Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Cerita Hiburan Sahur tak Biasa Bernama Makan Bersama yang Berujung PHK

7 April 2023   23:18 Diperbarui: 7 April 2023   23:19 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay

Bagi para perantau yang jauh dari keluarga, keberadaan teman menjadi satu-satunya lingkungan yang menjadi pengganti keluarga. Apalagi jika posisi kerja kita pun jauh dari mana-mana. Akhirnya teman kerja lah yang hidup di lingkungan yang sama kemudian keluarga kita.

Nah suatu ketika, saya pernah bekerja di tempat yang entah kenapa ada kelompok-kelompok yang berbeda. Padahal kondisi tempat kerjanya bersifat tidak bercampur dengan masyarakat. Jadilah jika main kelompok ini dan itu, rasanya tidak begitu nyaman.

Kita sebut saja di tempat kerja saya itu ada kelompok A dan kelompok B. Kelompok A sebagian besar adalah pihak manajemen. Sedangkan saya sendiri masuk dalam kelompok B karena berisi orang-orang yang sama-sama satu angkatan dalam proses perekrutan. Kelompok A dan B ini direkrut berbeda angkatan oleh pihak owner.

Di kelompok saya, ada seseorang yang kami anggap paling senior. Kita sebut saja, Si Senior. Usianya paling tua di angkatan kami. Ia pun paling banyak pengalaman kerja di tempat sebelumnya. Jika bicara urusan ke-HRD-an, dia sepertinya yang paling paham.

Suatu ketika, kami yang ada di kelompok B terpikir untuk mengadakan buka bersama. Hanya kami di kelompok B saja yang ikut dalam kegiatan yang diadakan di sebuah restoran di luar area tempat kerja kami. 

Karena makanan yang kami pesan saat buka puasa rupanya kebanyakan, akhirnya kami memutuskan untuk membungkus dan membawanya pulang. Secara spontan, kami lalu berjanji untuk memakannya lagi saat sahur. 

Sahur pun diadakan di salah satu rumah dari kami yang ada di kelompok B. Karena istri kawan kami yang punya rumah ini pintar masak, tuan rumah pun menyajikan hidangan tambahan untuk dijadikan sajian sahur bersama.

Sebetulnya sahur bersama saat itu sungguh menyenangkan. Rasanya bagi saya sendiri yang jauh dari keluarga, bisa sahur bersama banyak teman itu adalah hiburan tak biasa yang sangat jarang saya alami selama seumur-umur bekerja merantau jauh dari keluarga.

Meskipun teman sahurnya adalah teman kerja, yang selama 24 jam ada di lingkungan yang sama setiap harinya, tetap saja, bisa sahur bersama itu menjadi hiburan yang membuat kantuk saya menghilang. Kami bisa makan sambil saling bercanda. Meski candaannya adalah membicarakan teman kerja lain yang tak ikut makan bersama. 

Entah bagaimana ceritanya, ada salah satu dari kami yang di kelompok B mengajak rekan kerja lain yang bukan bagian dari Kelompok B juga kelompok A. Dan di situlah awal muasal masalah bermula.

Si Senior, saat itu makan sahur sambil membicarakan hal negatif A sampai Z orang-orang yang ada di kelompok A. Awalnya hanya candaan. Tapi lama-lama lebih berkesan provokasi.

Waktu itu saya dan beberapa teman sudah sering memberi tanda untuk berhenti membicarakan hal tersebut. Namun Si Senior tetap saja tak kunjung berhenti.

Acara sahur bersama yang kemudian menjadi penanda bahwa hari itu kami akan pulang ke tempat asal kami masing-masing untuk mudik, menjadi petaka. Sekembalinya kami ke tempat kerja usai lebaran, hanya Si Senior-lah yang tak kembali, tak mendapat tiket pesawat balik, dan dinyatakan di-PHK.

Saya dan beberapa teman yang ada di kelompok B sampai dipanggil satu persatu untuk diminta klarifikasi terkait acara sahur bersama tersebut. Rupanya dan sepertinya, ada salah satu dari rekan kerja yang bukan bagian kelompok A atau B yang mengadukan perihal apa yang terjadi saat sahur waktu itu. Si Senior sendiri diberhentikan karena dianggap melakukan provokasi dan membuat kelompok dalam kelompok. 

Moral Storynya Adalah...

Sebetulnya bagi para perantau, bisa makan bersama apalagi saat sahur dengan rekan kerja, adalah hiburan tersendiri yang tak biasa. Apalagi kondisinya jauh dari mana-masa seperti yang saya alami di cerita ini. Meskipun, yah, sama orang yang itu-itu lagi.

Tapi memang ada rambu yang perlu diperhatikan terkait hal ini, dan yang saya sepakati dengan mereka yang ada di kelompok A.

Yang pertama, sebetulnya memang tidak baik membuat kelompok di dalam kelompok. Ada baiknya jika memang ingin melakukan hal yang bersama, ajaklah semua orang yang ada di lingkungan kerja. Bukan membuat kelompok-kelompok sendiri dengan pertimbangan suka atau tidak suka.

Yang ke dua, berkumpul dengan rekan kerja memang sangat besar kemungkinannya untuk membicarakan hal-hal yang juga terkait dengan lingkungan kerja. Apalagi yang hampir 24 jam dan setiap harinya bertemu di lingkungan yang sama. Jika memungkinkan, cari dan jadikanlah bahasan lain di luar itu.

Ini sebetulnya cukup sulit ya untuk dilakukan. Karena biasanya orang mengajak bicara orang lain berdasarkan apa yang sama-sama diketahui. Namun kalau versi saya, sebetulnya bisa juga kok kita membicarakan tentang kuliner, suatu tempat, fenomena kekinian, atau yang lainnya. 

Ke tiga, jika itu memang membahas tentang rekan kerja lain yang tidak ada dalam kegiatan tersebut, lebih baik bahaslah secara netral. Kita tidak tahu telinga mana yang mendengar, dan mulut siapa yang akan bicara ke telinga yang lain, kan! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun