1-5) yang mengandung perintah untuk membaca, diamana membaca disini bukan hanya sekedar membaca, akan tetapi maknanya lebih dalam menuju kepada terkuaknya ilmu pengetahuan dan penyadaran diri akan adanya Allah Yang Maha Esa.

Filsafat dalam islam merupakan upaya untuk menjelaskan cara Allah menyampaikan kebenaran dengan bahasa pemikiran yang rasional. Sebagaimana diakui oleh Rosenthall, bahwa filsafat islam bertujuan untuk membuktikan kebenaran wahyu sebagai hukum Allah dan ketidak mampuan akal memahami Allah sepenuhnya , juga untuk menegaskan bahwa wahyu tidak bertentangan dengan akal. 

Ilmu dan iman menjadi bagian integral dalam diri seseorang. Selain mengandung unsur pengetahuan, ilmu juga mengandung komponen penting lain yang disebut dengan hikmah, dan juga bagian dari aspek ibadah yang memiliki tujuan menjadi khalifah fil-ardh, demi menjalankan amanah dari Allah SWT untuk mengelola dan memelihara alam.

Bab kedua dari Buku ini mengenalkan pembahasan Sekilas tentang Filsafat Ilmu, Pendapat umum mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip, mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis, mendalam dan bebas (tidak terikat dengan tradisi, dogma agama). 

Dalam filsafat ilmu, pengetahuan diselidiki dari apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengal;aman (indera), akal (verstand), budi (vernunft), dan intuisi. Dari sinilah muncul teori empirisme (John Lock), rasionalisme (Rene Descartes), kritisisme (Immanuel Kant), positivisme (Auguste Comte), fenomenologi (Husserl), Konstruktivisme (Feyeraband), dll.

Objek kajian filsafat ilmu sebagaimana umumnya disebutkan dalam buku-buku filsafat ilmu lain, komponennya meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontology menjawab pertanyaan apa, epistemologi menjawab pertanyaan bagaimana, dan aksiologi menjawab pertanyaan untuk apa. 

Ontologi, beberapa pertanyaannya melahirkan aliran-aliran filsafat, seperti pertanyaan apakah, bagaimana, dan dimanakah yang ada itu? Sedangkan Epistemologi secara umum pertanyaanya mencakup hubungan dengan psikologi serta pertanyaan semantik tentang hubungan pengetahuan dan objek pengetahuan. 

Disamping itu, Aksiologi melahirkan pertanyaan yang menurut Kattsoff (1987 : 107) dapat dijawab dengan tiga cara, yaitu nilai berhakikat subjektif, nilai ditinjau dari segi ontologis namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu, dan nilai merupakan unsur objektif yang menyusun kenyataan.

Bab Ketiga merupakan inti dari buku ini yang mana membahas tentang Filsafat Ilmu dalam Islam. Ada dua kelompok yang muncul akibat perbedaan perspektif mengenai pertanyaan "Apakah Al-Qur'an merupakan sumber ilmu pengetahuan atau hanya sebagai petunjuk agama saja?" 

Kelompok pertama, misalnya Al-Ghazali mengatakan bahwa seluruh ilmu tercakup dalam karya-karya dan sifat-sifat Allah, dan Al-Qur'an merupakan penjelasan esensi-esensi, sifat-sifat dan perbuatannya. 

Demikian pula pendapat As-Suyuti bahwa Al-Qur'an mengandung seluruh ilmu-ilmu klasik dan modern. Sedangkan kelompok kedua, seperti pendapat As-Syatibi yang menyatakan bahwa orang-orang saleh terdahulu (yaitu para sahabat) tidak berbicara tentang bentuk-bentuk ilmu padahal mereka lebih memahami Al-Qur'an. 

Sementara itu, menurut ulama' masa kini yang tidak setuju dengan adanya konsep sains dalam Al-Qur'an, menganggap bahwa Al-Qur'an merupakan petunjuk dunia akhirat ,bukan ensiklopedi sains. Mencocokkannya dengan teori sains yang berubah-ubah sangat mengancam eksistensi Al-Qur'an itu sendiri (Gulsyani, 1991:141). 

Dari pendapat-pendapat tersebut, penulis menganggap bahwa yang dikatakan oleh Musthafa Al-Maraghi lebih tepat, yaitu Al- Qur'an mengandung prinsip-prinsip umum dimana manusia dapat menurunkan  seluruh pengetahuan tentang perkembangan fisik dan spiritual manusia yang ingin diketahui dengan bantuan prinsip-prinsip tersebut.

Dalam Islam, metode memperoleh ilmu tidak hanya berkubang pada rasionalisme dan empirisme sebagaimana tradisi pemikiran Barat, akan tetapi Islam juga mengakui intuisi dan wahyu. 

Kedudukannya mulia di dunia islam seperti yang diungkapkan di QS Al-Mujadalah :11, Ilmu merupakan bagian dari Islam yang berfungsi sebagai petunjuk jalan yang benar, pembebas kebodohan dan taklid buta, alat mencapai kemuliaan, dan sebagai alat mendekatkan diri kepada Tuhan.

Ilmu tanpa iman dapat menghancurkan dan membahayakan, dan seseorang yang berilmu (ulama') dituntut untuk mengamalkan ilmunya, ilmu dan agama sama-sama berurusan dengan kenyataan (realitas), antara filsafat dan ilmu tidaklah bertentangan, tujuan agama adalah menjelaskan apa yang baik dan benar, begitu juga filsafat. Agama disamping wahyu juga menggunakan akal sebagaimana filsafat.

Bab Keempat menjelaskan tentang Tradisi Keilmuan Islam : Revitalisasi Ilmu dan Tanggung Jawab Ilmuwan Muslim. Islam mengalami kemajuan pesat dibidang keilmuan pada masa Dinasti Abassiyah dimana kajian keilmuan islam tidak hanya terbatas pada ilmu keagamaan tetapi juga ilmu filsafat, kedokteran, astronomi, fisika, dll. 

Kemundurannya disebabkan faktor eksternal kekalahan umat islam dalam perang Salib dan serangan tentara mongol, sedang faktor Internalnya adalah semakin memudarnya tali persaudaraan dan munculnya fanatisme golongan.

Alasan Islam mengembangkan keilmuan hingga mencapai puncak kejayaan antara abad 8-11 M tentu jelas alasannya, yaitu karena Al-Qur'an dan Hadits terus menerus menyeru kepada manusia untuk selalu meneliti, mengkaji, dan memelihara alam, oleh karena itu jika kita tidak ingin tertinggal dari Barat, sudah saatnya kita menghidupkan kembali (Revitalisasi) warisan intelektual Islam yang terabaikan serta mendefinisikan kembali (redefinisi) ilmu dengan dasar epistemologi yang diderivasi oleh wahyu.

Islamisasi ilmu pengatahuan adalah menuangkan kembali pengetahuan sebagaimana yang dikehendaki oleh islam yaitu memberi definisi baru, mengatur data, mengevaluasi kembali kesimpulan-kesimpulan dan memproyeksikan kembali tujuan-tujuannya. 

Bagi penulis Ilmu-ilmu modern Barat tentu bisa dipakai, akan tetapi yang perlu ditinjau kembali adalah landasan filsafatnya, apakah ilmu itu sudah sesuai dengan ruh wahyu (Islam). Kalau tidak, maka tugas kitab adalah mengarahkannya, meluruskannya sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai Islam.

Bab terakhir, yakni bab kelima ditutup dengan kesimpulan. Teori ilmu pengetahuan (epistemologi) dalam islam di derivasi dari sumber wahyu (Al-Qur'an dan Al-Hadits). ilmu seharusnya membuahkan iman, iman membuahkan khusyuk dan tawadhu' kepada Allah. Karenanya, ilmu, iman dan amal harus dilaksanakan secara simultan dan menjadi kepribadian umat islam. 

Keilmuan islam yang mengalami puncak kejayaan pada masa Dinasti Abassiyah dimana Islam memberi kontribusi besar dalam menyebarkan ilmu pengetahuan. Jika saat ini islam sudah ketinggalan dari dunia Barat maka sudah saatnya menghiduokan kembali (revitalisasi) warisan intelektual islam yang terabaikan selama ini.

Ilmuan sebagai pewaris Nabi bertanggung jawab sebagai penegak amar ma'ruf nahi munkar dan sebagai khalifah Allah di muka bumi. Keilmuan Barat pun masih bisa dipakai sekiranya relevan dengan Islam, Jikalau melenceng maka tugas ilmuan muslimlah untuk meluruskannya sesuai ajaran dan nilai-nilai agama Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun