Si Senior, saat itu makan sahur sambil membicarakan hal negatif A sampai Z orang-orang yang ada di kelompok A. Awalnya hanya candaan. Tapi lama-lama lebih berkesan provokasi.
Waktu itu saya dan beberapa teman sudah sering memberi tanda untuk berhenti membicarakan hal tersebut. Namun Si Senior tetap saja tak kunjung berhenti.
Acara sahur bersama yang kemudian menjadi penanda bahwa hari itu kami akan pulang ke tempat asal kami masing-masing untuk mudik, menjadi petaka. Sekembalinya kami ke tempat kerja usai lebaran, hanya Si Senior-lah yang tak kembali, tak mendapat tiket pesawat balik, dan dinyatakan di-PHK.
Saya dan beberapa teman yang ada di kelompok B sampai dipanggil satu persatu untuk diminta klarifikasi terkait acara sahur bersama tersebut. Rupanya dan sepertinya, ada salah satu dari rekan kerja yang bukan bagian kelompok A atau B yang mengadukan perihal apa yang terjadi saat sahur waktu itu. Si Senior sendiri diberhentikan karena dianggap melakukan provokasi dan membuat kelompok dalam kelompok.Â
Moral Storynya Adalah...
Sebetulnya bagi para perantau, bisa makan bersama apalagi saat sahur dengan rekan kerja, adalah hiburan tersendiri yang tak biasa. Apalagi kondisinya jauh dari mana-masa seperti yang saya alami di cerita ini. Meskipun, yah, sama orang yang itu-itu lagi.
Tapi memang ada rambu yang perlu diperhatikan terkait hal ini, dan yang saya sepakati dengan mereka yang ada di kelompok A.
Yang pertama, sebetulnya memang tidak baik membuat kelompok di dalam kelompok. Ada baiknya jika memang ingin melakukan hal yang bersama, ajaklah semua orang yang ada di lingkungan kerja. Bukan membuat kelompok-kelompok sendiri dengan pertimbangan suka atau tidak suka.
Yang ke dua, berkumpul dengan rekan kerja memang sangat besar kemungkinannya untuk membicarakan hal-hal yang juga terkait dengan lingkungan kerja. Apalagi yang hampir 24 jam dan setiap harinya bertemu di lingkungan yang sama. Jika memungkinkan, cari dan jadikanlah bahasan lain di luar itu.
Ini sebetulnya cukup sulit ya untuk dilakukan. Karena biasanya orang mengajak bicara orang lain berdasarkan apa yang sama-sama diketahui. Namun kalau versi saya, sebetulnya bisa juga kok kita membicarakan tentang kuliner, suatu tempat, fenomena kekinian, atau yang lainnya.Â
Ke tiga, jika itu memang membahas tentang rekan kerja lain yang tidak ada dalam kegiatan tersebut, lebih baik bahaslah secara netral. Kita tidak tahu telinga mana yang mendengar, dan mulut siapa yang akan bicara ke telinga yang lain, kan!Â