Mohon tunggu...
Ika Kartika
Ika Kartika Mohon Tunggu... Lainnya - Communicating Life

pelayan masyarakat selama lebih dari 20 tahun and keep counting, belajar ilmu komunikasi sejak lahir.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menikmati Pantai di Anyer dengan Gratis, Mungkinkah?

10 Juni 2024   09:27 Diperbarui: 10 Juni 2024   09:50 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Pantai Anyer adalah tujuan utama saat saya pertama kalinya mendaratkan kaki di Banten sekitar 20 tahun yang lalu, sebelum akhirnya saya menetap di sini hingga hari ini. Berboncengan mengendarai sepeda motor dengan mantan pacar, saya tak menyangka jarak tempuhnya cukup membuat punggung saya pegal dan bokong ini panas.

Sejauh 38 Km (tiga puluh delapan kilo meter) atau sekitar 1.30 jam (satu jam 30 menit)  saya menerjang lalu lintas dan suhu panas Kota Serang-Kota Cilegon-Kabupaten Serang, dan saat tiba, saya disuguhi pemandangan pantai  membentang, deburan ombak berkejaran, dan desir angin yang mengusap lembut wajah ini. Pantai, memang tak perlu banyak usaha untuk memikat penikmatnya.

Ciptaan Tuhan yang seyogyanya bisa dinikmati oleh siapapun itu, di Kawasan Anyer ini, agak berbeda. Hampir  tak ada pantai yang bisa diakses publik secara gratis, padahal garis pantainya cukup panjang. Pantai hanya bisa diakses melalui hotel atau yang sudah dikelola perorangan.

 
Dari Kawasan Anyer yang masuk wilayah Kabupaten Serang hingga kawasan Pantai Carita yang masuk wilayah Kabupaten Pandeglang, akses menuju pantai ditutupi oleh hotel. Sekalinya ada pantai yang terbuka, itu pun sudah dikelola oleh perorangan dengan tarif masuk Rp 20 ribu sampai Rp 800 ribu bagi kendaraan bus.

Beberapa bulan ke belakang saya dan beberapa teman sempat sesaat menikmati keindahan Pantai Carita. Agak sulit tampaknya bagi warga lokal merekomendasikan tempat menikmati keindahan pantai yang bisa bebas diakses publik namun dengan fasilitas yang nyaman.

Atas rekomendasi seorang teman, kami menuju sebuah resort yang jika dilihat dari jalan raya sama sekali tidak menampakkan kesan 'resort'. Pagar tembok serupa benteng tinggi dengan cat kusam, menampakkan bangunan-bangunan 2 (dua) lantai serupa kamar-kamar yang didesign seperti resort dalam kondisi mengkhawatirkan. 

Beberapa lisplangnya menjuntai, pagar kayu pada balkon banyak yang tanggal, atap rumbia ambruk di beberapa bagian. Terlihat hampir tidak ada aktivitas di dalamnya. Beberapa orang pasti ada yang berpikir resort ini berhenti beroperasi imbas wabah covid 19 beberapa tahun lalu.  

Untuk mengaksesnya saya harus lapor dulu ke satpam penjaga resort. Jujur kami sampaikan bahwa, kami sekedar ingin menikmati pantai dan duduk-duduk di pasirnya. Pak satpam tercenung, "Ibu nggak akan sewa kamar?", tanyanya. "Sebentar aja Pak, duduk-duduk di pasirnya dan foto-foto saja kok ga akan nyampe 1 jam", jawab saya. 

"Tidak bisa Bu, harus sewa resort. Bisa kok per jam pun", jawabnya tegas. Malas berdebat, akhirnya kami setuju untuk sewa 1 (satu) kamar. Tawar menawar terjadi dengan Abang penjaga kamar. Akhirnya disepakati di harga Rp.300.000 untuk 2 (dua) jam pemakaian.

Akhirnya kami diijinkan masuk ke kawasan resort, dan dipersilakan memarkirkan kendaraan di bawah bangunan-bangunan berlantai 2 (dua) yang atap hampir ambruknya bisa kami lihat dari jalan besar di luar pagar tembok tadi. Di lorong berpencahayaan minim yang menghantarkan kami  menuju kamar,  beberapa fasilitas tampak tak terawat lapuk dimakan usia.  

Namun, di depan kamar yang kami sewa, taraaaa...kami disuguhi pemandangan pantai yang indah tiada tara. Pohon nyiur melambai tenang, pasir putih memenuhi seluruh sudut pandang walaupun mulai  berwarna kecoklatan pertanda sudah lama tidak ada aktivitas bersih-bersih. Deru ombak dan air laut kebiruan, ditingkahi sesekali tampak perahu di kejauhan.

Kami duduk-duduk di bawah pohon rindang yang menggantung di salah satu dahannya ayunan seadanya. Pedagang mulai berdatangan mulai dari abang bakso gendong, ibu penjual duren,petai dan ikan asin, ibu-ibu yang menawarkan jasa pijit dan kerok, tak ketinggalan para warga lokal yang tak bosan membujuk untuk naik banana boat.

"Ibu dari Jakarta?", tanya ibu penjaga warung mie dan kopi instant yang lapaknya tak jauh dari tempat duduk-duduk kami. "Bukan Bu, Kami dari Serang", jawabku. "Oooh, biasanya orang Jakarta yang masuk tempat ini ", jawab si ibu. "Alhamdulillah ibu dan rombongan datang, tukang bakso dari kemarin belum ada yang beli Bu", ujarnya lagi sambil matanya menatap abang bakso yang tengah sibuk melayani pesanan kami.

Teringat lagi pada sebuah kunjungan wisata kecil-kecilan bersama keluarga beberapa bulan setelah masa PPKM dinyatakan usai, saat itu kami mengunjungi sebuah pantai di Kawasan Anyer yang tampaknya dikelola oleh perorangan, ditandai dengan tidak adanya fasilitas menginap di sana. 

Karcis masuk dibanderol Rp. 100.000 untuk mobil kecil, dan kami sempat berbincang dengan penjaga warung yang di akhir cerita mengaku sebagai orang yang diberi kepercayaan oleh pemilik fasilitas pantai untuk mengurus kawsan itu.  "Izin pendirian bangunan hotel atau resort di pinggir pantai di Kawasan Anyer dan Carita ini sepertinya sudah berlangsung sejak belum berdirinya Provinsi Banten", terangnya saat kami bertanya apakah untuk mengelola Pantai butuh izin mendirikan bangunan dan lain sebagainya?. 

"Kalau ini punyanya orang Jakarta, yang kelola kebetulan kepala desa. Jadi kalau ada yang mau sewa lahan untuk warung, saung untuk disewakan, termasuk mengelola toilet umum, harus berhubungan dengan pak kades", jelasnya, sambil tekun mengaduk kopi hitam yang kami pesan.

Berdasarkan penelusuran, Pemerintah Kabupaten Serang, terkini, telah menerbitkan
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Serang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bangunan Gedung yang dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa Garis Sempadan diberlakukan juga terhadap Pantai, selain jalur jalan dan/atau jalan raya; sumber air dan/atau saluran air (sungai, irigasi); sumber mata air, danau dan waduk; dan lain sebagainya.

Pada ayat berikutnya, khusus untuk pantai ditulis secara lengkap sebagai berikut: "Untuk pendirian bangunan di wilayah Pantai, pemilik bangunan diwajibkan menyediakan sarana jalan selebar 1,5 m (satu setengah meter) masing-masing di samping kanan dan kiri dari batas tanah yang dikuasai untuk lalu lintas umum ke arah laut."

Peraturan telah dibuat, maka tugas seluruh pihak melaksanakannya tentunya disertai pengawasan dan penegakkan hukum yang baik, karena bagaimanapun, Pantai Anyer dan Carita memang punya daya tariknya sendiri.

"Ma, keren banget ya kalau  lebih banyak lagi orang yang bisa menikmati pantai yang indah begini.", anak sulung saya nyeletuk. "Lebih mantap lagi kalau makin banyak  masyarakat sekitar yang merasakan manfaatnya, dan pastinya  makin banyak juga ya Ma, Pendapatan Asli Daerah yang masuk untuk dikelola", tambahnya sambil memandang nanar garis putih yang memisahkan laut dan langit di ujung sana. "Semua kan demi kesejahteraan masyarakat, ya Ma", ujarnya nyaris bergumam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun