Ada salah satu tes di tempat kerja saya sewaktu dulu menjadi reporter, yang kerap jadi momok. Tes kesehatan bagi mereka berstatus masih karyawan kontrak, begitu menentukan nasib kepegawaiannya. Untuk menaikkan status kerja, mereka harus lolos dari tes kesehatan.
Tesnya sebetulnya biasa. Namun, tuntutan standarnya itu yang luar biasa.Â
Apalagi urusan kolesterol! Selisih nol koma sekian saja dari standar yang ditetapkan, bisa beralamat status kepegawaiannya tidak berubah-ubah lho. Siapapun tentunya tak ingin melulu jadi karyawan kontrak.
Parahnya, saya dan rekan-rekan kala itu yang tergolong baru di Batam, sangat tergila-gila dengan nasi Padang yang konon banyak sekali mengandung unsur lemak dan kolesterol.Â
Bayangkan saja, setiap menjelang maghrib, aba-aba siapa yang akan pesan Nasi Padang selalu diumumkan. Karena pesannya banyak, kami bisa delivery services waktu itu.
Kebetulan waktu itu posisi gedung kantor yang baru, jauh dari orang-orang yang menjual makanan. Apalagi saya dan kebanyakan teman, masih orang baru di Batam dan belum punya sepeda motor.
Saat waktu tes kesehatan percobaan pertama dilakukan, bisa ditebak, hampir satu ruang redaksi langsung stres melihat hasilnya. Angka kolesterolnya jauh di atas angka batas kolesterol yang ditetapkan.
Saya sendiri yang waktu itu meski memiliki tubuh kurus dan berkemungkinan jauh dari urusan kolesterol, sempat takut juga. Â
Untuk menyiasatinya, sebelum tes, beraksilah saya menggunakan cara-cara yang saya pikir mampu menurunkan kadar kolesterol di tubuh.  Â
Cara a la saya waktu itu antara lain dengan memulai hidup gaya vegetarian, rajin mengonsumsi oat meal untuk sarapan pagi, sampai rajin minun teh hijau.Â
Vegetariannya pun sampai kebablasan. Pasalnya, saya hanya mengonsumsi sayur dan buah untuk makan siang. Paginya, sering tidak sarapan.
Belum lagi aksi minum teh hijau yang rajin saya lakukan. Padahal saya punya riwayat maagh dan darah rendah.
Untungnya meski memiliki pola makan yang mengkhawatirkan, kebiasaan mengonsumsi kudapan tetaplah jalan terus!Â
Tapi hasilnya, saya bisa sukses lolos dari batas kolesterol yang ditetapkan. Malahan, angkanya jauh dari batas yang ada!
Sedangkan beberapa teman saya yang tidak lolos dari tes kesehatan, terpaksa mengonsumsi obat yang disarankan tenaga kesehatan untuk menurunkan angka kolesterol.Â
Obat ini efeknya cepat. Beberapa rekan kerja yang awalnya tidak lolos tes kesehatan, akhirnya saat tes lagi, hasilnya sudah sesuai standar dari pihak kantor.Â
Dan kalau ada yang mau menyalahkan nasi padang yang katanya mengandung kolesterol, sebetulnya nggak benar juga menurut saya.
Karena buktinya, teman saya Zuhri waktu itu telah membuktikan bahwa Nasi Padang tidak melulu bersahabat dekat dengan kolesterol.
Kawan saya yang namanya Zuhri itu notebene orang Minang asli. Hobinya, ya makan nasi Padang.Â
Eh tapi sewaktu dites kesehatan, kolesterolnya bisa juga kok berada di bawah standar.
Mengetahui hal itu, para kru redaksi jadi takjub. Sampai-sampai di kemudian hari, beredar julukan untuk Zuhri.Â
Ia disebut-sebut sebagai satu-satunya orang Minang yang bisa sukses dengan mudah lolos dari momok kolesterol!Â
Sementara beberapa rekan saya lainnya yang orang Minang, banyak sekali yang sulit lolos dari jeratan batas angka kolesterol. Sampai harus berkali-kali mengulang tes kesehatan.
Kesimpulannya, urusan SARA tidak bisa dimasukkan dan dihubungkan dalam ranah kuliner dan kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H