Sering harus menaiki kendaraan untuk urusan liputan dengan alat tranportasi umum yang berhubungan dengan laut memang tidak pernah ada dalam benak saya.Â
Tentu saja, karena sejak kecil, saya bukanlah manusia yang hidup pada suatu tempat hingga harus begitu dekat dengan sungai atau laut.Â
Begitu juga halnya ketika saya memutuskan untuk menjadi reporter di Batam. Tak ada dalam benak saya sama sekali jika kelak di tempat itu, saya nantinya akan sering menjadi anak laut ketika meliput!
Terlebih-lebih ketika saya mendapat tugas untuk meliput di daerah Tanjungpinang, ternyata saya harus makin sering menggunakan alat transportasi laut bernama pompong.Â
Dalam satu minggu, rasanya selalu saja ada agenda harus berkunjung ke Pulau Penyengat yang meski pulau, tapi letaknya sangat dekat dengan pusat pemerintahan dan kehidupan masyarakat Kota Tanjungpinang kala itu.
Pulau Penyengat memang menjadi pusat budaya yang kerap menjadi sorotan. Tak heran, karena pulau itu sendiri dulunya adalah pusat pemerintahan Kerajaan Riau Lingga. Sering berbagai agenda acara terutama yang berkaitan dengan kunjungan Ibu Walikota Tanjungpinang ada di pulau tersebut.
Gara-gara sering meliput ke sana, suatu ketika, saya jadi punya pengalaman yang agak lumayan mengerikan, kalau buat saya, ketika harus naik pompong ke Pulau Penyengat.Â
Ceritanya waktu itu di bulan ramadan, ada beberapa lomba yang dipusatkan di Pulau Penyengat sebagai tempat penyelenggaraan lomba.Â
Satu di antaranya adalah lomba kompang.
Meski malam hari, mau tak mau saya harus juga berangkat ke sana.Â