Mohon tunggu...
Ika Kartika
Ika Kartika Mohon Tunggu... Lainnya - Communicating Life

pelayan masyarakat selama lebih dari 20 tahun and keep counting, belajar ilmu komunikasi sejak lahir.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Perlukah Institusi Pemerintah lakukan Monitoring Media?

19 Juli 2024   15:02 Diperbarui: 19 Juli 2024   15:06 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beredar pemberitaan di sejumlah media bahwa salah satu pemerintah daerah di Pulau Jawa   dalam hal ini salah satu dinas yang mengurusi lingkungan hidupnya ditengarai tidak transparan terkait penerbitan ijin Analisa Dampak Lingkungan (Amdal). Pemberitaan ini rupanya meluas dan publik ramai-ramai 'ngerujak' pemerintah daerahnya. Hingga sepekan  tak ada sama sekali counter resmi dari yang terkait sehingga opini makin liar dan merembet ke mana-mana.

Saya perhatikan, hal ini rupanya tidak terdeteksi sejak dini baik oleh dinas yang bersangkutan juga oleh dinas yang mengurusi informasi dan komunikasi padahal dalam salah satu sub kegiatannya jelas ada pekerjaan monitoring media dan pengelolaan opini dan aspirasi publik yang tentu saja wajib dijalankan baik dalam kondisi ada atau tidak ada penganggarannya.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren Bidang Komunikasi dan Informatika yang merupakan turunan dari  Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jelas menyatakan bahwa urusan komunikasi dan informatika adalah wajib dijalankan oleh pemerintah daerah dan disebut sebagai urusan konkuren wajib non-pelayanan dasar. Pada Permenkominfo 8/2019 tersebut lengkap dirinci sub-sub kegiatan apa yang wajib dilaksanakan oleh dinas kominfo di daerah, dan dari 9 (sembilan) sub kegiatan yang tertera, salah satunya adalah Sub Kegiatan Monitoring Media dan Pengelolaan Opini dan Aspirasi Publik.

Selama bertahun-tahun sejak awal 2000-an humas pemerintah menjadikan aktivitas mengkliping yakni membaca semua media massa cetak, menandai berita-berita yang harus dikumpulkan, menggunting, menempel, merekap, memilih pemberitaan yang berpotensi negatif dan butuh klarifikasi, lalu menyampaikannya ke dinas-dinas terkait selanjutnya membantu proses penulisan klarifikasi atau jika dibutuhkan hak jawab dan mengirimkannya ke media massa yang memuatnya adalah kegiatan rutin yang dengan tekun dilakukan tanpa ada secuilpun campur tangan pihak ke-3 (tiga) apalagi menyerahkan sepenuhnya dengan mengaloksikan sejumlah anggaran tertentu.

Lalu pada sekitar Tahun 2017, bermunculanlah perusahaan-perusahaan yang menyediakan jasa monitoring media yang seolah tahu betapa selama ini pemerintah melakukan aktivitas itu secara manual dan merepotkan. Saat itu saya sambut kahadiran mereka dengan mata berbinar-binar. Tak perlu lagi repot baca berita, menggunting dan menempelnya karena mereka lakukan semua itu lengkap dan dalam bentuk digital. Rasanya tak perlu lagi berlanggaran koran banyak-banyak dan tak perlu lagi sediakan lem berlebihan untuk kepentingan menempel.  

Melihat kebutuhan kita akan analisa pemberitaan, trend positif/negative serta seiring berkembangnya media online dan media sosial maka perusahaan tersebut menambah varian layanannya bahkan analisa harian dan saran tindak lanjut mereka sanggup kerjakan. Sudah kurang mudah apa lagi bagi humas pemerintah?. Saat itu yang kami lakukan hanya memastikan analisa dan saran yang mereka tawarkan sesuai/tidak dan selanjutnya kami juga yang tentukan apakah saran dan analisa tersebut akan digunakan atau tidak.

Begitupun rekap percakapan netizen di media sosial terkait pemerintah, bisa kami dapat setiap hari tanpa absen lengkap dengan analisanya sehingga kami bisa lakukan langkah-langkah untuk menyikapinya, terutama saat ada opini yang berpotensi pada krisis komunikasi. Tantangan terbesarnya bukan lagi pada proses memonitor, tapi pada penerimaan pimpinan atas hasil monitoring media tersebut.

Rupanya tidak semua pimpinan memahami pentingnya memonitor opini publik di media massa. Bahkan  tak sedikit juga yang meyakini bahwa opini dan keluhan masyarakat tidak usah terlalu serius disikapi apalagi dengan cara-cara formal semisal mengirimkan klarifikasi atas pemberitaan tersebut.

Mereka lebih senang selesaikan hal-hal demikian, -misal ada satu media yang memberitakan hal yang dirasa mengganggu terkait kinerja dinas tertentu- dengan cara mengundang wartawan atau pentolan media tersebut, ngobrol-ngobrol, dan selesai dengan kesepakatan-kesepakan tertentu yang tak pernah kita tahu. Yang pasti, setelah 'pertemuan' tersebut sang wartawan akan rajin menyambangi ruang pimpinan dan pulang dengan wajah berseri-seri. Dan tentu saja pemberitaan buruk di medianya (sementara) tak muncul lagi

Bagi pegawai yang memahami core business humas, kegelisahan akan bertambah saat terjadi pergantian vendor yang tidak dapat menyediakan layanan selengkap, seakurat, setepat waktu, dan seefisien vendor lama. Hal ini diperparah dengan para pegawai di bidang tersebut yang sudah lama meninggalkan praktik memonitoring media secara manual sehingga terlalu nyaman dengan  menyerahkan semua tugas wajibnya pada vendor. Maka bubarlah segala output yang selama ini bisa kita dapat dari vendor sebelumnya.

Ini jua lah yang menjadi penyebab tidak terdeteksi secara dininya pemberitaan kajian Amdal di dinas seperti pada cerita di awal.

Terkait hal ini, tidak ada yang benar-benar sadar bahwa aktivitas monitoring media yang abai dilakukan akan merugikan pemerintah yang bersangkutan karena persepsi publik yang terlanjur buruk tentu saja tak mudah dipulihkan.

Apalagi di era digital saat ini, informasi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, informasi dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun reputasi dan menjangkau audiens. Di sisi lain, informasi yang salah atau negatif dapat dengan mudah merusak citra dan merugikan organisasi.

Manfaat monitoring media bagi pemerintah?. 

Memantau dan melakukan analisis media berbasis isu dapat membantu institusi pemerintah menentukan isu spesifik mana yang harus diprioritaskan menurut opini publik. Isu-isu penting dalam media sosial maupun media massa memiliki beragam nada dari mulai positif, netral hingga negatif yang memungkinkan dapat menggiring opini publik. Oleh karenanya, isu-isu real time harus dipantau secara berkala.

Melalui pemantauan media, pemerintah dapat menganalisa siapa mengatakan apa, di mana dan pesan atau masalah utama yang paling berpengaruh terhadap opini publik. Dengan mengetahui isu di tengah masyarakat, pemerintah dapat menyusun rencana untuk meredam isu yang keliru jika didapati pemberitaan yang tidak sesuai dengan fakta.

Monitoring media juga membantu fungsi humas institusi pemerintah dalam mempelajari masalah yang serupa di masa lalu dan membantu menyusun strategi komunikasi di masa mendatang. Selain itu, juga memudahkan mereka untuk membuat pesan yang menarik dan infomatif bagi publik.

Manfaat lain adalah Institusi pemerintah dapat menggunakan media monitoring untuk menyimak persepsi masyarakat dan awak media mengenai kinerja pemerintah dan mengelola reputasi pada publik.

Fitur-fitur dalam tools media monitoring juga memungkinkan humas dalam institusi pemerintah dapat mengetahui redaksi media mana yang kiranya selaras dengan nilai-nilai dan pesan pemerintah serta media mana yang menjadi pengkritik kebijakan melalui artikel yang diberitakan oleh media.

Dengan menggunakan media monitoring, pemerintah dapat mengukur apakah pesan yang dikomunikasikan telah sampai pada publik, apakah dampaknya sesuai dengan tujuan awal?.

Data dan informasi yang dikumpulkan dapat digunakan pemerintah untuk memperbaiki reputasi kurang baik yang tumbuh di masyarakat demi meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Selain itu, juga bisa menjadi bahan acuan dalam meningkatkan program dengan menganalisis penerimaan positif dan negatif terhadap pesan pemerintah.

Contohnya, melalui media monitoring, pemerintah dapat memastikan bahwa infrastruktur publik yang dibangun dapat diakses oleh umum, atau kebijakan yang diterapkan pemerintah mungkin tidak sejalan dengan publik sehingga perlu dilakukan perubahan kebijakan.

Selanjutnya, tentunya hasil dari monitoring media ini bermanfaat untuk merencanakan langkah di masa mendatang dengan menggunakan data yang disediakan.

Mengapa butuh vendor?

Seperti telah menjadi pengetahuan umum, kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) di pemerintahan relatif tidak setara, pun sebarannya tidak merata. Sehingga SDM dengan skill tertetnu bisa jadi ditempatkan di bidang tugas yang tidak sesuai kompetensinya. Memantau berita dengan arus informasi yang cepat tentu sulit untuk dilakukan jika tidak oleh orang yang memahami substansi, serta tidak pula diidukung oleh teknologi yang memadai. Sementara vendor dengan spesifikasi khusus media monitoring lazim didukung dengan teknologi Artificial Inteligence (AI), sehingga mampu menyampaikan hasil penelusuran dalam bentuk infografis. Tentunya hal ini memudahkan pemerintah dalam memantau arus informasi yang beredar cepat melalui media cetak maupuan daring.

Fitur apa saja yang ditawarkan oleh vendor monitoring media?

Rata-rata vendor menyediakan fitur berupa Analisa Sentimen Media Massa dan Media Sosial yang dapat digunakan untuk melihat apakah pemberitaan yang bernada negatif, misalnya, cenderung keliru atau tidak. Jika terdapat kekeliruan dari pemberitaan yang beredar, maka hal tersebut dapat dijadikan acuan untuk meluruskan kekeliruan yang ada antara lain melalui klarifikasi atau hak jawab. Biasanya disediakan pula hasil monitoring Top Isu/Sebaran Isu untuk mengetahui isu apa yang saat ini yang mengemuka atau percakapan apa yang sedang menjadi atensi netizen di media massa terkait kinerja instansi pemerintah.

Disediakan pula fitur Top Redaksi untuk melihat sejumlah redaksi media massa yang banyak memberitakan terkait isu yang ingin dicari tahu. Melalui fitur ini juga dapat diketahui perbandingan jumlah pemberitaan bernada positif, negatif maupun netral dari suatu portal berita.

Fitur yang tak kalah penting dan biasanya paling sering ditanyakan pimpinan daerah yang akan maju pada pilkada adalah Top Person. Melalui fitur ini dapat dilihat sentimen yang tertuju pada tokoh tersebut, dalam hal ini kepala daerah  dan melihat seperti apa pemberitaan mengenai tokoh tersebut berkaitan dengan isu yang ingin diketahui. Hal tersebut bisa dijadikan acuan untuk bahan evaluai secara menyeluruh bagi pemerintah.

Selanjutnya, untuk mengukur seberapa besar sebuah isu beredar di media dapat dilihat menggunakan fitur Trending Keyword & Hashtag, atau kata kunci yang paling banyak dipilih dalam pemberitaan menggunakan media monitoring.

Lalu bagaimana media monitoring bekerja?. Vendor biasanya bekerja dengan cara melihat mention yang dilakukan media massa baik cetak, online siaran TV, radio, dan seluruh platform media sosial. Setelah itu seluruh platform di atas dipantau secara sistem, semisal media intelligence. Maka tak heran hasil monitoring bisa didapat dengan cepat dan relatif akurat.

Dengan fitur yang makin canggih, dan kemampuan menjawab kebutuhan yang makin mumpuni yang bisa disediakan pada aktivitas monitoring media, pertanyaan selanjutnya adalah: sejauhmana institusi pemerintah memandang penting citra lembaga?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun