Mohon tunggu...
Ika Hapsari
Ika Hapsari Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh Pajak Direktorat Jenderal Pajak | Duta Transformasi Kemenkeu RI Terbaik 2018-2022

Berprofesi sebagai Penyuluh Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI. Telah banyak menulis artikel opini perpajakan yang dimuat pada laman pajak.go.id maupun media massa nasional. Menjuarai sejumlah kompetisi menulis opini tingkat nasional. Terpilih sebagai Liaison Officer G20 Presidensi Indonesia 2022 bagi Wakil Perdana Menteri Canada, H.E Chrystia Freeland. Berhasil meraih predikat sebagai Duta Transformasi Kementerian Keuangan RI Terbaik pada 2018, 2020, 2021, dan 2022. Saat ini tengah menekuni passion sebagai kreator konten yang berfokus pada topik edukasi perpajakan, pengembangan karir, dan wisata lokal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjawab Enigma Pendidikan dari Perspektif Pajak

30 Juni 2024   19:58 Diperbarui: 30 Juni 2024   19:59 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Setiawan Kusumo

Sebagai contoh, pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi karyawan di Indonesia pada lapisan maksimalnya hanya sebesar 35%, sementara di negara-negara Nordik seperti Denmark dan Swedia dapat melampaui 50%.

Sementara itu, kemampuan negara untuk memungut pajak dari potensi Produk Domestik Bruto (PDB) atau dikenal dengan rasio pajak (tax ratio) di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan sejumlah negara ASEAN. Pada tahun 2023, PDB Indonesia mencapai Rp20.892,4 triliun (BPS, 2024) sedangkan rasio pajak hanya berkisar 10,31%. Negara Vietnam misalnya, memiliki rasio pajak mencapai 18,2% pada tahun 2021 (OECD, 2023).

Ditilik dari aspek Indeks Modal Manusia (Human Capital Index), Indonesia memperoleh skor 54%. Angka ini masih berada di bawah rata-rata Asia Timur dan Pasifik sebesar 59% dan negara berpenghasilan menengah ke atas 56% (Bank Dunia, 2023). Artinya, produktivitas anak Indonesia masih relatif rendah dari kapasitas idealnya, juga di bawah benchmark dunia.

Padahal, salah satu indikator HCI adalah kuantitas dan kualitas pendidikan. Komponen ini berpengaruh pada pergerakan roda ekonomi yang pada akhirnya berkorelasi erat dengan pemajakan. Dengan kata lain, pendidikan menjadi variabel integral dalam konteks optimalisasi rasio pajak. Bak siklus yang saling terkait.

Studi Balsera, Kless, dan Archer (2017) menganalisis bagaimana mobilisasi sumber daya dalam negeri melalui perpajakan yang progresif menjadi solusi pemenuhan kesenjangan pembiayaan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) nomor 4: pendidikan berkualitas. Hasilnya adalah perlunya perluasan basis pemajakan dengan menekan prevalensi insentif pajak yang merugikan dan mengatasi penghindaran pajak.

Pajak sebagai panasea

Setidaknya, berikut 3 strategi dari sisi pajak guna menjawab teka-teki optimalisasi pemerataan pendidikan melalui peningkatan tax ratio.

Pertama, pengembangan program inklusi kesadaran pajak secara ekspansif. Integrasi kurikulum kesadaran pajak pada seluruh jenjang pendidikan menjadi agenda utama. Silabus pembelajaran bermuatan sadar pajak diajarkan oleh para guru dan pendidik, tidak terbatas pada tingkat pendidikan tinggi.

Urgensi ini dipandang perlu dalam rangka mempersiapkan generasi sadar pajak saat era bonus demografi tercipta. Menanamkan kepatuhan pajak secara sukarela sedini mungkin, agar kelak tidak memunculkan efek kejut yang membuat mereka lari dari pajak saat kewajiban tersebut menghampiri.

Kedua, memaksimalkan peran sistem inti perpajakan (core tax system) sebagai manajemen pengetahuan bagi wajib pajak terdaftar maupun calon wajib pajak masa depan. Selain itu, menciptakan peluang ekstensifikasi basis pajak melalui pemanfaatan teknologi dan Artificial Intelligence (AI).

Aksesibilitas pengetahuan perpajakan yang praktis dan terjangkau akan meningkatkan partisipasi digital pada aplikasi perpajakan dan mengeliminasi mispersepsi akan dinamika kebijakan pajak yang terus berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun