Hal ini berlandaskan pertimbangan bahwa gejolak publik akan penerbitan regulasi baru perpajakan tidak mengenal latar belakang pendidikan. Salah satunya penerbitan aturan terkait mekanisme baru pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 di awal tahun 2024 lalu. Ketentuan yang pada hakikatnya tidak menambah beban pajak melainkan menyederhanakan penghitungan tersebut, justru dianggap mencekik pekerja karena pemahaman yang keliru. Padahal, apabila diseminasi pengetahuan mumpuni, tentu keriuhan tersebut dapat terhindarkan.
Terakhir, menggandeng para penerima beasiswa sebagai pemengaruh dalam memperluas kesadaran pajak dan mempertahankan citra baik otoritas perpajakan. Mereka juga dapat menjadi representasi nyata manfaat pajak untuk melahirkan SDM unggul dan berdaya saing global.
Sebagai kesimpulan, pajak bukanlah satu-satunya panasea dalam penanganan disrupsi manajemen pendidikan. Fungsi redistribusi pajak harus harmoni dengan transparansi pemanfaatannya. Semata-mata, demi mewujudkan tujuan negara dalam aline keempat pembukaan UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H