Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tahi Lalat Kaki

4 Februari 2022   17:00 Diperbarui: 4 Februari 2022   17:01 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : hasil olahan Canva

Bentuknya titik hitam. Mungkin tampil dengan warna cokelat. Kadang menonjol sedikit timbul, kadang sedatar kulit di sekitarnya. Aku tak pernah mengerti mengapa orang menyebutnya dengan tahi lalat. Pun, aku yang tak tahu apakah benar kotoran lalat memang berwarna hitam. Aku hanya pernah melihat, lalat meninggalkan jejak hinggapnya dengan rupa titik-titik berwarna putih. Konon, itu pun adalah telurnya.

Aku dan dia, dua manusia bertanda titik hitam pada kaki dalam jumlah yang tak cukup satu dua. Kami sama-sama sadar keberadaan tanda itu, berikut kesadaran akan kenyataan karakter pemiliknya.

"Ya, aku memang sama denganmu. Memiliki tanda-tanda itu di kakiku. Juga hasrat kakiku yang selalu kelaparan menapaki tempat baru. Tapi apakah tanda itu lantas membuat kita tidak bisa saling mencinta?" tanyanya.

Aku menjawab juga mencintainya. Meski dalam nada ragu yang pasti terjaring jelas di telinganya.

Lagi ia bertanya, "Bisakah kita saling mencinta juga memiliki?"

Mataku menjawab dengan terawangan tak fokus pada sesuatu. Bisakah cinta tetap terjaga dengan rentang jarak yang selalu menjadi konstruksinya?

Tapi genggaman mantap tangan yang menangkup satu tangan kananku membuat bulatan pangkal bahuku bergerak mengulang dua kali. Kepalaku bergerak ke atas dan bawah.

Tak berapa lama, waktu membuktikan kami untuk terikat dalam sebuah janji yang kami harapkan selamanya. Setelahnya, kami menjadi dua wajah yang tersenyum menyambut para pengucap selamat berbahagia. Kami berdiri lama menebar bahagia dengan mereka yang datang menyalami, dan melupakan tahi lalat di kaki kami.

Ia dan aku, sepasang sosok beda. Saling mencinta. Bertahi lalat kaki sama berjumlah tak satu dua. Rendah berbeda kata. Tak pernah kering rasa saling memuja. Selalu banyak berpisah dari pada bersua. Andai tahi lalat kaki itu tak banyak menera, jika tanda itu tak menginspirasi kami untuk mengembara, bila rasa syukur kami kosong karena terisi jera mencinta, maka kami bukan dua orang yang lalu bertemu dan bersatu suara. Mungkin kami menjadi sosok-sosok berhati lelah karena terlalu menghitung jejak langkah asmara yang telah gagal di masing-masing sejarah. Dengan hati kami tak akan kunjung berbajukan cinta berpemilik manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun