"Udah gede kok yang dipikirin mainan aja" Kalimat itu seringkali dilontarkan oleh ibu pada adikku yang sedang duduk di bangku SD ketika disuruh tidur atau belajar tapi tidak mau karena masih mau main.
Perkara bermain ternyata tidak hanya dieluhkan oleh seorang ibu, namun juga dieluhkan oleh guru terhadap siswa yang tidak jarang mengabaikan penjelasan gurunya dan justru memilih bermain bersama teman-temannya sehingga membuat ramai kelas dan mengganggu beberapa anak yang fokus belajar.
Begitupun saya, saya juga pernah dibuat marah oleh segerombolan anak kecil di rumah yang tiba-tiba ramai karena bernyanyi sambil menabu kaleng di siang hari, dimana pada waktu siang hari tentunya waktu bagi orang-orang untuk istirahat dan peluang bagi saya untuk mengerjakan tugas kuliah.Â
Siapa yang tidak marah jika kita sudah bertekad untuk menyelesaikan tugas namun ditengah itu semua menjadi berantakan karena idenya hilang sesudah mendengar sebuah kebisingan. Adakah teman-teman yang demikian?
Tidak bisa dipungkiri bahwa permainan tidak hanya digandrungi oleh anak-anak saja. Namun remaja dan dewasa juga menggandrungi sebuah permainan. Entah itu permainan nyata, ilusi, atau teka-teki tetap saja judulnya adalah permainan. Seperti halnya ilmuwan dengan rumusnya, wali kota dengan sistem pemerintahannya, dan pebisnis dengan iklannya.Â
Yah, bahkan orang mabuk sekalipun masih bisa melakukan permainan judinya. Apakah kita masih berpikir bahwa permainan hanya dilakukan bocah saja?
Ada dua permainan yang seringkali dilakukan oleh anak-anak dan paling menonjol, yaitu bermain sendiri dan bermain bersama temannya. Mana yang lebih baik? Tentu keduanya sama-sama baik karena keduanya sama-sama dapat mengoptimalkan aspek perkembangan anak.
Bermain sendiri dapat mendukung anak untuk memainkan perannya bahkan lebih dari satu. Seperti ketika anak berimajinasi untuk membangun rumah sakit, maka anak akan berpura-pura untuk menjadi dokter, perawat, dan pasien sekaligus.
Dan ini juga membantu mengembangkan imajinasinya untuk menggunakan alat-alat rumah yang seadanya menjadi alat rumah sakit seperti anak menggunakan benda yang panjang dan runcing seperti sumpit, bolpoint, atau pensil untuk dijadikan suntik. Selain dapat mengembangkan imajinasinya, bermain sendiri juga dapat menumbuhkan sikap mandiri kepada anak.
Bermain sendiri cenderung lebih sering dilakukan oleh anak perempuan, sedangkan bermain bersama teman cenderung lebih sering dilakukan oleh anak laki-laki yang lebih suka bermain aktif seperti sepak bola dan kejar-kejaran. Interaksi dengan teman sebaya sejak dini memainkan peran positif karena dapat memungkinkan anak untuk memahami sudut pandang dari orang yang berbeda-beda.Â