Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tak Selamanya Terlihat Muda Itu Menyenangkan

22 Mei 2022   09:00 Diperbarui: 22 Mei 2022   09:05 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak selamanya terlihat awet muda itu menyenangkan. Setidaknya itulah yang dulu dan bahkan hingga kini terkadang pernah saya rasakan. 

Saat dulu sebelum menikah, kondisi tubuh saya memang sangat ramping. Berat badan saya tidak pernah jauh dari angka 45 hingga 47. 

Saat menjadi reporter, pernah saya meliput acara perkumpulan bridge. Waktu itu, saya ditanya oleh seorang ibu-ibu yang menjadi pengurus dari perkumpulan tersebut dengan nada seperti ini, 

"Wah kamu ini, nggak apa-apa nih meliput malam-malam seperti ini? Tugas majalah sekolah ya? Memangnya sekolah di mana?" berondong tanya sang ibu membuat saya yang awalnya sedang mengantuk kala meliput acara latihan bridge malam itu jadi langsung membeliak 100 watt karena menahan geli.

Salah dikira wartawan sekolah juga pernah terjadi saat saya meliput reuni akbar di sebuah sekolah. Waktu itu, berkali-kali saya diabaikan ketika akan mendekat ke beberapa alumni untuk urusan wawancara. 

Sekalinya ada yang mau diwawancara dan kemudian tahu jika saya seoran reporter yang sedang meliput acara tersebut, barulah mereka berujar, "Aduh, maaf ya! Saya kira dari tadi kamu itu anak-anak wartawan sekolah ini buat urusan liputan mading."

Dalam hati saya ngebatin, "Hellow... umur kita juga paling samaan keuleus!"

Tak hanya saya. Salah kira usia juga kerap terjadi pada dua teman kerja saya, Uul dan Tari.

Nah, kalau dua teman saya ini lebih kebangetan terlihat awet mudanya. Sudahlah mereka bertubuh imut, wajahnya pun nggak beda dengan anak usia SMP. 

Jadi kalau kami pas sedang jalan bertiga, orang kerap mengira kami ini anak lulusan SMA yang langsung bekerja menjadi reporter. 

Apalagi, penampilan kami waktu itu memang sering ke mana-mana dengan tas ransel a la anak sekolahan di punggung, dan wajah polos yang jauh dari sentuhan make up. 

Nada komentar yang kami terima bisa seperti ini nih, "Wah hebat ya, baru lulus SMA saja sudah bisa jadi reporter!" 

Sedih! Padahal kami bertiga sudah melewati masa kuliah hingga empat tahun lamanya setelah lulus SMA. Umur pun sudah sekitaran seperempat abad.

Tapi dari sekian kejadian dianggap anak masih remaja, pengalaman paling tidak mengenakkan adalah ketika saya harus diomeli seorang bapak-bapak yang merupakan supir angkutan umum, yang saat itu saya naiki mobilnya untuk urusan liputan. 

Kala itu saya memang sedang naik di saat yang tidak tepat. Karena, sang pengemudi sedang asyik-asyiknya membahas masalah kenakalan remaja dengan seorang ibu-ibu dan seorang bapak-bapak yang juga menjadi penumpang bersama saya di dalam mobil tersebut.

"Iya, anak sekolah zaman sekarang ini memang ada-ada saja kelakuannya. Pulang sekolah pun bukannya langsung pulang ke rumah, eh... malah jalan-jalan ke mall," cerocos sopir angkot yang mengobrol dengan penumpang di belakangnya.

Sampai di situ saya masih cuek. Tapi sewaktu nadanya tinggi dan menghardik dengan kata-kata, "Ini lagi misalnya! Hei, kamu itu kalau pulang sekolah ya pulang dulu. Tak kasihan kamu dengan ibumu yang menunggu di rumah, heh?!" membuat saya pun jadi celingukan. 

Beberapa detik, saya masih setengah sadar. Karena waktu si bapak berujar tadi, saya sedang berpikir tentang rencana peliputan setelah itu. 

Namun kemudian, saya jadi kebingungan ketika si Bapak berkali-kali mengeluarkan nada menghardik dan saya tidak menemukan sosok tepat yang sedang jadi sasarannya. 

Saat saya sadar bapak sopir angkot sedang menatap saya dengan wajah tak suka, dengan ekspresi tidak bersalah, ya saya hanya bisa bertanya, "Ada apa, ya Pak?"

"Iya, kamu! Kamu itu kalau pulang sekolah ya langsung pulang dulu. Nah, kamu mau jalan-jalan dulu kan ke mall?" tuduh bapak sopir angkot masih belum menurunkan nada suaranya untuk menghardik saya.

"Saya, Pak?" kembali saya bertanya memastikan. Rasanya masih tidak percaya, saya salah apa, semalam mimpi apa, kok sampai nggak ada angin nggak ada hujan, saya dimarahi sopir angkot.

Akhirnya saya jelaskan, "Lha, saya ini kan kerja Pak, liputan..."

Saya lihat si bapak, masih juga tidak percaya.

"Saya wartawan... Bukan anak sekolahan!" lanjut saya dengan ngotot dan hati dongkol karena dituduh sebagai anak sekolah nakal dan suka jalan-jalan ke mall setelah pulang sekolah.

Sewaktu menjadi guru di sebuah SMA dan sekolah setingkat SD yang waktu itu usia saya sudah di atas 30 tahun, kejadian tidak mengenakkan juga kerap terjadi. Misalnya dipanggil 'mbak' oleh murid dan wali murid karena dikira anak sekolah yang sedang magang. Padahal saya guru di situ.

Pernah juga ada calon guru baru yang sedang tes. Dengan gaya sok akrab karena tahu kalau saya juga pernah kuliah di Malang, ia memanggil saya 'dek' dan lalu bercerita tentang kekayaan pengalamannya.

Namun karena saat itu saya sedang pusing memikirkan siswa di kelas yang saya ampu dan tak kunjung mau remedial, saya tak begitu peduli. Saya baru sadar saat sahabat saya menjelaskan dengan detail sikap calon guru baru tersebut ke saya di saat otak saya sudah normal.

"Tahu nggak Mbak, dia itu baru tes saja, belum jadi guru, sudah begitu gaya seniornya. Padahal pengalaman juga banyakan kamu. Umur juga aslinya masih tuaan kamu. Bisa-bisanya dia panggil kamu 'dek'."

Pernah juga saat saya mengambil kursus pendidikan bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare Kediri, saya sampai harus berdebat dan mengeluarkan KTP. Waktu itu teman-teman satu tempat kursus tidak percaya kalau umur saya sudah 30 tahun.

Pengalaman lebih seru lagi malah terjadi di saat saya mengajar di sebuah sekolah setingkat SD. Ada guru yang tidak mau diingatkan dan diberi tahu dengan cara pelan hanya karena saya guru baru, dan terlihat masih sangat muda. Bahkan reaksinya sampai ada yang marah-marah karena merasa ia lebih senior. 

Yang saya tangkap, para guru lama yang merasa senior ini melihat saya sebagai guru baru, umur masih dua puluhan, tidak ada pengalaman kerja. Dan saya dianggap tidak pantas memberi tahu sesuatu yang aslinya mereka memang justru belum tahu.

Padahal, saat itu usia saya sudah hampir 40 tahun! Sementara guru lama yang merasa senior, usianya antara setahun sampai lima tahun di bawah saya.

Jadi, tak selamanya lho terlihat awet muda itu menyenangkan. Karena tampilan fisik nyatanya sering dikaitkan dengan senioritas dan siapa yang merasa lebih pantas jadi senior.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun