Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saat Guru Berhadapan dengan Orang Tua yang Kritis

1 Februari 2023   09:13 Diperbarui: 1 Februari 2023   09:19 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah dengar guru dituntut oleh wali murid hingga di penjara? Alasannya karena guru tersebut tidak bisa menunjukkan bukti hasil nilai-nilai siswanya. 

Jujur, saya pun baru dengar kali itu. Kaget? Pasti! Pikir saya, bagaimana bisa seorang guru sampai masuk penjara karena masalah nilai muridnya.

Jadi, saya mendengar cerita ini dari seorang fasilitator Bimtek saat pelatihan kurikulum di MAN IC Serpong bertahun-tahun yang lalu. Pelatihan itu sendiri diadakan untuk saya dan teman-teman calon guru di sebuah sekolah swasta di Kalimantan Selatan.

Cerita lengkapnya kurang lebih seperti ini. Suatu ketika, ada orang tua yang meminta kejelasan dari pihak sekolah. Orang tua ini memertanyakan tentang nilai anaknya ke guru pengajar.

Sayangnya, guru tersebut tidak bisa menunjukkan bukti nilai yang membuat anak orang tua tersebut mendapat nilai kurang memuaskan di rapotnya. Akhirnya, orang tua ini melaporkan guru itu ke polisi!

Karena itulah, pengajar Bimtek yang menceritakan cerita tersebut lantas berpesan tentang guru yang diibaratkan seperti dokter. Kalau apa yang dilakukan tidak seharusnya, dia bisa disebut malpraktek.

Pentingnya Keberadaan Portofolio Saat Pembagian Rapot

Saat anak saya bersekolah di SD Muhammadiyah Lamongan, saya sempat terkejut saat guru wali kelasnya selalu membagikan kumpulan hasil nilai anak saya. Mulai dari hasil ujian atau tugas. Semuanya dijadikan satu menjadi sebuah portofolio.

Sebetulnya saya sendiri bukan tipe orang tua yang akan menghitung detail nilai anak saya. Kehadiran portofolio tersebut justru membuat saya bisa mengevaluasi kemampuan anak saya. Apa yang harus diperbaiki, dan apa yang sudah memuaskan ia capai.

Sebetulnya tidak semua sekolah membagikan portofolio seperti itu. Termasuk, dua sekolah tempat saya mengajar sebelumnya. Namun rasanya, pembagian portofolio anak ini penting untuk dilakukan guru. 

Dengan portofolio, guru bisa menunjukkan ke walimurid, proses yang sudah dilakukan tiap siswanya. Sekaligus, ini sebagai bentuk pertanggungjawaban dari pihak sekolah khususnya guru tentang proses belajar mengajar yang sudah terjadi di sekolah.

Meskipun pada akhirnya tidak semua orang tua akan meneliti portofolio anaknya, namun paling tidak, guru sudah bertanggung jawab dan melakukan komunikasi yag terbuka dengan pihak orang tua.

Menghadapi Orang Tua yang Teliti dan Kritis

Sejak menjadi orang tua yang anaknya sekolah, ditambah pengalaman pernah menjadi guru, hal ini rupanya membuat saya jadi kritis terhadap guru pengajar anak saya di sekolah. 

Misalnya saat penerimaan rapot kemarin, saya sempat mengkritisi deskripsi nilai anak saya yang terlihat unik. Ada deskripsi untuk nilai A yang sama dengan B dan C di sebuah mapel, namun berbeda dengan mapel lain.

Menurut guru wali kelasnya, deskripsi tersebut sudah merupakan template yang ada. Akhirnya dari pada saya terkesan 'ngajak rame' guru anak saya, ya sudah lah. Mungkin KKM yang diterapkan adalah mapel, bukan KKM kelas.

Sejatinya tidak semua orang tua bermaksud lancang ke guru dari anaknya dengan sikap kritisnya itu. Karena sebetulnya orang tua yang kritis adalah yang ingin tahu dengan detail perkembangan anaknya di sekolah sebagai bahan evaluasi.

Setidaknya itulah yang saya maksudkan dari sikap kritis saya. Bukan bermaksud tidak hormat. Tapi saya ingin tahu apa yang bisa jadi tidak saya tahu dalam perkembangan anak saya selama belajar di sekolah.

Karena itu, untuk menghadapi sikap kritis orang tua, guru memang perlu benar-benar berada dalam relnya. Tidak seenaknya terhadap proses belajar mengajar atau bahkan nilai seorang murid. 

Kembali seperti kata cerita pengajar Bimtek yang tadi saya ceritakan, seorang seperti seorang dokter. Kalau dokter sampai malpraktek, itu artinya ia telah lalai dalam tugasnya hingga merugikan orang lain.

Coba, seandainya guru sampai disebut malpraktik. Karena guru, orang tua, kita semua, tidak pernah tahu proses seperti apa yang justru bisa mengubah masa depan seorang anak. Salah satu cara tentunya dengan berusaha sebaik mungkin dan yang seharusnya dalam urusan proses pendidikan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun